Translate

Jumat, 06 Juni 2014

PENEGAKAN HUKUM BERKAITAN DENGAN AMDAL

Oleh: Alvi Syahrin, Prof. Dr. MS. SH.**

I.                Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) memberikan penguatan terhadap pengaturan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, diantaranya penguatan terhadap ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingungan (Amdal). Penguatan Amdal dilakukan melalui sertifikasi kompetensi penyusunan Amdal, lisensi Komisi Penilai Amdal dan keterpaduan Amdal dengan Izin Lingkungan. Penguatan ketentuan Amdal dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup membawa konsekuensi terhadap aspek penegakan hukum, antara lain dalam aspek penegakan hukum adiministrasi dan penegakan hukum pidana.

II.              Amdal berdasarkan Pasal 1 angka (11) UUPPLH adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dan berdasarkan Pasal 14 UUPPLH, Amdal merupakan satu diantara instrumen pencegahan dan atau kerusakan lingkungan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Amdal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP No. 27/2012).

           Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting berdasarkan Pasal 22 UUPPLH wajib memiliki Amdal. Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria: besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan:
a.     luas wilayah penyebaran dampak;
b.     intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
c.      banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
d.     sifat kumulatif dampak;
e.     berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau 
f.      kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UUPPLH di atur bahwa kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal, terdiri atas:
a.     pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b.     eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c.      proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d.     proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e.     proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya; 
f.      introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g.     pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h.     kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i.       penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
         
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UUPPLH, diatur dengan peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud yaitu: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (PermenLH No. 05/2012).
           Dokumen Amdal berdasarkan Pasal 24 UUPPLH merupakan dasar bagi keputusan kelayakan lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 25 UUPPLH, dokumen Amdal memuat:
a.     pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b.     evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c.      saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d.     prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e.     evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f.      rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Penyusunan dokumen Amdal dilakukan oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan. Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak boleh bertentangan (harus sesuai) dengan Rencana Tata Ruang, jika bertentangan rencana tata ruang, maka domumen Amdal tidak dapat di nilai dan wajib dikembalikan kepada Pemrakara (Pasal 4 PP 27/2012). Dokumen Amdal terdiri atas: a. Kerangka Acuan, b. Andal, dan c. RKL-RPL. Kerangka Acuan sebagai dasar penyusunan Andal dan RPL-RKL. Tata cara penyusunan dokumen Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dimuat dalam dokumen Amdal dimaksudkan untuk: menghindari, meminimalkan, memitigasi, dan/atau mengompensasikan dampak suatu usaha dan/atau kegiatan.

III.            Penyusunan dokumen Amdal berdasarkan Pasal 26 UUPPLH, disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. Penyusunan dokumen Amdal Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka menjaring saran dan tanggapan. Masyarakat yang dimaksud meliputi masyarakat yang terkenan dampak, pemerhati lingkungan hidup dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. Ketentuan mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan dan Izin Lingkungan.
           Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip: pemberian informasi yang transparan dan lengkap, kesetaraan posisi diantara pihak-pihak yang terlibat, penyelesaian masalah yang adil dan bijaksana, dan koordinasi, komunikasi dan kerjasama dikalangan pihak-pihak yang terkait. Pemberian informasi diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Dan masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal.
           Menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa dapat meminta bantuan kepada pihak lain (Pasal 27 UUPPLH). Pihak lain yang dimaksud antara lain lembaga penyusun amdal atau konsultan. Penyusun Amdal, berdasarkan Pasal 28 UUPPLH, wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal, meliputi: a. Penguasaan metodologi penyusunan amdal; b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta pengambilan keputusan; dan c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
           Sertifikat kompetensi penyusun Amdal diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur dengan peraturan Menteri. Peraturan Menteri dimaksud yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor  07 Tahun 2010 Tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (PermenLH No. 07/2010).
           Penyusun Amdal Penyusun dokumen Amdal adalah orang yang memiliki kompetensi pada kualifikasi tertentu dan bekerja di bidang penyusunan dokumen Amdal. Kompetensi merupakan kemampuan personil untuk mengerjakan suatu tugas dan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dapat dipertanggungjawabkan. Sertifikat kompetensi adalah tanda pengakuan kompetensi seseorang yang memenuhi standar kompetensi tertentu setelah melalui uji kompetensi. Uji kompetensi merupakan kegiatan untuk mengukur tingkat pengetahuan, ketrampilan personil dan sikap kerja dalam mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Standar kompetensi yaitu suatu ukuran atau kriteria yang berisi rumusan mengenai kemampuan personil yang dilandasi oleh pengetahuan, ketrampilan dan didukung sikap kerja serta penerapannya di tempat kerja yang mengacu pada unjuk kerja yang dipersyaratkan.
           Lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal berdasarkan Pasal 3 PermenLH No. 07/2010, wajib memenuhi persyaratan:
a.     berbadan hukum;
b.     memiliki paling sedikit 2 (dua) orang tenaga tetap penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi dengan kualifikasi ketua tim penyusun dokumen Amdal;
c.      memiliki perjanjian kerja dengan tenaga tidak tetap penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen Amdal dan seluruh personil yang terlibat dalam penyusunan dokumen Amdal yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk dalam hal ketidakberpihakan;
d.     memiliki sistem manajemen mutu; dan
e.     melaksanakan pengendalian mutu internal terhadap pelaksanaan penyusunan dokumen Amdal, termasuk menjaga prinsip ketidakberpihakan dan/atau menghindari konflik kepentingan.

Dokumen Amdal, berdasarkan Pasal 29 UUPPLH, dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Persyaratan dan tatacara lisensi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2010 tentang Persyaratan dan Tata Cara Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Komisi Penilai Amdal, berdasarkan Pasal 30 UUPPLH, terdiri atas wakil dari unsur: a. instansi lingkungan hidup; b. instansi teknis terkait;  c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; e. Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan  f. organisasi lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. Pakar independen dan sekretariat ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, berdasarkan ketentuan Pasal 31 UUPPLH, menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal berdasarkan Pasal 36 UUPPLH, wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan dimaksud diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Izin lingkungan tersebut wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dan izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 UUPPLH, wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal. Dan Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya bertugas dan berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL. Pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 32 UUPPLH, membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.  Bantuan penyusunan amdal dimaksud berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal. Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.

IV.            Dokumen Amdal berdasarkan Pasal 43 ayat (1) PP No. 27/2012 merupakan satu diantara dokumen yang harus dilengkapi dalam mengajukan izin ingkungan. Dalam hal terbitnya izin lingkungan yang tidak dilengkapi dokumen Amdal, berdasarkan Pasal 93 ayat (1) huruf ‘a’ UUPPLH, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara (izin lingkungan) tersebut jika badan atau pejabat tata usaha egara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen Amdal. Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha egara berdasarkan Pasal 93 ayat (2) UUPPLH, mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
          Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL, berdasarkan Pasal 111 ayat (1) UUPPLH dinyatakan sebagai melakukan tindak pidana yang diancam dengandipidana dengan pidana penjara paling lama  3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
          Kemudian, jika penangungjawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen Amdal, maka berdasarkan Pasal 37 ayat (2) UUPPLH, izin lingkungan yang telah diterbitkan tersebut dapat dibatalkan oleh Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota (sesuai dengan kewenangannya).
          Selanjutnya, ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf  ‘i’ UUPPLH, setiap orang dilarangmenyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusunAmdal.  Jika menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusunAmdal, maka penyusun Amdal tersebut berdasarkan Pasal 110 UUPPLH,dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

--o0o—

*        Disampaikan pada “Pelatihan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Era Globalisasi di Provinsi Riau”, tanggal 16 – 18 Oktober 2013, Hotel Ibis Jl Soekarno-Hatta Kav. 148 Pekanbaru.


**      Guru Besar Hukum Pidana/Lingkungan Fakultas Hukum USU Medan.

Sumber : http://alviprofdr.blogspot.com/2014/01/amdal.html

PENEGAKAN HUKUM BERKAITAN DENGAN AMDAL

Oleh: Alvi Syahrin, Prof. Dr. MS. SH.**

I.                Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) memberikan penguatan terhadap pengaturan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, diantaranya penguatan terhadap ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingungan (Amdal). Penguatan Amdal dilakukan melalui sertifikasi kompetensi penyusunan Amdal, lisensi Komisi Penilai Amdal dan keterpaduan Amdal dengan Izin Lingkungan. Penguatan ketentuan Amdal dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup membawa konsekuensi terhadap aspek penegakan hukum, antara lain dalam aspek penegakan hukum adiministrasi dan penegakan hukum pidana.

II.              Amdal berdasarkan Pasal 1 angka (11) UUPPLH adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dan berdasarkan Pasal 14 UUPPLH, Amdal merupakan satu diantara instrumen pencegahan dan atau kerusakan lingkungan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Amdal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP No. 27/2012).

           Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting berdasarkan Pasal 22 UUPPLH wajib memiliki Amdal. Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria: besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan:
a.     luas wilayah penyebaran dampak;
b.     intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
c.      banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
d.     sifat kumulatif dampak;
e.     berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau 
f.      kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UUPPLH di atur bahwa kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal, terdiri atas:
a.     pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b.     eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c.      proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d.     proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e.     proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya; 
f.      introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g.     pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h.     kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i.       penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
         
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UUPPLH, diatur dengan peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud yaitu: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (PermenLH No. 05/2012).
           Dokumen Amdal berdasarkan Pasal 24 UUPPLH merupakan dasar bagi keputusan kelayakan lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 25 UUPPLH, dokumen Amdal memuat:
a.     pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b.     evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c.      saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d.     prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e.     evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f.      rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Penyusunan dokumen Amdal dilakukan oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan. Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak boleh bertentangan (harus sesuai) dengan Rencana Tata Ruang, jika bertentangan rencana tata ruang, maka domumen Amdal tidak dapat di nilai dan wajib dikembalikan kepada Pemrakara (Pasal 4 PP 27/2012). Dokumen Amdal terdiri atas: a. Kerangka Acuan, b. Andal, dan c. RKL-RPL. Kerangka Acuan sebagai dasar penyusunan Andal dan RPL-RKL. Tata cara penyusunan dokumen Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dimuat dalam dokumen Amdal dimaksudkan untuk: menghindari, meminimalkan, memitigasi, dan/atau mengompensasikan dampak suatu usaha dan/atau kegiatan.

III.            Penyusunan dokumen Amdal berdasarkan Pasal 26 UUPPLH, disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. Penyusunan dokumen Amdal Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka menjaring saran dan tanggapan. Masyarakat yang dimaksud meliputi masyarakat yang terkenan dampak, pemerhati lingkungan hidup dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. Ketentuan mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan dan Izin Lingkungan.
           Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip: pemberian informasi yang transparan dan lengkap, kesetaraan posisi diantara pihak-pihak yang terlibat, penyelesaian masalah yang adil dan bijaksana, dan koordinasi, komunikasi dan kerjasama dikalangan pihak-pihak yang terkait. Pemberian informasi diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Dan masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal.
           Menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa dapat meminta bantuan kepada pihak lain (Pasal 27 UUPPLH). Pihak lain yang dimaksud antara lain lembaga penyusun amdal atau konsultan. Penyusun Amdal, berdasarkan Pasal 28 UUPPLH, wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal, meliputi: a. Penguasaan metodologi penyusunan amdal; b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta pengambilan keputusan; dan c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
           Sertifikat kompetensi penyusun Amdal diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur dengan peraturan Menteri. Peraturan Menteri dimaksud yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor  07 Tahun 2010 Tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (PermenLH No. 07/2010).
           Penyusun Amdal Penyusun dokumen Amdal adalah orang yang memiliki kompetensi pada kualifikasi tertentu dan bekerja di bidang penyusunan dokumen Amdal. Kompetensi merupakan kemampuan personil untuk mengerjakan suatu tugas dan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dapat dipertanggungjawabkan. Sertifikat kompetensi adalah tanda pengakuan kompetensi seseorang yang memenuhi standar kompetensi tertentu setelah melalui uji kompetensi. Uji kompetensi merupakan kegiatan untuk mengukur tingkat pengetahuan, ketrampilan personil dan sikap kerja dalam mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Standar kompetensi yaitu suatu ukuran atau kriteria yang berisi rumusan mengenai kemampuan personil yang dilandasi oleh pengetahuan, ketrampilan dan didukung sikap kerja serta penerapannya di tempat kerja yang mengacu pada unjuk kerja yang dipersyaratkan.
           Lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal berdasarkan Pasal 3 PermenLH No. 07/2010, wajib memenuhi persyaratan:
a.     berbadan hukum;
b.     memiliki paling sedikit 2 (dua) orang tenaga tetap penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi dengan kualifikasi ketua tim penyusun dokumen Amdal;
c.      memiliki perjanjian kerja dengan tenaga tidak tetap penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen Amdal dan seluruh personil yang terlibat dalam penyusunan dokumen Amdal yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk dalam hal ketidakberpihakan;
d.     memiliki sistem manajemen mutu; dan
e.     melaksanakan pengendalian mutu internal terhadap pelaksanaan penyusunan dokumen Amdal, termasuk menjaga prinsip ketidakberpihakan dan/atau menghindari konflik kepentingan.

Dokumen Amdal, berdasarkan Pasal 29 UUPPLH, dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Persyaratan dan tatacara lisensi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2010 tentang Persyaratan dan Tata Cara Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Komisi Penilai Amdal, berdasarkan Pasal 30 UUPPLH, terdiri atas wakil dari unsur: a. instansi lingkungan hidup; b. instansi teknis terkait;  c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; e. Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan  f. organisasi lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. Pakar independen dan sekretariat ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, berdasarkan ketentuan Pasal 31 UUPPLH, menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal berdasarkan Pasal 36 UUPPLH, wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan dimaksud diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Izin lingkungan tersebut wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dan izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 UUPPLH, wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal. Dan Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya bertugas dan berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL. Pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 32 UUPPLH, membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.  Bantuan penyusunan amdal dimaksud berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal. Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.

IV.            Dokumen Amdal berdasarkan Pasal 43 ayat (1) PP No. 27/2012 merupakan satu diantara dokumen yang harus dilengkapi dalam mengajukan izin ingkungan. Dalam hal terbitnya izin lingkungan yang tidak dilengkapi dokumen Amdal, berdasarkan Pasal 93 ayat (1) huruf ‘a’ UUPPLH, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara (izin lingkungan) tersebut jika badan atau pejabat tata usaha egara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen Amdal. Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha egara berdasarkan Pasal 93 ayat (2) UUPPLH, mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
          Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL, berdasarkan Pasal 111 ayat (1) UUPPLH dinyatakan sebagai melakukan tindak pidana yang diancam dengandipidana dengan pidana penjara paling lama  3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
          Kemudian, jika penangungjawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen Amdal, maka berdasarkan Pasal 37 ayat (2) UUPPLH, izin lingkungan yang telah diterbitkan tersebut dapat dibatalkan oleh Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota (sesuai dengan kewenangannya).
          Selanjutnya, ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf  ‘i’ UUPPLH, setiap orang dilarangmenyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusunAmdal.  Jika menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusunAmdal, maka penyusun Amdal tersebut berdasarkan Pasal 110 UUPPLH,dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

--o0o—

*        Disampaikan pada “Pelatihan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Era Globalisasi di Provinsi Riau”, tanggal 16 – 18 Oktober 2013, Hotel Ibis Jl Soekarno-Hatta Kav. 148 Pekanbaru.


**      Guru Besar Hukum Pidana/Lingkungan Fakultas Hukum USU Medan.

Sumber : http://alviprofdr.blogspot.com/2014/01/amdal.html

PENEGAKAN HUKUM BERKAITAN DENGAN AMDAL

Oleh: Alvi Syahrin, Prof. Dr. MS. SH.**

I.                Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) memberikan penguatan terhadap pengaturan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, diantaranya penguatan terhadap ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingungan (Amdal). Penguatan Amdal dilakukan melalui sertifikasi kompetensi penyusunan Amdal, lisensi Komisi Penilai Amdal dan keterpaduan Amdal dengan Izin Lingkungan. Penguatan ketentuan Amdal dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup membawa konsekuensi terhadap aspek penegakan hukum, antara lain dalam aspek penegakan hukum adiministrasi dan penegakan hukum pidana.

II.              Amdal berdasarkan Pasal 1 angka (11) UUPPLH adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dan berdasarkan Pasal 14 UUPPLH, Amdal merupakan satu diantara instrumen pencegahan dan atau kerusakan lingkungan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Amdal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP No. 27/2012).

           Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting berdasarkan Pasal 22 UUPPLH wajib memiliki Amdal. Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria: besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan:
a.     luas wilayah penyebaran dampak;
b.     intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
c.      banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
d.     sifat kumulatif dampak;
e.     berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau 
f.      kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UUPPLH di atur bahwa kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal, terdiri atas:
a.     pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b.     eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c.      proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d.     proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e.     proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya; 
f.      introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g.     pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h.     kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i.       penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
         
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UUPPLH, diatur dengan peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud yaitu: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (PermenLH No. 05/2012).
           Dokumen Amdal berdasarkan Pasal 24 UUPPLH merupakan dasar bagi keputusan kelayakan lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 25 UUPPLH, dokumen Amdal memuat:
a.     pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b.     evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c.      saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d.     prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e.     evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f.      rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Penyusunan dokumen Amdal dilakukan oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan. Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak boleh bertentangan (harus sesuai) dengan Rencana Tata Ruang, jika bertentangan rencana tata ruang, maka domumen Amdal tidak dapat di nilai dan wajib dikembalikan kepada Pemrakara (Pasal 4 PP 27/2012). Dokumen Amdal terdiri atas: a. Kerangka Acuan, b. Andal, dan c. RKL-RPL. Kerangka Acuan sebagai dasar penyusunan Andal dan RPL-RKL. Tata cara penyusunan dokumen Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dimuat dalam dokumen Amdal dimaksudkan untuk: menghindari, meminimalkan, memitigasi, dan/atau mengompensasikan dampak suatu usaha dan/atau kegiatan.

III.            Penyusunan dokumen Amdal berdasarkan Pasal 26 UUPPLH, disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. Penyusunan dokumen Amdal Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka menjaring saran dan tanggapan. Masyarakat yang dimaksud meliputi masyarakat yang terkenan dampak, pemerhati lingkungan hidup dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. Ketentuan mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan dan Izin Lingkungan.
           Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip: pemberian informasi yang transparan dan lengkap, kesetaraan posisi diantara pihak-pihak yang terlibat, penyelesaian masalah yang adil dan bijaksana, dan koordinasi, komunikasi dan kerjasama dikalangan pihak-pihak yang terkait. Pemberian informasi diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Dan masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal.
           Menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa dapat meminta bantuan kepada pihak lain (Pasal 27 UUPPLH). Pihak lain yang dimaksud antara lain lembaga penyusun amdal atau konsultan. Penyusun Amdal, berdasarkan Pasal 28 UUPPLH, wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal, meliputi: a. Penguasaan metodologi penyusunan amdal; b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta pengambilan keputusan; dan c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
           Sertifikat kompetensi penyusun Amdal diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur dengan peraturan Menteri. Peraturan Menteri dimaksud yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor  07 Tahun 2010 Tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (PermenLH No. 07/2010).
           Penyusun Amdal Penyusun dokumen Amdal adalah orang yang memiliki kompetensi pada kualifikasi tertentu dan bekerja di bidang penyusunan dokumen Amdal. Kompetensi merupakan kemampuan personil untuk mengerjakan suatu tugas dan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dapat dipertanggungjawabkan. Sertifikat kompetensi adalah tanda pengakuan kompetensi seseorang yang memenuhi standar kompetensi tertentu setelah melalui uji kompetensi. Uji kompetensi merupakan kegiatan untuk mengukur tingkat pengetahuan, ketrampilan personil dan sikap kerja dalam mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Standar kompetensi yaitu suatu ukuran atau kriteria yang berisi rumusan mengenai kemampuan personil yang dilandasi oleh pengetahuan, ketrampilan dan didukung sikap kerja serta penerapannya di tempat kerja yang mengacu pada unjuk kerja yang dipersyaratkan.
           Lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal berdasarkan Pasal 3 PermenLH No. 07/2010, wajib memenuhi persyaratan:
a.     berbadan hukum;
b.     memiliki paling sedikit 2 (dua) orang tenaga tetap penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi dengan kualifikasi ketua tim penyusun dokumen Amdal;
c.      memiliki perjanjian kerja dengan tenaga tidak tetap penyusun dokumen Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen Amdal dan seluruh personil yang terlibat dalam penyusunan dokumen Amdal yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk dalam hal ketidakberpihakan;
d.     memiliki sistem manajemen mutu; dan
e.     melaksanakan pengendalian mutu internal terhadap pelaksanaan penyusunan dokumen Amdal, termasuk menjaga prinsip ketidakberpihakan dan/atau menghindari konflik kepentingan.

Dokumen Amdal, berdasarkan Pasal 29 UUPPLH, dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Persyaratan dan tatacara lisensi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2010 tentang Persyaratan dan Tata Cara Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Komisi Penilai Amdal, berdasarkan Pasal 30 UUPPLH, terdiri atas wakil dari unsur: a. instansi lingkungan hidup; b. instansi teknis terkait;  c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; e. Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan  f. organisasi lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. Pakar independen dan sekretariat ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, berdasarkan ketentuan Pasal 31 UUPPLH, menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal berdasarkan Pasal 36 UUPPLH, wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan dimaksud diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Izin lingkungan tersebut wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dan izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 UUPPLH, wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal. Dan Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya bertugas dan berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL. Pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 32 UUPPLH, membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.  Bantuan penyusunan amdal dimaksud berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal. Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.

IV.            Dokumen Amdal berdasarkan Pasal 43 ayat (1) PP No. 27/2012 merupakan satu diantara dokumen yang harus dilengkapi dalam mengajukan izin ingkungan. Dalam hal terbitnya izin lingkungan yang tidak dilengkapi dokumen Amdal, berdasarkan Pasal 93 ayat (1) huruf ‘a’ UUPPLH, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara (izin lingkungan) tersebut jika badan atau pejabat tata usaha egara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen Amdal. Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha egara berdasarkan Pasal 93 ayat (2) UUPPLH, mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
          Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL, berdasarkan Pasal 111 ayat (1) UUPPLH dinyatakan sebagai melakukan tindak pidana yang diancam dengandipidana dengan pidana penjara paling lama  3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
          Kemudian, jika penangungjawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen Amdal, maka berdasarkan Pasal 37 ayat (2) UUPPLH, izin lingkungan yang telah diterbitkan tersebut dapat dibatalkan oleh Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota (sesuai dengan kewenangannya).
          Selanjutnya, ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf  ‘i’ UUPPLH, setiap orang dilarangmenyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusunAmdal.  Jika menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusunAmdal, maka penyusun Amdal tersebut berdasarkan Pasal 110 UUPPLH,dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

--o0o—

*        Disampaikan pada “Pelatihan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Era Globalisasi di Provinsi Riau”, tanggal 16 – 18 Oktober 2013, Hotel Ibis Jl Soekarno-Hatta Kav. 148 Pekanbaru.


**      Guru Besar Hukum Pidana/Lingkungan Fakultas Hukum USU Medan.

Sumber : http://alviprofdr.blogspot.com/2014/01/amdal.html