Adam Guntara: Pendorong Terbentuknya Negara yang Maju dan Kuat
Umur suatu negara ternyata tidak menentukan tingkat kemajuan negara tersebut. Buktinya, India dan Mesir yang merupakan negara dengan peradaban yang telah lama
hidup dan berkembang sejak 2000 tahun silam. Keadaan di sana sekarang masih ditemukan banyak orang miskin dengan
fenomena keterbelakangan budaya.
Sumber daya
alam yang dimiliki oleh suatu negara juga tidak menjamin bahwa negara tersebut akan sejahtera. Contohnya,
sejumlah negara di benua Afrika dan Amerika Latin memiliki kekayaan alam
melimpah dalam wujud barang tambang dan hasil hutan, namun kondisinya amat
memprihatinkan. Sebaliknya, Jepang
yang merupakan negara “miskin” dari segi sumber daya alamnya, karena sebagian besar daratannya hanya ditutupi
pegunungan, sekarang telah
berubah menjadi sebuah negara
adidaya dari segi ekonomi.
Bahkan, Jepang dijuluki “pabrik terapung” di Asia Timur yang membeli semua bahan baku dari luar negeri dan kemudian
menjualnya dalam bentuk produk jadi ke hampir semua negara di
dunia.
Aspek kecerdasan
rasional dari penduduk suatu negara tidak pula menjamin negara tersebut akan tumbuh menjadi modern dan berteknologi canggih. Lihat saja, kurikulum pendidikan yang padat dan rumit di negara terbelakang seperti Indonesia tidak lebih baik dalam menghasilkan lulusan berkualitas dibanding negara maju yang hanya memiliki kurikulum
pendidikan yang sederhana dan
terarah.
Faktor warna
kulit dan tempat asal dari
penduduk dari suatu negara
sudah pasti tidak menentukan
kehebatan dari negara
tersebut. Karena, para imigran yang dianggap pemalas di negara asalnya banyak yang berubah menjadi warga
yang sukses menjalani hidupnya
yang menyenangkan di negara barunya.
Dari semua
fakta di atas, dapat disimpulkan ada faktor lain yang
sejatinya mempengaruhi
perbedaan antara negara maju
dan terbelakang. Faktor tersebut
tiada lain adalah prinsip dasar kehidupan (belief system) yang selalu melekat pada diri
masing-masing warga negara
tersebut. Faktor itu
nyaris tak berubah, hanya kadang-kadang
menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada.
Menurut sebuah
penelititan, prinsip dasar kehidupan yang rata-rata berkembang
di negara maju adalah pertama, mereka selalu menjadikan etika sebagai dasar dalam perilaku kehidupannya sehari-hari. Kedua, mereka memiliki
tingkat kejujuran dan integritas
yang tinggi dalam pergaulan sosial dengan lingkungannya. Ketiga, mereka memiliki rasa tanggung-jawab yang tinggi, baik pada dirinya pribadi, keluarga, dan
lingkungan sekitarnya.
Selanjutnya,
keempat, warga bangsa yang maju senantiasa
menghormati aturan dan hukum yang ada di masyarakat, sehingga
hak-hak orang lain pun tidak terabaikan dan tetap dihargai. Kelima, mereka
cinta pada pekerjaan dan selalu berusaha keras untuk menabung dan berinvestasi.
Hal ini disertai dengan sifat yang mau bekerja keras dan memiliki budaya tepat
waktu.
Dari situ
kita dapat membandingkan
dengan kondisi kita di Indonesia
yang masih berkembang, bukan karena
kurang sumber daya alam
dan manusia. Indonesia merupakan negara yang dijuluki “Zamrud Khatulistiwa” karena keindahannya membentang dari Sabang sampai Merauke
dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Indonesia juga merupakan negara dengan penduduk melimpah lebih
dari 220 juta jiwa.
Namun,
harus kita akui, Indonesia dalam
beberapa aspek masih terbelakang
karena tidak adanya kemauan yang kuat dari warganya sendiri untuk mengoptimalkan segenap sumber daya yang dimilikinya, baik alam maupun manusianya. Prinsip
kehidupan dan budaya yang
diterapkan sebagian besar warga
Indonesia belum mencerminkan sikap positif dan cocok dengan perkembangan zaman.
Padahal, itu kunci menuju kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
Penulis ingin
menekankan, jika Indonesia ingin menjadi negara yang maju dan kuat, maka hal pertama
yang harus dilakukan adalah membenahi kembali sistem masyarakat yang ada pada
kita. Bersihkan dari segala budaya negatif yang bermunculan, lalu mencoba untuk membangun kembali budaya-budaya
positif yang membangkitkan spirit masyarakat. Penyempurnaan pemahaman terhadap agama yang dipeluk masyarakat mungkin dapat dijadikan salah satu
solusi dalam mengatasi hal ini. Karena semua agama, terutama Islam,
tidak mengajarkan fatalisme, namun mendorong perbaikan diri secara individual
maupun kolektif.
*) Peserta PPSDMS Angkatan IV dari Regional
5 Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar