Translate

Senin, 11 Maret 2013

KOMNAS HAM : Sub-sistem dalam Sistem Perlindungan HAM


Oleh : Abdul Hakim G. Nusantara
Gagasan untuk membentuk lembaga-lembaga nasional hak asasi manusia (ham) sebagai sarana untuk mendorong negara-negara anggota PBB memenuhi standar internasional ham mulai dibicarakan pada tahun l946 di forum ECOSOC (EKOSOK). Yang dipikirkan pada waktu itu adalah membentuk komite-komite hak asasi manusia lokal di kalangan negara-negara anggota PBB untuk melakukan tugas penyebar-luasan gagasan dan norma ham bersama dengan Komisi Ham PBB. 32 tahun kemudian yaitu pada tahun l978 sebuah seminar internasional yang diprakarsai oleh Komisi Ham PBB menyepakati pedoman tentang struktur dan fungsi lembaga nasional ham antara lain sebagai berikut :
1. Bertindak sebagai informasi ham bagi pemerintah dan masyarakat negara tersebut;
2. Membantu membentuk pendapat masyarakat serta meningkatkan kesadaran dan penghormatan terhadap ham;
3. Memikirkan, merundingkan dan membuat rekomendasi mengenai setiap tingkat hubungan yang mungkin terjadi secara nasional dan yang mungkin ingin dirujuk oleh pemerintah ;
4. Memberikan saran mengenai setiap pertanyaan tentang ham yang diajukan pemerintah kepada mereka ;
1
5. Komposisinya mencerminkan perwakilan yang mewakili keseluruhan negara tersebut, dan dengan demikian menyertakan semua bagian penduduk ke dalam proses pembuatan keputusan mengenai ham ;
Pedoman tentang fungsi dan struktur tersebut di atas disempurnakan pada tahun l991 dalam suatu Lokakarya tentang Lembaga-lembaga Nasional Ham yang diadakan oleh Komisi Ham PBB. Hasil Lokakarya yang kemudian dikenal sebagai Prinsip-prinsip Paris (Paris Principles) menegaskan tanggungjawab lembaga nasional Ham sebagai berikut :
1. Menyampaikan rekomendasi, usulan dan laporan mengenai setiap masalah yang berhubungan dengan Ham (termasuk ketentuan hukum dan administrative, serta setiap situasi pelanggaran ham) kepada Pemerintah, parlemen, dan badan-badan lain yang berwenang ;
2. Meningkatkan kesesuaian undang-undang dan kebiasaan nasional dengan standar-standar ham internasional ;
3. Mendorong ratifikasi dan penerapan standar-standar internasional Ham;
4. Membantu dalam prosedur pelaporan berdasarkan perangkat internasional ;
Di Indonesia pembentukan Komnas Ham dilatarbelakangi oleh kondisi politik, yaitu represi politik oleh pemerintah Otoriter Soeharto telah mengundang perlawanan dan tuntutan dari berbagai elemen masyarakat bagi remedi bagi korban pelanggaran ham, dan penindakan terhadap para pejabat pelanggar 2
ham, serta perbaikan sistem agar pelanggaran seperti itu tidak terulang lagi. Ini berkaitan dengan fakta, bahwa sistem politik dan hukum nasional tidak berdaya untuk merespond secara memadai dan adil kasus-kasus pelanggaran ham yang terjadi diberbagai tempat dari Aceh sampai Papua. Represi Soeharto dan militer telah memperburuk kondisi ham di Indonesia dan Timor-Timur. Fakta ini telah mempersulit posisi Indonesia di berbagai forum internasional, regional dan hubungan bilateral. Saat itu ideologi negara hukum, demokrasi, ham, dan ekonomi pasar sudah merupakan gerakan global yang mustahil ditolak Indonesia. Ham, dan ideologi negara hukum baik secara terbuka maupun tersamar telah menjadi prasyarat (conditional) bagi berlangsungnya hubungan-hubungan ekonomi luar negeri yang tak terelakkan harus dipenuhi oleh Indonesia. Ditengah kondisi politik yang dihadapi rezim Soeharto itu dimunculkan gagasan pembentukan Komnas Ham. Melalui proses yang tertatih-tatih akhirnya dicapai suatu pengertian antara Departemen Luar Negeri, Mabes ABRI, dan tentu Soeharto sendiri akhirnya lahir Keputusan Presiden tentang Pembentukan Komnas Ham pada tahun l993, di mana seluruh anggotanya diangkat oleh Soeharto. Komnas-Ham mengemban fungsi Pemantauan, Mediasi, Pendidikan dan Pengkajian Ham. Dalam proses pembentukan Komnas Ham itu elemen masyarakat sipil seperti, lsm dan organisasi kemasyarakatan diajak konsultasi oleh pemerintah cq Sesneg dan Deparlu. Akan tetapi elemen masyarakat sipil itu tidak diikut-sertakan pada proses pengambilan keputusan. Semula Komnas Ham bentukan Soeharto itu diragukan kredibilitasnya. Namun lewat kiprahnya dalam menangani berbagai kasus pelanggaran Ham dan kemampuannya menjalin
3
hubungan kemitraan dengan lsm dan masyarakat, pelan-pelan Komnas ham diakui manfaat dan kredibilitasnya oleh masyarakat domestik dan masyarakat internasional. Tekanan Internasional terhadap Soeharto berkenaan dengan Ham dan kesenjangan politik di antara pilar-pilar utama pendukung Soeharto memberi peluang Komnas Ham untuk bersikap independen dari intervensi Pemerintah.
Pertengahan tahun l998 ditengah dimulainya gelombang reformasi nasional Komnas Ham memperoleh momentum untuk memperkuat posisi hukum dan politiknya. Pada tahun l999 atas desakan Komnas Ham, Lsm, dan masyarakat luas DPR dan Pemerintah menyetujui diundangkannya UU HAM di mana fungsi, struktur Komnas Ham diperkokoh. Kewenangan Komnas Ham di bidang pemantauan Ham diperkuat dengan Sub poena power (kekuatan memaksa) dan melalui UU Pengadilan Ham Komnas berwenang untuk melakukan penyelidikan pro justisia. Keanggotaan Komnas Ham dipilih dan diangkat oleh DPR serta di resmikan oleh Presiden. Komnas Ham menyampaikan laporan tahunannya kepada DPR dan Presiden. Anggaran Komnas Ham berasal dari dana publik (APBN) yang secara terbuka disampaikan dan dibahas oleh DPR dan Pemerintah. Oleh UU HAM disebutkan, bahwa Komnas ham adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi ham. Selanjutnya oleh UU Ham dinyatakan pula, bahwa Komnas Ham bertujuan :
4
“ a. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan ham sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar l945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ; dan
b. meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. “
Komnas Ham adalah produk DPR dan Pemerintah. Karena itu dinamika politik di dalam tubuh DPR, Pemerintah, dan hubungan DPR dengan pemerintah dalam menanggapi berbagai issue Ham berpengaruh pada kinerja Komnas ham. Tak perliu diragukan lagi perilaku dan kinerja Birokrasi pemerintah dan TNI dan POLRI sedikit banyak berpengaruh pada efektifitas kerja dan tindak lanjut rekomendasi Komnas Ham. Misalnya sampai saat ini masih terjadi perbedaan persepsi, pengertian dan sikap mengenai pelaksanaan penyelidikan projustisia berkenaan dengan kasus pelanggaran Ham berat di masa lalu, antara DPR, Jaksa Agung, Komnas Ham, Mahkamah Agung dan TNI. Perbedaan ini membawa implikasi negatif pada penanganan kasus-kasus pelanggaran berat Ham di masa lalu. Upaya untuk mencari pengertian dan tindakan bersama dalam menerapkan asas retroaktif sampai saat ini belum menampakkan hasilnya. Ini jelas hanya menunda keadilan bagi penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Ham berat yang terjadi di masa lalu. Untuk penyelidikan non-projustitia dan projustitia yang terjadi di masa sesudah berlakunya UU Pengadilan Ham nampaknya relatif
5
lebih terbuka jalannya karena tidak menyentuh asas-non retroaktif. Efektifitas tindak-lanjut rekomendasi Komnas Ham akhirnya akan ditentukan pada tingkat responsivitas jajaran birokrasi pemerintah, badan-badan judicial seperti, Polisi, Jaksa Agung, Pengadilan, dan TNI sebagai unsur non-judisial. Peran elemen-elemen masyarakat sipil tentu saja sangat membantu pada kinerja dan efektifitas rekomendasi Komnas Ham. Ditengah situasi yang serba tidak mudah menurut IFES Komnas Ham tercatat sebagai lembaga negara yang mencapai kredibilitas tertinggi dibandingkan dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bahkan jika dibandingkan dengan lembaga tertinggi negara.
Jakarta 1 Oktober 2004
6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar