Donna Sorenty Moza
Sekretaris DPD I Partai Persatuan
Pembebasan Nasional Lampung
Apakah nasionalisme? Soekarno memaknai nasionalisme dengan
bercermin akan landasan pemahaman nilai-nilai kemanusian, terbangunnya
persatuan di atas nilai keadilan tanpa menindas. Nilai dasar inilah yang
melandasi keinginan manusia membentuk sebuah nation atau bangsa. Namun secara umum, nasionalisme lebih dimaknai
dalam konsep penguasaan wilayah atau teritorial tertentu.
Keinginan membentuk nation
bersama muncul karena adanya persamaan nasib dan sejarah sehingga menimbulkan
persatuan dalam suatu komunitas masyarakat membentuk kesadaran berbangsa.
Kesamaan itu meliputi aspek budaya, bahasa, agama dan tradisi. Inilah proses
yang mendasari terbentuknya sebuah kesadaran bersatu, bergabung dan berbangsa
di mana pun di seluruh dunia.
Ribuan tahun lalu kalau kita kaji kembali corak
perkembangan masyarakat periode awal manusia, yakni pada zaman prasejarah
sampai terbentuknya masyarakat modern, didahului tahap fase masyarakat komunal
primitif adanya kehadiran komunitas-komunitas yang terdiri dari kelompok
suku-suku. Suku-suku pada masa tersebut saling berperang memperebutkan wilayah
basis pertahanan hidup dan ekonomi masing-masing. Suku yang kalah takluk dan
menjadi budak bagi suku yang menang.
Pola komunal primitif ini terjadi di belahan dunia mana
pun dan berkontribusi besar bagi perkembangan peradaban besar di berbagai dunia
seperti halnya di kawasan Eropa yang meliputi peradaban Yunani, di kawasan Amerika
yakni peradaban Aztec, Maya dan Inca. Sementara di kawasan benua Asia yakni
meliputi peradaban sungai Indus, Nil, Eufrat dan Tigris, Yang Tse Kiang, dll.
Dalam perjalanan zaman tersebut, suku-suku yang menang
kian membesar dan berkuasa dan bertransformasi menjadi kerajaan-kerajaan lokal,
kemudian mengalamai evolusi sehingga menjadi kerajaan-kerajaan yang lebih besar
seperti halnya Kerajaan Romawi Kuno yang berbasis di Eropa berkembang besar dan
mengalami puncak kejayaan selama beberapa abad.
Dalam sejarah modern sekarang, kejayaan Kerajaan Romawi
kita kenal dengan nama Imperium Romawi, yang mampu meluaskan penaklukan
jajahannya dengan ekspansi militer meliputi hampir seluruh kawasan Eropa dan
ekspansi kekuasaan ke berbagai kerajaan sampai benua Afrika dan Asia, khususnya
Timur Tengah. Merebut kejayaan dan pekembangan peradaban yang ada di
wilayah-wilayah tersebut.
Kerajaaan-kerajaan besar seperti Romawi ataupun Mesir
kemudian membentuk sistem administrasi kependudukan dan menetapkan wilayah
teritori kekuasaan, membentuk pranata dan aturan bersama mengikat
komunitas-komunitas masyarakat dan kerajaan-kerajaan yang ditaklukkannya.
Imperium Romawi ini pun kemudian jatuh dan terpecah-pecah
kembali dan membebaskan diri menjadi kerajaan-kerajaan kecil mewakili tiap
teritori wilayah. Seperti hadirnya bangsa Prancis berawal dari rumpun yang
menguasai daerah Galia, bangsa Jerman berdiri dari rumpun Germania, Inggris
berdiri atas invasi suku bangsa Viking dan Skandinavia, dll. Kerajaan-kerajaan
inilah yang kini menjadi cikal bakal sebuah organisasi modern yang bernama
negara atau bangsa yang kita kenal.
Termasuk juga di Indonesia. Sebelum terbentuknya kerajaan
lokal seperti Samudra Pasai; Aceh; Malaka; Maluku dll., semuanya diawali proses
dari terbentuknya komunitas suku maupun kelompok antarmarga. Kemudian
bermunculan kerajaan yang melakukan ekspansi militer dan ingin menaklukkan
wilayah dan kerajaan lokal-lokal kecil sehingga membangun sebuah wilayah
penaklukkan kerajaan besar.
Sebutlah seperti Kerajaan Majapahit ataupun Mataram
melakukan ekspansi sampai Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, Malaka yang kini kita
kenal Malasya dan ke berbagai wilayah luar Jawa. Selain faktor adanya upaya
pemaksaan ekspansi kekuasaan, juga adanya keinginan secara sukarela mengikat
diri menjadi bagian sebuah kerajaan-kerajaan tersebut karena sejumlah persamaan
sejarah mereka dan membentuk rasa persaudaraan dan sistem kekerabatan lewat
pengikatan pernikahan.
Bagaimanakah sebuah bangsa terbentuk? Rasa kebangsaan
muncul karena munculnya kebutuhan individu-individu masyarakat maupun
kelompok-kelompok masyarakat membentuk aturan bersama yang saling menguntungkan
dan disepakati bersama-sama mengatur distribusi untuk mendapatkan keadilan dan
kesejahteraan, mengikat mereka bersatu.
Bagaimanakah komunitas ini mau bersatu dan bergabung
membentuk bangsa? Di antaranya adalah faktor persamaan nasib, persamaan budaya
baik itu bahasa, tradisi, kepercayaan atau agama yang akhirnya membentuk
bangunan emosional yang kuat. Sehingga sesungguhnya perasaan dan semangat
kebangsaan yang hakiki harusnya lahir dari keinginan bersatu secara sukarela.
Namun, perkembangan sejarah menjelaskan kepada kita bahwa
suatu kerajaan, bangsa atau negara seringkali dibangun di atas penaklukkan
secara paksa dan bahkan dengan cara berperang. Sejarah masyarakat modern
membuktikan dengan jelas bagaimana bangsa dan negara ini dibangun dengan cara
kolonialisme dan ekspansi militer seperti yang dilakukan oleh negara-negara
besar di Eropa yang maju seperti Portugis (Portugal), Spanyol, Belanda, Inggris,
Perancis.
Negara-negara di Eropa sendiri merupakan hasil perpecahan
dari kejayaan Bangsa Romawi. Motif penjajahan atau kolonialisme ini didasari
kebutuhan untuk merampok hasil alam dan menindas masyarakat yang terjajah demi
kepentingan bangsa penakluk yakni para raja-raja dan bangsawan mereka.
Sebagaimana yang pernah dialami bangsa Indonesia yang
pernah dijajah oleh Belanda, Inggris juga Jepang. Rasa kebangsaan untuk lepas
dari penindasan dan ketertindasan yang dilakukan kolonialisme Belanda juga Jepanglah
pada akhirnya menimbulkan persamaan nasib masyarakat Indonesia mau merubah
nasib sehingga bersatu dan berjuang membentuk nation atau bangsa sendiri.
Kesadaran berbangsa untuk mengatur diri sendiri secara
bebas dan mendapatkan keadilan kesejahteraan yang lebih baik. Inilah persatuan
yang mendasari kemunculan organisasi-organisasi pergerakan melawan penjajahan
Belanda awal abad 20.
Aksi-aksi dan perlawanan radikal secara masif digalang
oleh kaum muda saat itu sampai munculnya perbedaan pandang dan ideologi di
antara organisasi dan kaum muda saat itu. Apakah perlu melakukan aksi-aksi
radial dan berpolitik membentuk partai sendiri atas masyarakat Hindia Belanda
yang terjajah (Indonesia) atau sekadar menuntut akses ekonomi.
Perdebatan ini dapat kita lihat dengan kemunculan Serikat
Dagang Indonesia (SDI) yang kemudian pecah menjadi Serikat Islam (SI). SI pun
pecah menjadi SI Putih dan SI Merah. SI Putih bersikap antipartisan dan tidak
mau melawan kolonialisme Belanda secara radikal, sementara Serikat Rakyat (SR)
membentuk partai politik dan menerapkan aksi-aksi dan perlawanan radikal
melawan Belanda.
Perspektif dan kesadaran mendirikan partai politik pun
mewarnai jalan panjang intelektual kaum muda berjuang membangun perluasan
kesadaran masyarakat pribumi untuk berbangsa dengan meraih kemerdekaan dan
mulai mengusung nama Indonesia.
Semangat ini bergema dan disambut oleh masyarakat kolonial
Hindia Belanda di seluruh wilayah dan teritori kekuasaan Belanda dari Sumatera
sampai beberapa wilayah Indonesia bagian Timur. Semangat ini muncul karena
persamaan ditindas dan ditekan dan meluasnya penggunaan bahasa melayu
mempermudah komunikasi dan persatuan yang muncul.
Jadi sesungguhnya, nasionalisme muncul karena kerelaan dan
persamaan nasib dan cita-cita dan harapan akan nilai rasa keadilan dan
persamaan dalam segala hal. Demikian juga kini segenap masyarakat Indonesia
paska-Revolusi Kemerdekaan 1945 memiliki harapan-harapan ini.
Jadi wajarlah bila ada sekelompok masyarakat Indonesia
yang ingin lepas dari NKRI ketika mereka tidak mendapatkan harapan dan
kenyataan ini, seperti yang dicerminkan dengan kemunculan pergolakan Rakyat
Aceh juga di beberapa wilayah timur Indonesia, seperti dulu Timor Timur dan
kini sebagian besar Rakyat Papua.
Semangat nasionalisme inilah yang harus kita pahami
kembali setelah Indonesia Merdeka 62 tahun lamanya, lepas dari penjajahan dan
kolonialisme Belanda dan Jepang. Ironis bila penguasa negeri ini dalam
perjalanan sejarah penjadi penindas bagi bangsanya sendiri dan mengangkangi
konstitusi pendiri bangsa yang telah berjuang sampai berdirinya nation Indonesia. Jadi kini, janganlah
penguasa bertanya mengapa pergolakan rakyat terus terjadi.
Kemiskinanlah yang telah membuat rakyat Indonesia kian
menggelora dan menggeliat kepanasan dan bukan tidak mungkin akan terjadi suatu
letupan gerakan sosial yang lebih besar di masa yang akan datang bila penguasa
negeri ini tidak mampu memberikan cita-cita bersama ini bagi semua rakyat
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar