Translate

Minggu, 14 Juli 2013

“Fenomena Kawin Siri, dalam kecamata hukum dan sosial kemasyarakatan”

Ada fenomena yang dianggap baru terjadi dalam masyarakat kta, yaitu pelaksanaan kawin sirih. Tulisan ini muncul sebagai tanggapan dan kritik terhadap tulisan saudari Kinkin Puput Kinanti pada harian ini (Surya) pada tanggal 18 Maret 2009 yang berjudul “Kawin sirih dihukum?”.

Pada artikel tersebut, saudari Kingkin Puput Kinanti mencoba menggambarkan tentang fenomena kawin siri yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Namun, sangat disayangkan pendefinisan “kawin siri” itu apa tidak dijelaskan dan digambarkan dengan detail. Sehingga dengan demikian bisa menimbulkan kesalahpahaman dikalangan pembaca. Lebh-lebih lagi ketika saudari Puput menegaskan dalam tulisannya tersebut bahwa kawin siri tidak disukai oleh nabi. Padahal jika kita ingin menganalisa fenomena kawin siri dari sudut pandang sejarah dan agama, khususnya agama Islam. Maka tidak akan kita temukan bahwa Nabi Muhammad mengatakan tidak menyukai praktek kawin yang sederhana (jika kita mempersepsikan kawin siri sama dengan perkawinan yang bersifat sederhana dan tidak berlebih-lebihan). Malahan Rasulullah pernah menegaskan jika perkawinan yang baik adalah perkawinan yang dilakukan dengan sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Juga kalau kita menganalisa fenomena kawin siri yang marak terjadi dimasyarakat, bahwa kawin siri adalah perkawinan yang tidak disaksikan oleh orang banyak dan tidak dilakukan di depan Pegawai Pencatat Nikah atau dicatat di KUA.

Juga pada penjelasan Mbak Puput tentang syarat sah nikah. Dimana Mbak Puput menuliskan bahwa syarat sah sebuah perkawinan ialah adanya kedua mempelai, dua orang saksi, wali nikah, ijab dan Kabul. Perlu ditekankan dengan jelas di sini bahwa hal-hal yang telah disebutkan oleh mbak Puput bukanlah syarat sah perkawinan melainkan rukun perkawinan. Hal ini dapat dilihat jelas pada Inpres No.1 Tahun 1991 Tentan Kompilasi Hukum Islam pada Buku I Pasal 14. Perlu diketahui bahwa rukun adalah suatu hal yang jika ditinggalkan akan membuat perkawinan tersebut tidak sah atau bisa dikatakan bahwa tidak pernah ada perkawinan. Sedangkan syarat perkawinan adalah suatu hal yang jika ditinggalkan tidak akan membatalkan perkawinan tersebut. Dalam hukum positif kita, sangat jelas ditegaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974).

Fenomena kawin siri jika kita coba menganalisanya dari sudut pandang ilmu sosial. Maka kita akan dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa ia merupakan suatu tindakan sosial dari individu-individu (Weber, 1921/1968). Tindakan sosial terhadap apa? Yaitu terhadap kesadaran kolektif masyarakat yakni jika dua pasang sejoli khendak menikah, mereka harus menyelesaikan kuliah dulu, harus kerja dulu, dan masih banyak lagi berbagai simbol yang muncul di tengah-tengah masyarakat kita dan telah diterima menjadi sebuah kesadaran kolektif (Durkheim, 1893/1964: 79-80). Padahal jika kita analisis lebih mendalam lagi, maka kita akan melihat tingginya beban psikologis yang dirasakan oleh individu-individu tadi.

Beban psikologis mereka bisa berupa keinginan yang kuat untuk melakukan suatu hubungan layaknya suami-isteri kepada lawan jenisnya. Nasihat orang tua pada umumnya kepada anaknya hanyalah meminta untuk menahan. Tapi menurut hemat penulis, apapun yang menjadi petuah orang tua tersebut tidak akan mampu melawan gejolak yang merupakan fitrah ilahiyah dalam anak tersebut. Apa lagi bertambah banyaknya pengaruh dari lingkungan sekitar yang membuat fitrah tersebut semakin membara. Pengaruh tersebut utamanya adalah televisi, yang mana kebanyakan chanel yang ada menampilkan acara-acara yang mengekspose perempuan dengan berbagai macam pakaiannya yang aduhai. Belum lagi pengaruh dari gaya pakaian perempuan-perempuan usia remaja bahkan dewasa yang semakin mengikuti budaya barat, dan kehilangan budaya sesungguhnya. Yaitu kebudayaan asli Indonesia, yang mana sebagian besar dipengaruhi oleh Agama Islam.

Akhirnya, jika gejolak tersebut telah begitu membaranya. Maka keinginan untuk berzina pun akan menjadi pilihan mereka. Inilah realita yang bisa kita lihat sekarang, khususnya pada kaum muda. Mereka juga tidak bisa disalahkan secara langsung begitu saja karena keadaan sosial yang memaksa mereka untuk melakukan hal tersebut.

Setelah melakukan perzinahan tersebut, siperempuan pun hamil. Kemudian orang tua masing-masing pun dibuat pusing bukan kepayan. Jalan kawin siri pun akhirnya diambil sebagai pelindung aib besar anak-anaknya. Disinilah muncul persepsi baru tentang kawin siri. Bahwa kawin siri adalah perkawinan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena telah terjadinya sesuatu hal seperti disebutkan di atas.

Inilah juga yang memunculkan ide untuk mempidanakan pelaku kawin siri dan yang mengawinkannya. Menurut hemat penulis, pemidanaan yang dirancang dalam RUU Materiil Peradilan Agama bahwa pelaku pernikahan siri dan yang menikahkannya akan dikenakan pidana kurungan maksimal 3 bulan dan/atau denda Rp.5.000.000 belum begitu dibutuhkan saat ini. Apalagi akan bertentangan dengan Pasal 28 Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan kepercayaannya itu.

Dipenghujung tulisan ini, penulis berharap para orang tua mampu memahami keinginan menikah anak-anaknya yang sudah menginjak usia layak untuk menikah. Hal ini untuk mengindari dampak negatif dari pencegahan terhadap keinginan mereka untuk menikah seperti keinginan untuk melakukan hubungan suami isteri dan sebagainya. Sehingga dengan pemahaman yang baik dari orang tua juga diharapkan perkawinan yang akan dilaksanakan tidak lagi dengan konsep kawin siri. Artinya, ia telah didaftar telah menikah secara hukum positif. Sehingga hak-hak dari mereka terutama perempuan dapat terpenuhi sebagaimana mestinya. Hak-hak yang dimaksud seperti hak waris, hak atas harta bawaan, hak atas harta bersama, hak pengasuhan anak, dan hak mengajukan gugatan cerai, hak menuntut suami yang melakukan perceraian, dan sebagainya.

Smber : http://ullahexplorer.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar