Translate

Senin, 11 Maret 2013

Bagaimana Sebuah Bangsa Terbentuk?


Donna Sorenty Moza
Sekretaris DPD I Partai Persatuan Pembebasan Nasional Lampung
Apakah nasionalisme? Soekarno memaknai nasionalisme dengan bercermin akan landasan pemahaman nilai-nilai kemanusian, terbangunnya persatuan di atas nilai keadilan tanpa menindas. Nilai dasar inilah yang melandasi keinginan manusia membentuk sebuah nation atau bangsa. Namun secara umum, nasionalisme lebih dimaknai dalam konsep penguasaan wilayah atau teritorial tertentu.
Keinginan membentuk nation bersama muncul karena adanya persamaan nasib dan sejarah sehingga menimbulkan persatuan dalam suatu komunitas masyarakat membentuk kesadaran berbangsa. Kesamaan itu meliputi aspek budaya, bahasa, agama dan tradisi. Inilah proses yang mendasari terbentuknya sebuah kesadaran bersatu, bergabung dan berbangsa di mana pun di seluruh dunia.
Ribuan tahun lalu kalau kita kaji kembali corak perkembangan masyarakat periode awal manusia, yakni pada zaman prasejarah sampai terbentuknya masyarakat modern, didahului tahap fase masyarakat komunal primitif adanya kehadiran komunitas-komunitas yang terdiri dari kelompok suku-suku. Suku-suku pada masa tersebut saling berperang memperebutkan wilayah basis pertahanan hidup dan ekonomi masing-masing. Suku yang kalah takluk dan menjadi budak bagi suku yang menang.
Pola komunal primitif ini terjadi di belahan dunia mana pun dan berkontribusi besar bagi perkembangan peradaban besar di berbagai dunia seperti halnya di kawasan Eropa yang meliputi peradaban Yunani, di kawasan Amerika yakni peradaban Aztec, Maya dan Inca. Sementara di kawasan benua Asia yakni meliputi peradaban sungai Indus, Nil, Eufrat dan Tigris, Yang Tse Kiang, dll.
Dalam perjalanan zaman tersebut, suku-suku yang menang kian membesar dan berkuasa dan bertransformasi menjadi kerajaan-kerajaan lokal, kemudian mengalamai evolusi sehingga menjadi kerajaan-kerajaan yang lebih besar seperti halnya Kerajaan Romawi Kuno yang berbasis di Eropa berkembang besar dan mengalami puncak kejayaan selama beberapa abad.
Dalam sejarah modern sekarang, kejayaan Kerajaan Romawi kita kenal dengan nama Imperium Romawi, yang mampu meluaskan penaklukan jajahannya dengan ekspansi militer meliputi hampir seluruh kawasan Eropa dan ekspansi kekuasaan ke berbagai kerajaan sampai benua Afrika dan Asia, khususnya Timur Tengah. Merebut kejayaan dan pekembangan peradaban yang ada di wilayah-wilayah tersebut.
Kerajaaan-kerajaan besar seperti Romawi ataupun Mesir kemudian membentuk sistem administrasi kependudukan dan menetapkan wilayah teritori kekuasaan, membentuk pranata dan aturan bersama mengikat komunitas-komunitas masyarakat dan kerajaan-kerajaan yang ditaklukkannya.
Imperium Romawi ini pun kemudian jatuh dan terpecah-pecah kembali dan membebaskan diri menjadi kerajaan-kerajaan kecil mewakili tiap teritori wilayah. Seperti hadirnya bangsa Prancis berawal dari rumpun yang menguasai daerah Galia, bangsa Jerman berdiri dari rumpun Germania, Inggris berdiri atas invasi suku bangsa Viking dan Skandinavia, dll. Kerajaan-kerajaan inilah yang kini menjadi cikal bakal sebuah organisasi modern yang bernama negara atau bangsa yang kita kenal.
Termasuk juga di Indonesia. Sebelum terbentuknya kerajaan lokal seperti Samudra Pasai; Aceh; Malaka; Maluku dll., semuanya diawali proses dari terbentuknya komunitas suku maupun kelompok antarmarga. Kemudian bermunculan kerajaan yang melakukan ekspansi militer dan ingin menaklukkan wilayah dan kerajaan lokal-lokal kecil sehingga membangun sebuah wilayah penaklukkan kerajaan besar.
Sebutlah seperti Kerajaan Majapahit ataupun Mataram melakukan ekspansi sampai Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, Malaka yang kini kita kenal Malasya dan ke berbagai wilayah luar Jawa. Selain faktor adanya upaya pemaksaan ekspansi kekuasaan, juga adanya keinginan secara sukarela mengikat diri menjadi bagian sebuah kerajaan-kerajaan tersebut karena sejumlah persamaan sejarah mereka dan membentuk rasa persaudaraan dan sistem kekerabatan lewat pengikatan pernikahan.
Bagaimanakah sebuah bangsa terbentuk? Rasa kebangsaan muncul karena munculnya kebutuhan individu-individu masyarakat maupun kelompok-kelompok masyarakat membentuk aturan bersama yang saling menguntungkan dan disepakati bersama-sama mengatur distribusi untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan, mengikat mereka bersatu.
Bagaimanakah komunitas ini mau bersatu dan bergabung membentuk bangsa? Di antaranya adalah faktor persamaan nasib, persamaan budaya baik itu bahasa, tradisi, kepercayaan atau agama yang akhirnya membentuk bangunan emosional yang kuat. Sehingga sesungguhnya perasaan dan semangat kebangsaan yang hakiki harusnya lahir dari keinginan bersatu secara sukarela.
Namun, perkembangan sejarah menjelaskan kepada kita bahwa suatu kerajaan, bangsa atau negara seringkali dibangun di atas penaklukkan secara paksa dan bahkan dengan cara berperang. Sejarah masyarakat modern membuktikan dengan jelas bagaimana bangsa dan negara ini dibangun dengan cara kolonialisme dan ekspansi militer seperti yang dilakukan oleh negara-negara besar di Eropa yang maju seperti Portugis (Portugal), Spanyol, Belanda, Inggris, Perancis.
Negara-negara di Eropa sendiri merupakan hasil perpecahan dari kejayaan Bangsa Romawi. Motif penjajahan atau kolonialisme ini didasari kebutuhan untuk merampok hasil alam dan menindas masyarakat yang terjajah demi kepentingan bangsa penakluk yakni para raja-raja dan bangsawan mereka.
Sebagaimana yang pernah dialami bangsa Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda, Inggris juga Jepang. Rasa kebangsaan untuk lepas dari penindasan dan ketertindasan yang dilakukan kolonialisme Belanda juga Jepanglah pada akhirnya menimbulkan persamaan nasib masyarakat Indonesia mau merubah nasib sehingga bersatu dan berjuang membentuk nation atau bangsa sendiri.
Kesadaran berbangsa untuk mengatur diri sendiri secara bebas dan mendapatkan keadilan kesejahteraan yang lebih baik. Inilah persatuan yang mendasari kemunculan organisasi-organisasi pergerakan melawan penjajahan Belanda awal abad 20.
Aksi-aksi dan perlawanan radikal secara masif digalang oleh kaum muda saat itu sampai munculnya perbedaan pandang dan ideologi di antara organisasi dan kaum muda saat itu. Apakah perlu melakukan aksi-aksi radial dan berpolitik membentuk partai sendiri atas masyarakat Hindia Belanda yang terjajah (Indonesia) atau sekadar menuntut akses ekonomi.
Perdebatan ini dapat kita lihat dengan kemunculan Serikat Dagang Indonesia (SDI) yang kemudian pecah menjadi Serikat Islam (SI). SI pun pecah menjadi SI Putih dan SI Merah. SI Putih bersikap antipartisan dan tidak mau melawan kolonialisme Belanda secara radikal, sementara Serikat Rakyat (SR) membentuk partai politik dan menerapkan aksi-aksi dan perlawanan radikal melawan Belanda.
Perspektif dan kesadaran mendirikan partai politik pun mewarnai jalan panjang intelektual kaum muda berjuang membangun perluasan kesadaran masyarakat pribumi untuk berbangsa dengan meraih kemerdekaan dan mulai mengusung nama Indonesia.
Semangat ini bergema dan disambut oleh masyarakat kolonial Hindia Belanda di seluruh wilayah dan teritori kekuasaan Belanda dari Sumatera sampai beberapa wilayah Indonesia bagian Timur. Semangat ini muncul karena persamaan ditindas dan ditekan dan meluasnya penggunaan bahasa melayu mempermudah komunikasi dan persatuan yang muncul.
Jadi sesungguhnya, nasionalisme muncul karena kerelaan dan persamaan nasib dan cita-cita dan harapan akan nilai rasa keadilan dan persamaan dalam segala hal. Demikian juga kini segenap masyarakat Indonesia paska-Revolusi Kemerdekaan 1945 memiliki harapan-harapan ini.
Jadi wajarlah bila ada sekelompok masyarakat Indonesia yang ingin lepas dari NKRI ketika mereka tidak mendapatkan harapan dan kenyataan ini, seperti yang dicerminkan dengan kemunculan pergolakan Rakyat Aceh juga di beberapa wilayah timur Indonesia, seperti dulu Timor Timur dan kini sebagian besar Rakyat Papua.
Semangat nasionalisme inilah yang harus kita pahami kembali setelah Indonesia Merdeka 62 tahun lamanya, lepas dari penjajahan dan kolonialisme Belanda dan Jepang. Ironis bila penguasa negeri ini dalam perjalanan sejarah penjadi penindas bagi bangsanya sendiri dan mengangkangi konstitusi pendiri bangsa yang telah berjuang sampai berdirinya nation Indonesia. Jadi kini, janganlah penguasa bertanya mengapa pergolakan rakyat terus terjadi.
Kemiskinanlah yang telah membuat rakyat Indonesia kian menggelora dan menggeliat kepanasan dan bukan tidak mungkin akan terjadi suatu letupan gerakan sosial yang lebih besar di masa yang akan datang bila penguasa negeri ini tidak mampu memberikan cita-cita bersama ini bagi semua rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar