Blog ini bertujuan agar mempermuda Mahasiswa untuk memperoleh informasi dalam studinya.
Translate
Senin, 11 Maret 2013
PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONTEKS NASIONAL DAN INTERNASIONAL.1
Ifdhal Kasim
PENDAHULUAN
Dalam 10 tahun terakhir, Argentina, Kamboja, Cile, El Salvador, Guatemala, Haiti,
Uruguay dan Afrika Selatan telah memberikan amnesti kepada para penguasa rezim lama
yang mendalangi penyiksaan dan pembunuhan ribuan warga sipil di negara-negara
mereka. Dari negara-negara yang disebutkan, empat di antaranya (Kamboja, El Salvador,
Haiti dan Afrika Selatan) mendapatkan bantuan PBB dalam usaha mendorong, membantu
merundingkan atau mendukung pemberian amnesti sebagai cara untuk mengembalikan
perdamaian dan pemerintahan demokratis. Saat ini proses pertanggungjawaban yang
serupa juga sudah dan sedang berlangsung di Indonesia, yakni dengan diseretnya para
pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia di Pengadilan HAM adhoc, dan serangkaian
proses penyelidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia lainnya
(seperti Tanjung priok, Semanggi I & II, Abepura dan seterusnya).
Banyak pakar menjelaskan mengapa pertanggungjawaban atas pelanggaran berat
hak asasi manusia menjadi demikian mutlak, dan mengapa mereka menentang
pemberian amnesti bagi para pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia (seperti
kejahatan perang, genosida, penyiksaan, dan kejahatan terhadap kemanusiaan)2. Secara
spesifik, mengadili para pelaku kejahatan demikian tidak dapat ditawar untuk mencegah
terulangnya Pelanggaran di masa depan, mencegah “pengadilan jalanan,” mendorong
rekonsiliasi dan memperkuat penghormatan terhadap hukum dan rezim demokratis yang
baru. Mengapa begitu kuat tuntutan bagi pertanggungjawab dan mengapa begitu keras
penolakan terhadap pemberian amnesti bagi pelaku pelanggaran ak asasi manusi,
apakah terdapat kewajiban dalam hukum internasional untuk mengadili kejahatan yang
bersangkutan? Tulisan ini akan mencoba membahas masalah ini untuk melihat kolerasi
antara pengadilan nasional dan internasional dalam mengadili kejahatan internasional
yang serius (atau pelanggaran berat hak asasi manusia).
SUMBER KEWAJIBAN UNTUK MENGADILI
A. Kejahatan yang Didefinisikan dalam Konvensi Internasional
1 Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional Ke-VIII, BPHN, Bali 14-18 Juli
2003.
2 Lihat pada umumnya ASPEN INST. , STATE CRIMES: PUNISHMENT OR PARDON-PAPERS AND
REPORT OF THE CONFERENCE (1989).
Hak negara untuk memberikan amnesti terhadap suatu kejahatan dapat dilangkahi
oleh perjanjian yang ditandatangani negara tersebut. Seperti dijelaskan Pasal 27
Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian, “salah satu pihak tidak boleh menggunakan
ketentuan hukum nasionalnya sebagai justifikasi atas kegagalannya menaati sebuah
perjanjian.” Terdapat beberapa konvensi internasional yang jelas menunjukkan adanya
kewajiban untuk mengadili kejahatan kemanusiaan atau hak asasi yang didefinisikan di
dalamnya. Yang penting di antaranya adalah Konvensi Jenewa 1949, Konvensi Genosida
dan Konvensi Penyiksaan. Dalam pemberlakuan konvensi-konvensi tersebut, pemberian
amnesti terhadap orang-orang yang didefinisikan di dalamnya bertanggungjawab atas
terjadinya kejahatan yang merupakan pelanggaran terhadap kewajihan yang dimuat
dalam konvensi tersebut. Namun perlu dicatat bahwa konvensi-konvensi tersebut
dinegosiasikan dalam konteks Perang Dingin dan dengan demikian dirancang untuk
berlaku hanya dalam beberapa situasi-situasi tertentu saja.
1. Konvensi Jenewa 1949. Keempat Konvensi Jenewa dinegosiasikan pada tahun
1949 untuk mengkodifikasi aturan internasional tentang perlakuan terhadap
tawanan perang dan warga sipil di wilayah yang diduduki. Konvensi Jenewa
termasuk perjanjian yang paling banyak diratifikasi. Masing-masing konvensi
tersebut memuat pernyataan spesifik tentang “pelanggaran berat,” yaitu kejahatan
perang di bawah hukum internasional yang memiliki liabilitas individual dan wajib
diadili oleh negara.3 Pelanggaran berat tersebut mencakup pembunuhan,
penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk eksperimen biologi,
menyebabkan penderitaan atau cedera berat terhadap badan atau kesehatan,
penghancuran harta benda secara berlebihan yang secara militer tidak bisa
dijustifikasi, secara sengaja tidak memberikan kesempatan pengadilan yang adil
bagi penduduk sipil, dan penahanan secara melanggar hukum terhadap warga
sipil.
Para penandatangan Konvensi jenewa memiliki kewajiban untuk menyelidiki,
mengadili dan menghukum para pelaku pelanggaran berat konvensi tersebut
kecuali bila mereka menyerahkan para pelaku tersebut untuk diadili pihak negara
lainnya. Commentary to the Conventions, yang merupakan sejarah resmi proses
negosiasi yang berujung pada disahkannya Konvensi tersebut, memperkuat bahwa
kewajiban untuk mengadili tersebut bersifat “mutlak,” berarti, inter alia, tidak ada
negara yang sudah mengesahkan konvensi tersebut boleh, alam kondisi apa pun,
memberikan imunitas atau amnesti dari pengadilan terhadap pelanggaran berat.
Namun, kewajiban untuk mengadili tersebut terbatas untuk konteks konflik
bersenjata internasional.
Ada dua alasan mengapa Konvensi Jenewa tidak bisa diberlakukan pada
negara-negara yang dicontohkan di muka, yang menolak mengadili para
penanggungjawab kekejaman. Pertama, perlu ada jumlah kekerasan yang amat
besar untuk bisa disebut sebagai konflik bersenjata, untuk membedakannya dari
gangguan dengan tingkat lebih rendah seperti kerusuhan atau pertempuran
3 Lihat VIRGINIA MORRIS & MICHAEL P. SCHARF, AN INSIDER'S GUIDE TO THE INTERNATIONAL
CRIMINAL TRIBUNAL FOR THE FORMER YUGOSLAVIA 64-65 (1995).
sporadis yang terisolir.4 Kedua, kekerasan di negara-negara tersebut tidak memiliki
karakter internasional seperti yang dimuat dalam Konvensi Jenewa. Persyaratan
konflik internasional berasal dari keempat Konvensi tersebut, yang menjelaskan
konflik internasional sebagai perang yang dinyatakan secara resmi atau konflik
bersenjata lainnya antara dua atau lebih pihak berdaulat, bahkan bila kondisi
perang tersebut tidak diakui oleh salah satunya, dan kasus-kasus pendudukan total
atau sebagian terhadap wilayah salah satu pihak, bahkan bila pendudukan tersebut
tidak dihadapi dengan perlawanan bersenjata.5
2. Konvensi Genosida. Konvensi Genosida mulai berlaku sejak tanggal 12 Januari
1952, dan sudah diratifikasi oleh banyak negara.6 Seperti konvensi-konvensi
Jenewa, Konvensi Genosida memberikan kewajiban mutlak untuk mengadili orangorang
yang bertanggung jawab atas genosida, seperti didefinisikan di dalam
Konvensi. Konvensi tersebut mendefinisikan genosida sebagai salah satu tindakan
berikut ini, bila dilakukan “dengan tujuan untuk menghancurkan, secara
keseluruhan maupun sebagian, sebuah kelompok nasional, etnis, rasial atau
religius.
Konvensi Genosida memiliki dua pembatasan yang menjadikannya tidak bisa
diterapkan pada sebagian terbesar kasus di atas. Pertama, konvensi tersebut
hanya berlaku pada mereka yang memiliki tujuan spesifik untuk menghancurkan
sebagian besar populasi kelompok yang menjadi sasaran. Kedua, para korban
harus merupakan salah satu kelompok yang dijelaskan dalam Konvensi Genosida,
yaitu nasional, etnik, rasial atau religius. Perlu diperhatikan bahwa para perancang
Konvensi Genosida secara sengaja mengabaikan tindakan-tindakan yang ditujukan
kepada “kelompok politik” dan tidak mencantumkannya dalam definisi genosida.
3. Konvensi Penyiksaan. Konvensi Penyiksaan mulai berlaku pada tanggal 26 Juni
1987 dan saat ini hanya disahkan oleh 79 negara 7 Banyak kejahatan brutal yang
dilakukan di negara-negara yang disebutkan di atas; tercakup dalam definisi ini.
Konvensi Penyiksaan mensyaratkan bahwa semua penanda- tangannya
menjadikan semua tindakan penyiksaan sebagai pelanggaran hukum
domestiknya,8 menerapkan yurisdiksinya terhadap pelanggaran demikian bila, inter
alia, tersangka pelaku adalah warga negara tersebut, dan bila negara tidak
4 Lihat THEODOR MERON, HUMAN RIGHTS IN INTERNAL STRIFE: THEIR INTERNATIONAL
PROTECTION 46 (1987). Untuk diskusi tentang perkembangan sejarah istilah “perang” dan “konflik
bersenjata,” lihat Werner Meng, War, dalam 4 ENCYCLOPEDIA OF PUBLIC lNTERNATIONAL LAw 282
(1982); Karl Josef Partsch, Armed Conflict, dalam 1 ENCYCLOPEDIA OF PUBLIC INTERNATIONAL LAw
249 (1992).
5 Lihat Pasal 2 Konvensi Jenewa I, II, III dan IV, supra catatan kaki 14.
6 Hingga tanggal 31 Desember 1993, 112 negara sudah mengesahkan konvensi ini.
7 Konvensi melawan Penyiksaan dan Pelakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau
Merendahkan Martabat, dibuka untuk ditandatangani 4 Februari 1985, UN GAOR Supp. (No.51) hal 197,
UN Doc. A/39/51 (1984).
8 Ibid., pasal 4. Pasal tersebut juga mensyaratkan negara untuk mengkriminalkan tindakan yang
“menunjukkan mufakat atau partisipasi dalam penyiksaan.” Ibid.
mengekstradisi tersangka penyiksaan, Konvensi mewajibkannya untuk
menyerahkan kasus tersebut pada otoritas yang kompeten untuk proses
pengadilan. Beberapa komentator menyataka bahwa penggunaan istilah dan gaya
bahasa dalam Konvensi Penyiksaan memberikan kemungkinan untuk amnesti,
sementara dalam Konvensi Genosida terdapat kewajiban yang lebih mutlak untuk
mengadili dan menghukum. Argumen ini berfokus pada kenyataan bahwa
Konvensi Genosida mewajibkan agar orang yang melakukan genosida “harus
dihukum” dan mewajibkan negara untuk “memberikan sanksi yang efektif,”
sementara Konvensi Penyiksaan hanya mewajibkan Negara untuk “memberikan”
kasus yaNg berkaitan dengan tuduhan penyiksaan kepada “otoritas yang
kompeten untuk proses pengadilan” dan hanya mewajibkan negara untuk
menjadikan penyiksaan “dapat dihukum dengan sanksi yang tepat dengan
mengingat sifatnya yang mengerikan.” Maka, menurut para pengamat tersebut,
Konvensi Penyiksaan “tidak secara eksplisit mewajibkan terlaksananya pengadilan,
apalagi pemberian sanksi hukuman.”
Argumen demikian sebenarnya salah mengartikan sifat formulasi “mengadili
atau mengekstradisi” yang digunakan dalam Konvensi Penyiksaan, dan diulang
,dalam beberapa konvensi kriminal internasional modern lainnya. Konvensi
Penyiksaan dirancang dengan gaya bahasa yang hati-hati untuk mencerminkan
perkembangan dalam standar proses hukum internasional yang terjadi dalam
hampir empat puluh tahun setelah Konvensi Genosida dirancang pada tahun 1948.
Salah satu hal penting adalah pengesahan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik pada
tahun 1966, yang mewajibkan negara untuk menjamin hak tersangka, termasuk
hak untuk “dianggap tidak bersalah,” dan hak “untuk diperiksa di muka pengadilan,”
sehingga pengadilan tersebut dapat segera menentukan keabsahan
penahanannya dan membebaskannya bila penahanan tersebut bila tidak sesuai
dengan hukum. Agar konsisten dengan hak-hak tersebut, Konvensi Penyiksaan
harus dibahasakan sedemikian rupa untuk menghindarkan kesan proses
pengadilan dirancang untuk mencapai hasil tertentu dan untuk mengakui bahwa
terdapat alasan yang sah untuk menghentikan penyelidikan atau sebuah kasus
sebelum pengadilan dimulai.
Juga, sedikit perbedaan dalam klausa hukuman kedua konvensi tersebut tidak
perlu diperhatikan. Tujuan manifes kedua konvensi tersebut adalah untuk menjamin
bahwa orang yang dituduh melakukan genosida atau penyiksaan dikenai hukuman yang
berat. Merujuk pada para perancang Konvensi Penyiksaan, “dalam menerapkan pasal 4
[yaitu bahwa negara wajib memberikan “sanksi yang tepat dengan mengingat sifatnya
yang mengerikan”], bisa dikatakan bahwa hukuman bagi penyiksa haruslah serupa
dengan sanksi yang diberikan pada pelaku pelanggaran yang paling berat dalam sistem
hukum domestik.” Maka, pembahasaan dalam Konvensi Penyiksaan tidak bisa dianggap
memberikan kemungkinan amnesti atau pengampunan.
Sayangnya, sebagian besar negara di dunia (termasuk hampir semua negara yang
disebutkan di muka) belum mengesahkan Konvensi Penyiksaan. Namun, beberapa pakar
menganggap bahwa konvensi tersebut masih tetap relevan, berdasarkan keputusan
Komisi Penyiksaan pada tahun 1990 tentang undang-undang amnesti Argentina. Dalam
kasus tersebut, Komisi Penyiksaan, yang merupakan badan yang bentuk melalui
Konvensi Penyiksaan untuk mengawasi penerapannya, memutuskan bahwa laporan
warga sipil Argentina tentang sanak keluarganya yang disiksa oleh militer tidak dapat
diterima karena Argentina baru meratifikasi konvensi tersebut setelah undang-undang
amnesti diberlakukan. Namun, dalam diktum, Komisi Penyiksaan menyatakan bahwa
“Bahkan sebelum diberlakukannya Konvensi terhadap Penyiksaan, terdapat aturan umum
dalam hukum internasional yang seharusnya mewajibkan semua negara untuk,
mengambil tindakan efektif untuk mencegah penyiksaan dan menghukum pelaku tindakan
tersebut.”
Pernyataan komisi tersebut tidak bisa pula disalah- artikan bahwa ia menyatakan
bahwa hukum kebiasaan internasional melarang amnesti bagi para pelaku penyiksaan.
Dengan menggunakan kata “seharusnya,” Komisi menunjukkan bahwa pernyataannya
bersifat aspirasional dan bukan suatu kewajiban. Dengan dasar keputusan itu, komisi
menyerukan kepada Argentina untuk memberikan kompensasi bagi para korban
penyiksaan dan keluarganya; ia tidak menyatakan bahwa hukum internasional
mewajibkan Argentina melakukan hal itu. Ia juga tidak menyatakan bahwa kompensasi
tersebut berupa pengadilan terhadap mereka yang bcrtanggung jawab, namun berupa
ganti kerugian. Keputusan komisi tersebut menunjukkan bahwa Konvensi Penyiksaan
tidak mewajibkan negara-negara yang tidak mengesahkannya untuk mengadili para
pelaku penyiksaan.
B. Konvensi Umum Hak Asasi Manusia
Berbeda dari konvensi kriminal internasional yang dibicarakan di depan, “konvensi
umum hak asasi manusia” seperti Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik,9
Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Mendasar,10 dan
Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia 11 tidak memuat adanya kewajiban untuk
menghukum pelanggaran hak-hak yang mereka lindungi. Namun, konvensi-konvensi
umum tersebut memang mewajibkan negara untuk “menjamin” hak-hak yang dimuat di
dalamnya.
Beberapa pakar menganggap bahwa kewajiban untuk menjamin, hak ini berarti
kewajiban untuk mengadili para pelanggar,12 Untuk mendukung pandangan ini, para
pakar tersebut menunjukan “interpretasi otoritatif” susunan Komisi Hak Asasi Manusia,
9 Diterima 19 Desember 1966, 999 UNTS 171 (mulai berlaku 23 Maret 1976).
10 Ditandatangani 4 November 1950, 213 UNTS 222, Europ T.S. No. 5 (mulai berlaku 3 September 1953).
11 Diterima 7 Januari 1970, OAS Official Records, OEA/ser.K/XVI/1.1, doc. 65 rev. 1, corr. 1 (1970), dimuat
dalam 9 ILM 673 (1970).
12 Lihat Thomas Buergenthal, To Respect and to Ensure: State Obligations and Permissible Derogations,
dalam THE INTERNATIONAL BILL OF RIGHTS: THE COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS
77 (Louis Henkin ed., 1981) (bahwa “kewajiban untuk 'menjamin' hak menciptakan kewajiban negaramisalnya,
untuk mendisiplinkan pejabatnya”); Yoram Dinstein, The Rights to Life, Physical Integrity , and
Liberty, dalam THE INTERNTIONAL BILL OF RIGHTS 119 (bahwa para pengesah Kovenan harus
menjalankan due diligence untuk mencegah penghilangan nyawa secara sengaja oleh individual, “dan
juga untuk menangkap para pembunuh dan mengadili mereka untuk mencegah penghilangan nyawa di
masa depan”).
yang dibentuk untuk mengawasi ketaatan terhadap Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik,
Komisi tersebut diberi wewenang untuk memberikan pandangan terhadap laporan yang
diterima dari individu yang berasal dari negara-negara yang telah meratifikasi Protokol
Opsional untuk Kovenan tersebut dan mengaku bahwa mereka mengalami pelanggaran
hak yang dilindungi oleh Kovenan tersebut.13 Tiga komentar komisi tersebut perlu
diperhatikan dalam jawabannya terhadap laporan tentang penyiksaan di Zaire, komisi
menyatakan bahwa zaire “memiliki kewajiban untuk mengadakan penyelidikan tentang
terjadinya penyiksaan para korban, tersebut, menghukum mereka yang ditemukan
bersalah dan mengambil langkah untuk menjamin bahwa pelanggaran serupa tidak terjadi
di masa depan.” 14 Dalam jawabannya terhadap laporan tentang eksekusi di luar hukum di
Suriname, komisi menyerukan pemerintah “untuk mengambil langkah yang efektif... untuk
menyelidiki pembunuhan tersebut... [dan] mengadili orang-orang yang
bertanggungjawab.”15 Dan dalam kasus penghilangan (penculikan paksa oleh agen
negara yang diikuti bantahan tentang pengetahuan keberadaan para korban tersebut) di
Uruguay, komisi menyimpulkan bahwa pemerintah Uruguay harus mengambil langkah
yang efektif untuk mengadili orang-orang yang bertanggung jawab.16
Selain itu, Komisi Hak Asasi Manusia secara teratur menyusun “Komentar Umum”
yang menjabarkan sifat kewajiban para negara yang telah mengesahkan kovenan,
menurut berbagai pasalnya. Pada tahun 1992, komisi menerbitkan komentar umum yang
menyatakan bahwa amnesti bagi para penyiksa “pada umumnya tidak sesuai dengan
kewajiban negara untuk menyelidilki hal itu; untuk menjamin kebebasan dari tindakan
demikian sesuai yurisdiksinya; dan untuk menjamin bahwa hal tersebut tidak akan terjadi
di masa depan.”17
C. Hukum Kebiasaan Internasional: Kejahatan terhadap Kemanusiaan 18
Beberapa pakar belakangan ini menyatakan bahwa terdapat kewajiban dalam
hukum kebiasaan internasional untuk mengadili para pelaku kejahatan terhadap
kemanusiaan dan pemberian amnesti bagi para pelaku kejahatan tersebut merupakan
pelanggaran hukum internasional.19
13 Lihat Protokol Opsional untuk Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, GA Res. 2200A, 21 UN
GAOR Supp. (No, 16) hal 59, pasal 1, UN Doc. A/6316(1966).
14 Muteba v, Zaire, Comm, No. 124/1982, 39 UN GAOR Supp. (No.40) Annex XIII, UN Doc. A/39/40 (1984).
15 Boaboeram v, Suriname, Comm. No. 146/1983 dan 148-154/1983, 40 UN GAOR Supp, (No. 40) Annex X,
¶ 13.2, UN Doc. A/40/40 (1985).
16 Lihat Quinteros v. Uruguay, Comm. No. 107/1981, 38 UN GAOR Supp. (No. 40) Annex XXII, UN Doc.
A/38/40 (1983).
17 Komentar Umum No. 20 (44) (pasal 7), UN Doc. CCPR/C21/Rev.1/Add.3, para. 15 (April 1992).
18 Kejahatan ini telah menjadi hukum positif internasional sejak disahkannya Statuta Roma tentang
makhamah Pidana Internasional pada Juli 1998,
19 Lihat AMERICA'S WATCH, SPECIAL ISSUE: ACCOUNTABILITY FOR PAST HUMAN RIGHTS ABUSES
2 (Desember 1989); M. CHERIF BASSIOUNI, CRIMES AGAINTS HUMANITY IN INTERNATIONAL
CRIMINAL LAW 492, 500-01 (1992).
Istilah “kejahatan terhadap kemanusiaan” sebagai label untuk suatu kategori
kejahatan internasional yang diakui oleh hukum kebiasaan internasional timbul dari
deklarasi bersama pemerintah Perancis, Inggris dan Rusia pada tangga1 28 Mei 1955,
yang mengutuk tindakan pemerintah Turki yang membantai lebih dari sejuta warga
Armenia di Turki, sebagai “kejahatan terhadap peradaban dan kemanusiaan” yang harus
dipertanggungjawabkan para pejabat pemerintahan Turki.20 Piagam Pengadi1an
Kejahatan Perang Nuremberg adalah instrumen internasional pertama yang
mengkodifikasi kejahatan terhadap kemanusiaan. 21 Dasar pencantuman kejahatan
tersebut mencakup Konvensi Den Haag 1899 dan 1907, pengalaman dan praktik setelah
Perang Dunia Pertama dan deklarasi Sekutu pada masa Perang Dunia Kedua. Dalam
memberikan pembelaannya bagi hukum ex post facto ini, Pengadilan Nuremberg
menyimpulkan, “Piagam ini bukanlah penggunaan kekuasaan secara semena-mena oleh
negara-negara yang menang, namun dalam pandangan Pengadilan, sebagaimana akan
terlihat, ia adalah, ekspresi hukum internasional yang ada pada saat terbentuknya; dan
dengan demikian merupakan kontribusi bagi hukum internasional.”22
Di bawah Piagam Nuremberg, pembedaan antara kejahatan perang dan kejahatan
terhadap kemanusiaan hanyalah bahwa yang pertama dilakukan terhadap warga negara
lain, sementara yang kedua dilakukan terhadap warga negara yang sama dengan para
pelakunya.23 Keduanya dilakukan berkaitan dengan perang. Sementara Pengadilan
Nuremberg menyatakan bahwa ia tidak memiliki yurisdiksi atas tindakan persekusi bagi
para warga Yahudi Jerman sebelum tahun 1939, keputusan akhimya tidak jelas apakah
Pengadilan tersebut mengangap bahwa keterkaitan dengan perang tersebut merupakan
bagian dari hukum internasional atau hanya dari piagam pembentukannya saja.
Statuta Pengadilan Pidana Internasional untuk Rwanda, yang merupakan kodifikasi
terbaru kejahatan terhadap kemanusiaan, memberikan kepada pengadilan tersebut
“kekuasaan untuk mengadili orang-orang yang bertanggung jawab untuk kejahatan
berikut ini bila dilakukan sebagai bagian serangan luas atau sistematis terhadap
penduduk sipil apa pun atas dasar nasional, politis, etnis, rasial atau religius: (a)
Pembunuhan; (b) pembantaian; (c) perbudakan; (d) deportasi; (e) pemenjaraan; (f)
penyiksaan; (g) pemerkosaan; (h) persekusi atas dasar politis, rasial dan agama; dan (i)
tindakan tidak manusiawi lainnya.” Definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ini memiliki
empat kriteria umum, yaitu: tindakan tersebut harus tidak manusiawi, tersebar luas atau
sistematis, diarahkan terhadap penduduk sipil dan dilakukan atas dasar nasional, politis,
etnis, rasial atau agama.
Kriteria pertama membedakan kejahatan terhadap kemanusiaan dari tindakan yang
tidak melanggar hukum (seperti pemenjaraan atau deportasi) yang dilakukan setelah
keputusan hukum atau administratif yang valid setelah proses yang lengkap dan adil
20 Lihat BASSIOUNI, hal. 168
21 Ibid., Hal. 1.
22 22 TRIAL OF THE MAJOR WAR CRIMINALS BEFORE THE INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL
461 (1949), dikutip dalam BASSIOUNI, hal. 120.
23 Lihat Egon Schwelb, Crimes Against Humanity, 23 BRITISH Y.B. INT'L L. 206 (1946).
Kriteria kedua mensyaratkan bahwa tindakan tidak manusiawi tersebut tersebar luas atau
sistematis, bukan hanya tindakan terisolir atau random. Kriteria ketiga menunjukan bahwa
kejahatan terhadap kemanusiaan dibatasi pada tindakan tidak manusiawi yang dilakukan
terhadap warga sipil, bukan anggota angkatan bersenjata. Kriteria keempat, yang
mencakup tindakan yang dilakukan atas dasar politik, menunjukan perbedaan penting
antara kejahatan terhadap kemanusiaan dalam hukum kebiasaan internasional dan
kejahatan genosida yang oleh Konvensi Genosida dibatasi di luar “Kelompok Politik.”
Secara tradisional, para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan diperlakukan
seperti para bajak laut, sebagai hostis humani generis (musuh umat manusia), dan semua
negara, termasuk negara mereka, bisa menghukum mereka melalui pengadilan
domestiknya. Dengan ketiadaan traktat yang memuat prinsip aut dedere aut judicare
(mengekstradisi atau mengadili), “yurisdiksi universal” ini sebenarnya bersifat
memungkinkan, dan bukan memaksa. Namun, seperti dicatat di muka, beberapa pakar
menganggap bahwa hukum kebiasaan internasional tidak hanya mengizinkan pengadilan
terhadap pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan, namun mewajibkan pengadilan
terhadap mereka, dan sebaliknya melarang pemberian amnesti bagi orang-orang
tersebut.
Hukum kebiasaan internasional, yang memiliki kekuatan mengikat sama terhadap
negara dengan hukum perjanjian, timbul dari “praktik umum dan konsisten negara-negara
yang diikuti karena perasaan kewajiban hukum” yang dikenal sebagai opinio juris. Dalam
anggapan tradisional tentang hukum kebiasaan internasional, “yang penting adalah
tindakan, tidak hanya kata-kata.” Namun, mereka yang menganggap bahwa hukum
kebiasaan internasional melarang amnesti untuk kejahatan terhadap kemanusiaan
mendasarkan posisi mereka pada Resolusi Sidang Umum yang tidak mengikat, deklarasi
seruan konferensi internasional, dan konvensi internasional yang tidak diratifikasi secara
luas, bukan praktik yang dilakukan oleh banyak negara konsisten dengan aturan tersebut.
Para pakar sering kali mengutip Deklarasi Suaka Teritorial 24 sebagai pengakuan
internasional pertama terhadap kewajiban hukum untuk mengadili para pelaku kejahatan
terhadap kemanusiaan. Deklarasi tersebut menyatakan bahwa negara tidak boleh
memberikan suaka “bagi semua orang yang perlu diperhatikan dengan serius bahwa ia
melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.” Namun, menurut catatan historis deklarasi
ini, “sebagian besar anggota menekankan bahwa rancangan deklarasi ini tidak ditujukan
untuk menyarankan norma hukum baru atau mengubah aturan hukum internasional yang
sudah ada, namun memberi dasar prinsip kemanusiaan dan moral yang luas yang bisa
dijadikan patokan dalam menyeragamkan praktik mereka berkaitan dengan suaka.” Ini
menjadi bukti bahwa sejak awalnya Sidang Umum memberikan peran bagi dirinya
sebagai penasehat dan bukan pencipta aturan mengikat untuk mengadili kejahatan
terhadap kemanusiaan.
Bila ada praktik negara yang tersebar luas dalam bidang ini, itu adalah praktik
pemberian amnesti atau impunitas de facto bagi para pelaku kejahatan terhadap
24 GA Res. 2312, 22 UN GAOR Supp. (No. 16) hal. 81, UN Doc. A/6716 (1967).
kemanusiaan. Bahkan, segera setelah diciptakannya isti]ah “kejahatan terhadap
kemanusiaan” terkait dengan pembantaian warga Armenia pada Perang Dunia Pertama,
komunitas internasional menyepakati pemberian amnesti bagi warga Turki yang
melakukannya. Pengadilan juga diabaikan setelah perang Aljazair, ketika, setelah
Kesepakatan Evian pada tahun 1962, Perancis dan Aljazair memutuskan untuk tidak
mengadili, para pelaku kekejaman. Demikian pula, setelah perang Bangladesh pada
tahun 1971, India dan Bangladesh sepakat untuk tidak mengadili warga Pakistan yang
dituduh melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai imbalan
pengakuan politik Bangladesh oleh Pakistan. Akhimya, seperti dibahas di depan,
sejumlah negara, sering kali dengan dukungan PBB, memberikan amnesti bagi para
pelaku kejahatan yang tampaknya termasuk dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mereka yang menganggap bahwa terdapat kewajiban dalam hukum kebiasaan
internasional untuk menghukum kejahatan terhadap kemanusiaan menyikapi banyaknya
praktik negara yang bertentangan dengan menyatakan bahwa “bahkan negara-negara
yang mengesahkan perundang-undangan amnesti dan dengan demikian menciptakan
impunitas tidak membantah eksistensi secara mendasar kewajiban untuk mengadili,
namun menggunakan pertimbangan lain, seperti rekonsiliasi nasional atau instabilitas
proses demokratis.” Dukungan bagi pemikiran ini bisa ditemukan dalam keputusan
Mahkamah Internasional dalam kasus Nikaragua dan dalam opini Pengadilan Banding
Tingkat Dua Amerika Serikat dalam kasus Filartiga yang sering kali dikutip.
Jadi, meskipun terdapat seperangkat resolusi Sidang Umum yang menyerukan
pengadilan terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan dan argumen kebijakan dan
yurisprundensi yang kuat yang menyerukan pelaksanaan hal itu, praktik negara hingga
kini belum mendukung keberadaan kewajiban dalam hukum kebiasaan internasional
untuk tidak memberikan amnesti bagi kejahatan demikian.
PENGADILAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL
Uraian di atas menunjukkan kuatnya sumber-sumber hukum internasional untuk
kejahatan serius hak asasi manusia, sekaligus menunjukkan bahwa terdapat kewajiban
bagi setiap negara untuk mengadili kejahatan-kejahatan tersebut. Mengadili atau
menghukum para pelaku pelanggaran hak asasi manusia telah diterima menjadi salah
satu prinsip dalam hukum hak asasi manusia internasional, yang dikenal dengan prinsip
“human rights violators must be punished”; negara-negara tidak dapat begitu saja
mengabaikan kewajiban tersebut. Apabila kewajiban tersebut diabaikan oleh suatu
negara, maka barulah kewajiban tersebut dapat diambil alih oleh masyarakat
internasional. Dalam kontek inilah kita bicara mengenai hubungan antara pengadilan
nasional dan internasional dalam mengadili kejahatan-kejahatan serius tersebut.
Kehadiran pengadilan hak asasi manusia pada suatu negara (ditingkat nasional seperti
yang terdapat di Indonesia dengan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia) dapat dipandang sebagai usaha untuk memenuhi kewajiban internasional yang
digambarkan di atas. Dengan menyediakan mekanisme remedi yang efektif di tingkat
nasional--apakah dalam bentuk menghadirkan pengadilan hak asasi manusia secara
khusus, negara tersebut dapat dipandang menunjukkan keseriusannya dalam menangani
pelanggaran hak asasi manusia di dalam negerinya. Hukum internasional mengenal
prinsip “ exhaustion of domestic remedies”, yang mengharuskan penggunaan
semaksimalnya semua upaya hukum yang tersedia di tingkat nasional terlebih dahulu
sebelum menggunakan mekanisme remedi di tingkat internasional dan regional. Jadi
mekanisme remedi internasional hanya diperlukan bila mekanisme remedi nasional tidak
bekerja secara efektif, sehingga korban merasa belum mendapatkan keadilan; ia dengan
demikian boleh menggunakan mekanisme remedi ke tingkat internasional. Karena itu
menyediakan mekanisme remedi yang efektif di tingkat nasional menjadi tanggung jawab
setiap negara.
prinsip “exhaustion of domestic remedies” tersebut sebetulnya dimaksudkan untuk
menjaga agar remedi internasional tidak berfungsi sebagai pengganti remedi di tingkat
nasional. Dalam kaitan dengan itu saya ingin mengutip Prof. Louis Henkin, guru besar
hukum hak asasi manusia internasional dari Columbia University, yang menyatakan:
“The law, politics, and institutions of international human rights, then, do not
replace national laws and institutions; they provide additional international
protections for rights under national law. The international law of human
rights is implemented largerly by national law and institutions; it is satisfied
when national laws and institutions are sufficient”
Menjadi jelas kiranya, bahwa pengadilan nasional merupakan pintu pertama yang
harus dilalui dalam usaha menagih pertanggungjawaban bagi pelanggaran berat hak
asasi manusia. Pengadilan internasional tidak dapat serta-merta menggantikan peran
pengadilan nasional, tanpa melewati pengadilan nasional suatu negara. Jadi peran
pengadilan internasional (apakah yang permanen atau ad hoc) hanya bersifat
komplementer, artinya melengkapi proses pertanggungjawaban ditingkat nasional. Kalau
proses di dalam negeri sudah berjalan dengan memuas, maka peran pengadilan
internasional tidak diperlukan lagi. Kecuali proses yang berjalan di dalam pengadilan
nasional lebih ditujukan untuk melindungi tersangka (atau dijalankan dengan tidak jujur),
maka terbuka bagi pengadilan internasional mengambil perannya. Prinsip ini juga
dikuatkan dalam statuta Roma mengenai Mahkamah Pidana Internasional.
Dalam konteks norma-norma internasional itulah kita harus melihat atau
menimbang kehadiran Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Kehadirannya tidak
dengan sendirinya menutup kemungkinan bagi Pengadilan Internasional (apakah
permanen atau adhoc) menerapkan jurisdiksinya atas kejahatan atau pelanggaran berat
hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia. Makanya masyarakat internasional hingga
saat ini masih terus mengamati dengan tekun proses pertanggungjawaban yang sedang
berlangsung di Pengadilan HAM ad hoc Tim-Tim di Jakarta; apakah berjalan dengan
standar internasional atau tidak?
Dengan melihat hubungan antara pengadilan (hak asasi manusia) nasional dan
internasional, terlihatlah bahwa proses pertanggungjawaban atas kejahatan serius bukan
hanya menjadi milik eksklusif suatu negara. Tetapi juga merupakan tanggungjawab
masyarakat internasional secera keseluruhan. Itu artinya jurisdiksi pengadilan
internasional tetap masih terbuka bagi Indonesia (meskipun Indonesia secara khusus
sudah memiliki Pengadilan HAM), sepanjang pengadilan (hak asasi manusia) nasionalnya
hanya sekedar dijadikan tameng bagi perlindungan bagi para pelaku. Ukuran-ukuran yang
sering dijadikan rujukan untuk menyatakan suatu Negara gagal menjalankan
kewajibannya adalah ketidakinginan mengadili dan ketidakmampuan.
Tetapi harus pula segera ditambahkan disini, bahwa tidak mudah secara politik
untuk membentuk pengadilan hak asasi manusia internasional. Makanya saat ini
masyarakat internasional, PBB, lebih memilih membentuk pengadilan campuran yang
didalamnya terdapat unsur dalam negeri dan internasional seperti terlihat di Timor Leste,
Kosovo, dan Sierra Leonne. Pengadilan Internasional seperti Rwanda dan Bekas-
Yugoslavia dipandang terlalu mahal dan sebagainya.
***
Nilai HAM sebagai Konstitusi Kehidupan
HAK ASASI
Nilai HAM sebagai Konstitusi Kehidupan
Kompas : Rabu, 24 Desember 2008 | 04:05 WIB
Artidjo Alkostar
Pada hakikatnya penegakan hak asasi manusia merupakan upaya mewujudkan nilai
luhur kemanusiaan agar bangsa manusia dapat hidup sesuai dengan fitrah
kemanusiaannya.
Secara normatif, masalah HAM sejak 10 Desember 1948 menjadi bahasa universal.
Penegakan HAM tidak dapat dibatasi oleh perbedaan suku bangsa, agama, ras, dan
keyakinan politik. Nilai HAM merupakan konstitusi kehidupan umat manusia karena
tanpa HAM manusia kehilangan keotentikannya sebagai manusia yang bermartabat.
Manusia yang diperbudak, diperdagangkan, serta dijajah dan disiksa menjadi
kehilangan substansi kemanusiaannya. Formulasi jaminan bagi kebebasan menyatakan
pendapat, berorganisasi, dan kemerdekaan beragama pada dasarnya merupakan
konsekuensi dari konstitusi kehidupan yang mengharuskan manusia menghargai
kebebasan dan menunjang tinggi martabat yang melekat pada dirinya. Secara yuridis,
Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak membenarkan adanya undang-undang dalam suatu
negara yang melanggar norma dasar perlindungan HAM (Ius Cogen) sehingga PBB
akan memberikan reaksi dan sanksi bagi negara yang memberlakukan hukum yang
membenarkan perbudakan dan lain sejenisnya yang merendahkan derajat
kemanusiaan.
Begitu penting tegaknya HAM bagi perjalanan peradaban manusia, maka kejahatan
terhadap kemanusiaan dikualifikasikan sebagai musuh bersama bagi umat manusia
(hostis humanis generis) sehingga menjadi tanggung jawab negara untuk mengadili
(erga omnes obligation). Jika negara yang bersangkutan tidak mau dan tidak mampu
mengadili penjahat yang melanggar HAM, negara-negara dari bangsa beradab atau
PBB akan mengambil alih tanggung jawab melakukan pengadilan sebagaimana, antara
lain, dilakukan terhadap kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Yugoslavia, Rwanda,
Kamboja, dan lainnya.
Pelanggaran HAM yang berat sering dilakukan oleh orang, kelompok, atau
pemerintahan yang memiliki oligarki politik sehingga berkorelasi dengan kejahatan yang
dilakukan oleh pemegang kekuasaan politik. Kejahatan kemanusiaan merupakan
bentuk khusus (species) dari kejahatan yang umum (genus) karena memiliki dampak
yang meluas dan sistematik serta mendegradasi martabat manusia. Sifat berbahayanya
kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) lebih dahsyat dari
kejahatan biasa, seperti pencurian, penipuan, atau yang sejenisnya. Kejahatan
kemanusiaan berkualifikasi kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) jika dilakukan
dengan menyalahgunakan kekuasaan politik atau mempergunakan dominasi kekuatan
bersenjata yang melekat pada kedudukan dan posisi sosial-politik yang ada pada
pelaku.
Prospek HAM di Indonesia
Hukum dan kebijakan kekuasaan negara harus dapat mentransformasikan nilai HAM ke
arah kehidupan bernegara yang berspirit kerakyatan dan perlindungan hak-hak warga
negara yang otentik. Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 menjunjung tinggi
kemerdekaan dan nilai kemanusiaan. Untuk itu, negara RI memiliki tanggung jawab
moral dan konstitusional untuk menegakkan HAM secara nasional dan internasional.
Dengan adanya beberapa kemajuan dalam hubungan dalam komunitas regional
negara-negara ASEAN, negara Indonesia sebagai negara demokrasi yang besar dapat
berperan lebih proaktif dalam penegakan HAM, baik penyusunan piagam HAM,
pembentukan pengadilan HAM, maupun penyelesaian masalah HAM secara regional
ASEAN. Masalah HAM merupakan masalah kemanusiaan yang selalu muncul sesuai
dengan dinamika sosial-politik dan kemajuan teknologi.
Tuntutan tegaknya HAM sering bergesekan dengan otoritas kekuasaan politik, terutama
kekuasaan penguasa yang otoriter. Konsekuensinya, banyak penguasa politik yang
setengah hati untuk menegakkan HAM secara konsisten. Banyak penguasa politik yang
tidak nyaman dengan keberadaan pengadilan HAM serta lembaga komisi kebenaran
dan rekonsiliasi. Padahal, keberadaan dua institusi tersebut dapat memfasilitasi
tercapainya restorative justice yang bertujuan untuk merestorasi (membangun kembali)
ekuilibrium kehidupan korban kejahatan HAM, masyarakat dan juga pelaku kejahatan
HAM yang biasanya melibatkan penguasa otoriter dan aparatnya. Keseimbangan
spiritual komunitas skateholder (pihak yang berkepentingan terhadap tegaknya HAM)
dan korban perlu dipulihkan agar gairah kehidupan berpendar kembali dalam upaya
menjalani kehidupan dan membangun peradaban. Begitu pula pelaku kejahatan perlu
diberi ruang kontemplasi untuk menyadari dan bertobat demi pemulihan jiwa dan
kesadaran sosialnya.
Dalam mengelola konflik yang timbul dalam kejahatan HAM, negara Afrika Selatan,
Argentina, Cile, El Salvador, dan Guatemala berpengalaman menerapkan konsep
remedy yang dilakukan sebagai complement (pelengkap) dari pelaksanaan pengadilan
HAM. Peran pengadilan HAM tidak dapat digantikan (substitute) oleh peran rekonsiliasi
dan kebenaran. Ide dasar dan pemberdayaan lembaga kebenaran dan rekonsiliasi tidak
bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia. Semua agama di Indonesia
memiliki semangat keadilan dan pengampunan. Untuk merajut kembali suasana jiwa
yang tercabik akibat adanya kejahatan HAM memang menuntut adanya jiwa besar dari
pelaku kejahatan, korban, atau keluarganya serta masyarakat yang terkena imbas
stakeholder.
Artidjo Alkostar Hakim Agung; Mantan Direktur LBH Yogyakarta
etika profesi
Etika Profesi |download.doc| Sumber:
http://www.consal.org.sg/webupload/forums/attachments/2270.doc
http://students.ukdw.ac.id/~22981938/jurnal11.html
Popon Sjarif Arifin : ETIKA PROFESI sebagai PENGAJAR , Suatu pemikiran ke arah pengembangan profesionalisme
staf pengajar (dosen) seni rupa. Pengertian Profesionalisme, Profesional dan Profesi Profesionalisme
adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan
keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan -- serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan
tersebut -- untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah
dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).
Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses
pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi)
didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan kerja biasa
(occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi Dua pendekatan untuk
mejelaskan pengertian profesi: 1. Pendekatan berdasarkan Definisi
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan
keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar
akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang
lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin
etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut. 2. Pendekatan
Berdasarkan Ciri
Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi
dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan
meneruskan pengetahuan profesional.
Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan tentang profesi
yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi. Secara umum ada 3 ciri
yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah:
- Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah
seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan
profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara,
pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi.
- Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin
meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun
pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan.
Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan
menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan konsultasi
bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.
- Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi
berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru,
pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat
dilakukan oleh seorang pakar permainan caturmisalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20
terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks
memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada
abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar
uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya
profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi.
Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah:
- Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status
profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau
sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya
harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat izin mengemudi. Namun memiliki SIM tidak berarti menjadikan
pemiliknya seorang pengemudi profesional. Banyak profesi tidak mengharuskan adanya lisensi resmi. Dosen di
perguruan tinggi tidak diwajibkan memiliki lisensi atau akta namun mereka diwajibkan memiliki syarat pendidikan,
misalnya sedikit-dikitnya bergelar magister atau yang lebih tinggi. Banyak akuntan bukanlah Certified Public Accountant
dan ilmuwan komputer tidak memiliki lisensi atau sertifikat.
- Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang mengklaim mewakili anggotanya. Ada kalanya
organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Organisasi profesi
bertujuan memajukan profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan kesejahteraan anggotanya
akan berarti organisasi profesi terlibat dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian
organisasi profesi semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya
pada kepentingan ekonomi anggotanya. Maka hadirin tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel
yang berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi pabrik yang terdisain dengan baik.
- Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya. Di berbagai profesi, seseorang
:: erwadi online ::
http://erwadi.polinpdg.ac.id Powered by Joomla! Generated: 28 November, 2006, 03:44
harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi profesional
bagi diri sendiri dapat menyebabkan ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi dokter untuk diri sendiri maka
hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan
teknologi yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. sepuluh ciri lain suatu profesi
(Nana 1997) :
- Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
- Memiliki keahlian/keterampilan tertentu
- Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
- Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
- Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama
- Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional
- Memiliki kode etik
- Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya
- Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
- Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya. Tiga Watak Profesional
Lebih lanjut Wignjosoebroto [1999] menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan
dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi) ialah
- bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang
digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;
- bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai
melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;
- bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral -- harus menundukkan diri pada
sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi
profesi. Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk
tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang
hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi
kesejahteraan umat manusia.
Kalau didalam peng-amal-an profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan,
maka hal itu semata hanya sekedar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan
berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja.
Siapakah atau kelompok sosial berkeahlian yang manakah yang bisa diklasifikasikan sebagai kaum profesional yang
seharusnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai kehormatan profesi dan statusnya yang sangat elitis itu? Apakah dalam
hal ini profesi keinsinyuran bisa juga diklasifikasikan sebagai bagian dari kelompok ini? Jawaban terhadap kedua
pertanyaan ini bisa mudah-sederhana, tetapi juga bisa sulit untuk dijawab. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan berbagai
macam persoalan, praktek nyata, maupun penyimpangan yang banyak kita jumpai didalam aplikasi pengamalan profesi
di lapangan yang jauh dari idealisme pengabdian dan tegak nya kehormatan diri (profesi). Pada awal pertumbuhan
"paham" profesionalisme, para dokter dan guru -- khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup
kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri maupun juru dakhwah agama -- dengan jelas serta tanpa ragu
memproklamirkan diri masuk kedalam golongan kaum profesional. Kaum profesional (dokter, guru dan kemudian diikuti
dengan banyak profesi lainnya) terus berupaya menjejaskan nilai-nilai kebajikan yang mereka junjung tinggi dan
direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan.
Sementara itu pula, kaum profesional secara sadar mencoba menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi
(yang cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi,
mengontrol praktek-praktek pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian/ kepakaran, serta menjaga dipatuhinya
kode etik profesi yang telah disepakati bersama. Etika
Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia
ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, noprma agama dan norma sopan santun. Norma
hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan,norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral
berasal dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari
etika. Etika dan etiket
Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics dan etiquette.
Antara etika dengan etiket terdapat persamaan yaitu:
(a) etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang
karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
(b) Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan
dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilkukan. Justru karena sifatnya
normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.
Adapun perbedaan antara etika dengan etiket ialah:
(a) etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia. Etiket menunjukkan cara
yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Misalnya dalam makan,
etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau sudah selesai tidak boleh mencuci tangan terlebih dahulu.
Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap melanggar etiket. Etika tidak
terbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika
:: erwadi online ::
http://erwadi.polinpdg.ac.id Powered by Joomla! Generated: 28 November, 2006, 03:44
menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
(b) Etiket hanya berlaku untuk pergaulan. Bila tidak ada orang lain atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku.
Misalnya etiket tentang cara makan. Makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket dila dilakukan
bersama-sama orang lain. Bila dilakukan sendiri maka hal tersebut tidak melanggar etiket. Etika selalu berlaku
walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
(c) Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam
kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih absolut. Perintah
seperti “jangan berbohong”, “jangan mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak dapat
ditawar-tawar.
(d) Etiket hanya memadang manusia dari segi lahirian saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam.
Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik
sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia munafik maka dia tidak
bersikap etis. Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.
Etika dan ajaran moral
Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada
sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan
sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral.
Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar
melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).
Fungsi etika
Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, itu ajaran moral, melainkan etika merupakan sarana untuk
memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan
ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan
karena:
(a) pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup
berdampingan;
(b) modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang
pandangan moral tradisional;
(c) berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang
bagaimana manusia harus hidup.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika
terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika sosial
dibagi menjadi:
(1) Sikap terhadap sesama;
(2) Etika keluarga
(3) Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
(4) Etika politik
(5) Etika lingkungan hidup
serta
(6) Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta
harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.
Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun
nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup
supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan
moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan
manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri, sebagai pustakawan.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adala sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau
sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari
beberapa sumber. Etika dan moralitas
Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran
filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif. Rasional berarti mendasarkan
diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat
ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya
membahas langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya. Etika dan
agama
Etika tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya.
Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar
kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi,
:: erwadi online ::
http://erwadi.polinpdg.ac.id Powered by Joomla! Generated: 28 November, 2006, 03:44
bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut:
(1) Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan
memerintahkan sesuatu, tetapu ia juga ingin mengertimengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu
menggali rasionalitas agama.
(2) Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda dan bahkan
bertentangan.
(3) Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi masalah moral yang
secara langsung tidak disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi manusia dengan gen yang
sama.
(4) Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-mata
sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena
(5) itu ajaran agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari
semua agama dan pandangan dunia. Istilah berkaitan
Kata etika sering dirancukan dengan istilah etiket, etis, ethos, iktikad dan kode etik atau kode etika. Etika adalah ilmu
yang mempelajari apa yang baik dan buruk. Etiket adalah ajaran sopan santun yang berlaku bila manusia bergaul atau
berkelompok dengan manusia lain. Etiket tidak berlaku bila seorang manusia hidup sendiri misalnya hidup di sebuah
pulau terpencil atau di tengah hutan. Etis artinya sesuai dengan ajaran moral, misalnya tidak etis menanyakan usia
pada seorang wanita. Ethos artinya sikap dasar seseorang dalam bidang tertentu. Maka ada ungkapa ethos kerja
artinya sikap dasar seseorang dalam pekerjaannya, misalnya ethos kerja yang tinggi artinya dia menaruh sikap dasar
yang tinggi terhadap pekerjaannya. Kode atika atau kode etik artinya daftar kewajiban dalam menjalankan tugas sebuah
profesi yang disusun oleh anggota profesi dan mengikat anggota dalam menjalankan tugasnya.
Etika terbagi atas 2 bidang besar yaitu etika umum dan etika khusus. Etika umum masih dibagi lagi menjadi prinsip dan
moral dasar etika umum. Adapun etika khusus merupakan terapan etika, dibagi lagi menjadi etika individual dan etika
sosial. Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik.
Kode etik Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang
benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang
benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode
etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa
dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan
demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi
adalah dia sendiri.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi
usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak
sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode
etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, Pelanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode
etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik
Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode
Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.
Sifat kode etik profesional
Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan (yang membedakannya dari murni pribadi)
yang merupakan panduan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok. Kode etik yang hidup dapat dikatakan sebagai
ciri utama keberadaan sebuah profesi.
Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis
dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya
ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat
masyarakat dan bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan
nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan profesional.
Kode etik digawai sebagai bimbingan praktisi. Namun demikian hendaknya diungkapkan sedemikian rupa sehingga
publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Dengan demikian masyarakat memahami fungsi kemasyarakatan dari
profesi tersebut. Juga sifat utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode etik
hendaknya cocok untuk kerja keras
Sebuah kode etik menunjukkan penerimaan profesi atas tanggung jawab dan kepercayaan masyarakat yang telah
memberikannya.
:: erwadi online ::
http://erwadi.polinpdg.ac.id Powered by Joomla! Generated: 28 November, 2006, 03:44
JURISDIKSI DAN ORGANISASI PENGADILAN HAM
A. Pendahuluan
Setiap negara memiliki kedaulatan di dalam wilayahnya dan berhak menentukan suatu sistem hukum nasional yang menentukan berlakunya hukum nasional atas dasar jurisdiksi substansi (ratione materiae), jurisdiksi temporal (ratione temporis), ratione territorial (ratione loci) dan jurisdiksi personal (ratione personae). Namun demikian terdapat perkembangan yang menarik berkaitan dengan proses pengadilan terhadap pelanggaran HAM berat (gross/serious violation of human rights) yang dianggap kejahatan yang sangat berat yang melanggar kepentingan yang dilindungi hukum internasional (delicta juris gentium) dan merupakan musuh semua umat manusia (hostis humani generis) serta merupakan kepentingan, tugas dan kewajiban seluruh negara untuk menegakkan hukum (responsibility to all state/erga omnes). Pelanggaran HAM berat telah mencederai nurani warga seluruh negara di dunia. Atas dasar pemikiran di atas, proses pengadilan terhadap pelanggaran HAM berat seperti kejahatan perang (war crimes), genosida (genocide) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dalam sejarah mengalami perkembangan yang sangat bervariasi. Di samping pengadilan nasional (misalnya Indonesia atas dasar UU No. 26 Tahun 2000), berkembang pula pengadilan supranasional ( mis. IMT Nuremberg, IMTFE di Tokyo, ICTR, ICTY dan ICC) dan perpaduan antara pengadilan nasional dan internasional (Hybrid Model) seperti yang berkembang di Sierra Leonne, Kamboja dan Timor Timur.
7
Perkembangan lain yang menarik adalah praktek penerapan jurisdiksi universal (universal jurisdiction) oleh negara-negara tertentu di mana nasionalitas terdakwa atau para korban, atau tempat di mana kejahatan dilakukan tidak menentukan di mana dan kapan suatu peradilan dapat dilakukan., sehingga pengadilan setiap negara dapat mengadilinya.
Sekalipun proses peradilan internasional telah banyak mengatur tentang pertanggungjawaban pidana secara individual (individual criminal responsibility) terhadap pelbagai pelanggar HAM berat (kejahatan perang, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan), namun sistem hukum nasional tetap merupakan pilihan utama (primary fora) untuk menegakkan pertanggungjawaban tersebut. Hal ini sesuai dengan kewajiban negara untuk menegakkan prinsip supremasi hukum. Pertimbangan lain adalah kedekatannya dengan tempat, suasana dan iklim pada saat kejahatan terjadi, dan kedekatannya dengan pelaku serta korban. Tribunal ad hoc internasional (mis. ICTY dan ICTR) sekalipun menggunakan istilah ‘primacy’ terhadap pengadilan nasional (Art. 9.2 ICTY Statute : ’The International Tribunal shall have primacy over national court’), pada dasarnya tetap memberikan kesempatan mengadili terlebih dahulu kepada sistem pengadilan nasional. Istilah yang digunakan dalam Preamble ICC lebih jelas yakni ‘complementary’ (ICC…... shall be complementary to national criminal jurisdiction).
B. Asas-asas Umum Yurisdiksi Pengadilan
Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem pengadilan nasional tidak mungkin dapat menerapkan jurisdiksi atas semua kejahatan tanpa mempedulikan di mana
8
kejahatan tersebut terjadi. Jurisdiksi nasional tersebut harus mentaati ketentuan-ketentuan baik yang diatur oleh hukum nasional maupun asas-asas hukum internasional.
Pada dasarnya terdapat ketentuan hukum internasional yang mengakui 5 (lima) landasan jurisdiksi tersebut :
a. Asas teritorialitas (the territorial principle) yang menegaskan bahwa setiap negara berhak mengatur dan menerapkan hukumnya terhadap perbuatan yang seluruh atau sebagian bagian substansialnya dilakukan di wilayah teritorialnya. Asas ini di beberapa negara mengalami perluasan , yaitu hokum pidana nasional diberlakukan juga apabila suatu bagian elemen utama dari akibat (substantial effect) kejahatan terjadi di negara tersebut (the effect principle);
b. Asas nasionalitas (the nationality principle) yang mengatur bahwa setiap negara dapat menerapkan jurisdiksinya terhadap pelaku kejahatan yang merupakan warganegaranya, tanpa menghiraukan tempat dilakukannya perbuatan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas, kepentingan, status dan hubungan warganegaranya. Ada negara yang membatasi berlakunya asas ini untuk tindak pidana tertentu yaitu kejahatan berat, tetapi banyak juga yang menerapkannya untuk semua kejahatan tanpa memperhatikan di mana kejahatan dilakukan;
c. Asas perlindungan (the protective principle) yang mengatur bahwa perbuatan yang bersifat extraterritorial yang dilakukan oleh warganegaranya akan menimbulkan bahaya baik aktual maupun potensial terhadap kepentingan penting negara, biasanya berkaitan dengan keamanan nasional atau integritas 9
dan beberapa fungsi penting dari negara. Termasuk di sini espionage, pemalsuan uang dan sumpah palsu di depan pejabat konsuler;
d. Asas personalitas pasif (the passive personality principle). Asas ini menegaskan jurisdiksi negara untuk diterapkan terhadap perbuatan yang dilakukan di luar teritori negara oleh seorang bukan warganegara, di mana korban perbuatan tersebut adalah warganegara negara tersebut. Biasanya hal ini diterapkan terhadap teroris dan pelaku serangan terorganisasi yang lain terhadap warganegara dengan alas an kewarganegaraannya; tidak jarang digunakan untuk mengadili individu yang melakukan kejahatan yang diatur hukum nasional yang dilakukan di luar negeri, termasuk pelanggaran HAM;
e. Asas universalitas (the universality principle) yang sangat penting untuk mengadili pelanggaran HAM berat dan kejahatan-kejahatan lain yang diakui oleh masyarakat negara-negara sebagai kejahatan yang menarik perhatian internasional seperti pembajakan di laut dan di udara serta mungkin terorisme dan perdagangan budak. Asas ini memungkinkan suatu negara untuk menerapkan jurisdiksi terhadap pelaku kejahatan tertentu yang sangat berat dan berbahaya terhadap umat manusia, tanpa memperhatikan apakah negara tersebut ada kaitannya (nexus) dengan kejahatan, pelaku atau korban. Dalam hal ini setiap negara dianggap mempunyai kepentingan untuk menerapkan jurisdiksi ini atas kejahatan seperti pembajakan, perdagangan budak, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, penyiksaan, sabotase dan genosida. Pengalaman menunjukkan bahwa dasar hukum - apakah traktat atau kebiasaan - bervariasi dari kejahatan yang satu ke kejahatan yang lain. Apabila kejahatan tersebut berkaitan dengan suatu ‘erga omnes obligation’ atau suatu ‘jus 10
cogens norm’ (peremptory norms) maka alasan setiap negara untuk menerapkan jurisdiksinya lebih kuat. Namun demikian apabila negara yang memiliki territorial memang berkehendak (willing) dan mampu (able) untuk mengadili, negara lain pada umumnya menangguhkannya. Perjanjian (treaty) yang mengijinkan (permit) negara untuk menerapkan hukum atas dasar jurisdiksi universal termasuk Konvensi Jenewa 1949 dan Konvensi Penyiksaan (Torture Convention) 1984. Kemudian yang mewajibkan (require) adalah 1956 Slavery Convention dan Apartheid Convention. Apabila tidak diatur dalam treaty, maka yang berlaku adalah hukum kebiasaan internasional. Dalam hal ini sifatnya mengijinkan (permissive) dan tidak memerintahkan (mandatory). (‘States may, but are not required’). Saat ini dalam beberapa hal diterapkan kewajiban negara untuk mengekstradisikan atau menuntut pelaku (aut dedere aut judicare).
C. Yurisdiksi Pengadilan HAM
Pengadilan HAM mempunyai wewenang untuk memeriksa dan memutus perkara :
1. Pelanggaran HAM yang berat diwilayah teritorial Negara Republik Indonesia.
2. Pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar batas wilayah Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksud untuk melindungi Warga Negara Indonesia yang melakukan pelanggaran HAM berat diluar batas wilayah negara Republik Indonesia.
11
3. Perkara pelanggaran HAM Berat yang dilakukan setelah UU no 26 Tahun 2000 diundangkan artinya Pengadilan HAM hanya dapat memutus dan memeriksa pelanggaran HAM berat yang dilakukan setelah tanggal 23 Nopember 2000. sedangkan untuk pelanggaran HAM berat yang dilakukan sebelum tanggal 23 Nopember 2000 berdasarkan pasal 43 UU no. 26 tahun 2000 akan diperiksa dan diputus melalui Pengadilan HAM ad hoc yang dalam hal ini diberlakukan retroaktif.
4. Perkara Pelanggaran HAM Berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur 18 tahun keatas pada saat melakukan pelanggaran HAM berat. Dalam hal perkara pelanggaran HAM berat dilakukan oleh seseorang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan Pengadilan HAM tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut. Seseorang berumur dibawah 18 tahun yang melakukan pelanggaran HAM berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri.
Yang dimaksud dengan “memeriksa dan memutus” adalah termasuk menyelesaikan perkara yang menyangkut kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
D. Organisasi Pengadilan HAM
Pasal 1 UU Peradilan HAM menentukan: bahwa Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pengadilan HAM bukanlah pengadilan yang berdiri sendiri seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer atau Pengadilan Tata 12
Usaha Negara, melainkan merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di daerah kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.
Keberadaan pengadilan HAM sama dengan keberadaan Pengadilan anak atau Praperdilan, hanya saja dalam pengadilan HAM, penentuan dan komposisi hakimnya ditentukan tersendiri sesuai dengan UU Nomor 26 tahun 2000.
Apabila Hakim pengadilan anak dan hakim praperadilan langsung menggunakan hakim pengadilan negeri, berbeda dengan hakim pengadilan HAM yang diangkat khusus sesuai UU No 26 Tahun 2000.
Dasar pertimbangan pembentukan Pengadilan HAM sebagaimana yang termuat dalam penjelasan umum UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM adalah sebagai berikut :
1. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan "extra ordinary crimes" dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban, ketentraman, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia;
13
2. Terhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperlukan langkah-langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang bersifat khusus.
Selanjutnya, dijelaskan pula tentang ciri khusus dari pengadilan HAM yaitu dalam penanganan pelanggaran HAM yang berat, maka diperlukan :
a. penyelidik ad hoc, penyidik ad hoc, penuntut umum ad hoc, dan hakim ad hoc;
b. penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sedangkan penyidik tidak berwenang menerima laporan atau pengaduan sebagaimana diatur dalam kitab undang-undang Hukum Acara Pidana;
c. ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan;
d. ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi;
e. ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Untuk tahap pertama pertama dibentuk pengadilan HAM di jakarta pusat, Medan, surabaya dan makassar yang wilayah hukumnya meliputi :
1. Pengadilan HAM Jakarta Pusat, meliputi wilayah :
􀂙 Daerah khusus ibukota Jakarta.
􀂙 Propinsi Jawa Barat
􀂙 Banten
􀂙 Sumatera Selatan
􀂙 Lampung
14
􀂙 Bengkulu
􀂙 Kalimantan Barat
􀂙 Kalimantan Selatan
2. Pengadilan HAM Medan meliputi wilayah :
􀂙 Sumatera Utara,
􀂙 Daerah Istimewa Aceh,
􀂙 Riau,
􀂙 Jambi.
􀂙 Sumatera Barat.
3. Pengadilan HAM Surabaya meliputi wilayah :
􀂙 Jawa Timur
􀂙 Jawa Tengah,
􀂙 Daerah Istimewa Yogyakarta
􀂙 Bali
􀂙 Kalimantan Timur
􀂙 Nusa Tenggara Barat
􀂙 Nusa Tenggara Timur
4. Pengadilan HAM Makassar meliputi wilayah :
􀂙 Sulawesi Selatan,
􀂙 Sulawesi Tenggara,
􀂙 Sulawesi Tengah,
􀂙 Maluku Utara
􀂙 Maluku
􀂙 Irian Jaya
15
PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI
BAB I
PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI
A. PENTINGNYA ETIKA PROFESI
Apakah etika, dan apakah etika profesi itu ? Kata etik (atau etika) berasal dari kata
ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai
suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah
atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as
the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika
akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk
aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsipprinsip
moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai
alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum
(common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah
refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat
dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian
dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan
kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan
sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat
“built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan
untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan kehlian
(Wignjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada
kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa
etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan
segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi)
yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan
berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan
kepada para elite profesional ini.
B. PENGERTIAN ETIKA
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan
dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing
yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang
buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang
berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku
manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
- Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita
untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang
pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau
sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian
sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam
hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta
sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau
diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan
pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi
norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori
etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam
bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas
mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya
mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan
khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral
dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai
perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang
dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara
bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta
prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku
manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu
sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai
anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung
maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa
pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat
manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau
terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling
aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi
SISTEM PENILAIAN ETIKA :
• Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau
jahat, susila atau tidak susila.
• Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah
mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya
dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi
suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih
berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan
nyata.
• Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3
(tiga) tingkat :
a. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa
rencana dalam hati, niat.
b. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
c. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI
merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari
etika sosial.
Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil. Dan isi dari
karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini
ada (4 empat) variabel yang terjadi :
a. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.
b. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik.
c. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
d. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.
C. PENGERTIAN PROFESI
Profesi
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga
banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh
dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan
teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan
penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti
kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai
mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris
dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan
mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan
profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak
atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan
profesional menurut DE GEORGE :
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu
dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau
seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu
keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut
keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk
senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan
“PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan :
PROFESI :
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
PROFESIONAL :
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum
profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas
rata-rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain
pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka
kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan
menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu
kualitas masyarakat yang semakin baik.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI :
1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI :
- Melibatkan kegiatan intelektual.
- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
PERANAN ETIKA DALAM PROFESI :
• Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang
saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling
kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut,
suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bersama.
• Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi
landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya
maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini
sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan
tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan
para anggotanya.
• Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian
para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah
disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi
kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.
Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan,
demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di
daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
D. KODE ETIK PROFESI
Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda
yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu
berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti
kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai
landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.
MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.
Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan
untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat
melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh
seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH HIPOKRATES,
yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari : BAPAK ILMU
KEDOKTERAN. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah
belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya
berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan semangat profesional yang
diwariskan oleh dokter Yunani ini. Walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang
sudah-sudah panjang, namun belum pernah dalam sejarah kode etik menjadi
fenomena yang begitu banyak dipraktekkan dan tersebar begitu luas seperti sekarang
ini. Jika sungguh benar zaman kita di warnai suasana etis yang khusus, salah satu
buktinya adalah peranan dan dampak kode-kode etik ini.
Profesi adalah suatu MORAL COMMUNITY (MASYARAKAT MORAL) yang
memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi
penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas
yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu
moral profesi itu dimata masyarakat.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat
penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah
kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran
etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi
dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh
profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu
instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita
dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga
membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode
etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari
profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya
untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan
pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan citacita
yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan
menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun
dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan
baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik
akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan
kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah
mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan
ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman
sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self
regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi
mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk
menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek seharihari
control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat
dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan
teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu
solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian
maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah
menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut
masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru
kemudian dapat melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan
lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan
dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci
norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma
tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah
sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang
apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa
yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional
TUJUAN KODE ETIK PROFESI :
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas
yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika
dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai
bidang.
Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi.
Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat
nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat
HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia
dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki
kode etik.
Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan swasta
cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin
memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan karena
itu pada prinsipnya patut dinilai positif.
BAB II
KEBAIKAN, KEBAJIKAN, DAN KEBAHAGIAAN
A. KEBAIKAN
1. Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak.
Suatu tembakan yang “baik” dalam pembunuhan, dapat merupakan perbuatan
akhlak yang buruk.
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan
menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika
tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai
(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi yang konkrit.
2. Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalan yang
ditempuh.
Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaannya
yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh
mendapatkan nilai dari tujuan akhir.
Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Kalau
tidak, manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang
mengatakan hidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya. Akan tetapi
dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras
dengan derajat manusia.
Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
3. Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir
Seluruh manusia mempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut
kesempurnaan.
Tujuan akhir selamnya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu
mencarinya dengan kesungguhan atau tidak. Tingkah laku atau perbuatan
menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan
akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai
manusia. (Apakah itu ?)
4. Kesusilaan
a. Kebaikan atau keburukan perbuatan manusia
Objektif
Subjektif
Batiniah
Lahiriah
- Keadaan perseorangan tidak dipandang.
- Keadaan perseorangan diperhitungkan.
- Berasal dari dalam perbuatan sendiri (Kebatinan,
Instrinsik).
- Berasal dari perintah atau larangan Hukum Positif
(Ekstrintik).
Persoalannya : Apakah seluruh kesusilaan bersifat lahiriah dan menurut
tata adab saja ataukah ada kesusilaan yang batiniah yaitu :
yang terletak dalam perbuatan sendiri.
b. Unsur-unsur yang menentukan kesusilaan
Ada 3 unsur :
1) Perbuatan itu sendiri, yang dikehendaki pembuat ditinjau dari sudut
kesusilaan.
2) Alasan (motif). Apa maksud yang dikehendaki pembuat dengan
perbuatannya. Apa dorongan manusia melaksanakan perbuatannya.
3) Keadaan, gejala tambahan yang berhubungan dengan perbuatan itu.
Seperti : Siapa, Di mana, Apabila, Bagaimana, Dengan alat apa, Apa, dan
lain sebagainya.
c. Penggunaan Praktis
1) Perbuatan yang dengan sendirinya jahat, tak dapat menjadi baik atau netral
karena alasan atau keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat
berubah sedikit, orang tak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.
2) Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena kebaikan alasan
dan keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup
untuk menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan
perbuatannya hanya akan dikurangi.
3) Perbuatan netral memperoleh kesusilaannya, karena alasan dan
keadaannya. Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan
itu sendiri ada baik dan jahat, sedang perbuatan itu sendiri ada baik atau
netral, dipergunakan “Asas Akibat Rangkap”, yang tidak berlaku bagi
alasan atau maksud, karna itu selamanya dikehendaki langsung.
d. Dalam praktek, tak mungkin ada perbuatan kemanusiaan netral, sebabnya
perbuatan itu setidak-tidaknya secara implisit mempunyai tujuan. Kesusilaan
tidak semata-mata hanya tergantung pada maksud dan kemauan baik, orang
harus menghendaki kebaikan. Perbuatan lahiriah, yang diperintahkan
kemauan baik, didasari oleh kemauan perbuatan batiniah.
B. KEBAJIKAN
1. Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga
memudahkan pelaksanaan perbuatan.
Kebiasaan disebut “kodrat yang kedua”. Ulangan perbuatan memperkuat
kebiasaan, sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuatan
yang bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditemukan pada manusia,
karena hanya manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan
kegiatannya.
2. Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan (virtue),
sedangkan yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice).
Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia.
“Kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak ada orang
berbuat jahat dengan sukarela” (Socrates).
“Keinginan manusia dapat menentang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan
mutlak atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih
untuk tunduk kepada budi”. (Aristoteles).
3. Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima
pengetahuan. Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan.
Bagi budi praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan.
Kebajikan kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah.
4. Kebajikan pokok, adalah kebajikan susila yang terpenting, meliputi :
a) Menuntut keputusan budi yag benar guna memilih alat-alat dengan tepat
untuk tujuan yang bernilai (kebijaksanaan).
b) Pengendalian keinginan kepada kepuasan badaniah (pertahanan/pengendalian
hawa nafsu inderawi).
c) Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan).
d) Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan).
C. KEBAHAGIAAN
1. Kebahagiaan Subjektif
a) Manusia merasa kosong, tak puas, gelisah, selama keinginannya tak
terpenuhi.
Kepuasan yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya
memiliki kebaikan sudah terlaksana, disebut kebahagiaan. Ini merupakan
perasaan khas berakal budi. Kebahagiaan sempurna terjadi, karena kebaikan
sempurna dimiliki secara lengkap, sehingga memenuhi seluruh keinginan kita,
yang tidak sempurna/berisi kekurangan.
b) Seluruh manusia mencari kebahagian, karena tiap orang berusaha memenuhi
keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan
manusia. Tetapi terdapat perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang
memberikan kebahagiaan.
Biarpun seseorang memilih kejahatan, tetapi secara implisit ia memilihnya
untuk mengurangi ketidakbahagiaan.
c) Apakah kebahagiaan sempurna dapat dicapai ?
Kaum Ateis, kalau konsekuen, harus mengatakan kebahagiaan sempurna itu
tidak ada. Karena mereka semata-semata membatasi kehidupan pada duniawi
dan mengingkari hal yang bersifat supra-natural.
Beberapa jalan fikiran yang perlu dipertimbangkan, yang menganggap
kebahagiaan sempurna itu dapat dicapai, adalah :
1) Manusia mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
2) Keinginan tersebut merupakan bawaan kodrat manusia, yang merupakan
dorongan pada alam rohaniah yang bukan sekedat efek sampingan.
3) Keinginan tersebut berasal dari sesuatu yang transenden.
4) Sifat bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang
sesuai dengan harkat manusia.
d) Pada manusia terdapat pula keinginan yang berasal dari nafsu-serakahnya.
Sehingga seringkali menutup keinginan menutup keinginan yang berasal dari
sanubarinya.
2. Kebahagiaan Objektif
a) Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan
(sempurna) yang tetap. Ini tujuan subjektif bagi manusia.
Pertanyaan : Apakah objek yang dapat memberikan kepada manusia suasana
kebahagiaan sempurna ?. Apakah tujuan akhir manusia yang bersifat lahiriah
dan objektif ?
Terdapat berbagai aliran :
1) Hedonisme
Kebahagiaan adalah kepuasaan jasmani, yang dirasa lebih insentif dari
kepuasan rohaniah.
2) Epikurisme
Suasana kebahagiaan, ketentraman jiwa, ketenangan batin, sebanyak
mungkin menikmati, sedikit mungkin menderita. Oleh sebab itu harus
membatasi keinginan, cita-cita yang baik adalah menghilangkan keinginan
yang tak dapat dicapai.
3) Utilitarisme
Kebahagiaan adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat.
Jeremy Bentham (1748-1832)
Bersifat utilitaris kepada kependidikan umum, tetapi karena masih
mengingat kepentingan individu sebagai anggota masyarakat-ukurannya
kuantitatif.
John Stuart Mill (1806-1873)
Utilitarisme telah mencapai perkembangan sepenuhnya yang bersifat
altruistik. Tiap orang harus menolong untuk kebahagiaan tertinggi, bagi
manusia banyak-ukurannya kualitatif.
4) Stoisisme (Mazhab Cynika Antisthenes)
Kebahagiaan adalah melepaskan diri dari tiap keinginan, kebutuhan,
kebiasaan, atau ikatan. Kebahagiaan tidak terlepas pada hal tersebut.
Tidak terletak dalam kepuasan, tetapi pada “orang merasa cukup dengan
dirinya sendiri” (Sutarkeia) ini merupakan kebaikan dan kebajikan.
Terikat pada pribadi sendiri itu, adalah sifat yang dihargai oleh Stoa,
intisari manusia dianggap manifestasi Logos (budi). Semangat ini pertama
kali berkembang tahun 300 Masehi di Athena.
5) Evolusionisme
Tujun akhir manusia sebagai evolusi ke arah puncak tertinggi yang belum
diketahui bentuknya.
Evolusionisme merupakan ajaran kemajuan, pertumbuhan, yang selalu
dilakukan manusia, kendatipun tujuan terakhir tak dikenal.
Herbert Spencer (1820-1903)
Menghubungkan evolusionisme dengan Etika Utilitarianism.
Thomas Hill Green (1836-1882)
F.H. Bradley (1846-1924)
Pelaksanaan diri seseorang hanya mungkin kalau dilakukan dalam
hubungannya dengan seluruh kemanusiaan, yang merupakan manifestasi
dari yang mutlak yang selalu tumbuh.
Jhon Dewey (1859-1952)
Pemikiran hanyalah alat untuk bertindak (Intrumentalism). Tujuan adalah
pragmatik (yang berguna).
b) Pandangan tentang objek kebahagiaan
Apakah objek itu, sejajar, lebih rendah, atau lebih tinggi dari manusia ?
1) Apa yang lebih rendah dari manusia, tergolong pada benda-benda yang tak
dapat memenuhi seluruh kepuasan manusia. Berpengaruh pada sebagian
kecil kehidupan manusia. Bahkan seringkali menimbulkan ketakutan dan
kesusahan serta seluruhnya akan ditingkalkan, apabila kita mati.
Oleh sebab itu kekayaan, kekuasaan, tidak mungkin dapat merupakan
tujuan akhir manusia, ia hanya sebagai alat.
2) Kebutuhan hidup jasmani, sebagai kesehatan; kekuatan, keindahan,
tergolong ketidaksempurnaan. Selain itu jasmani merupakan bagian
manusia yang merasakan banyak kekurangan, bahkan banyak binatang,
melebihi manusia dalam sifat-sifat jasmaniahnya.
3) Kebutuhan jiwa adalah pengetahuan untuk kebajikan. Kebutuhan mulia
itu sangat diharuskan untuk kebahagiaan. Tetapi pengetahuan tidak
merupakan tujuan itu sendiri. Pengetahuan itu dapat juga dipergunakan
untuk kejahatan. Kebajikan itu semata-mata hanya jalan yang lurus, tepat
ke arah kebaikan tertinggi. Bukan tujuan.
4) Apakah kebahagiaan sempurna terletak pada kepuasan seluruh orang,
jasmani dan rohani ? Kepuasan, kegembiraan, selalu merupakan kesukaan,
kegembiraan tentang sesuatu. Kesukaan adalah gejala yang mengiringi
perbuatan dan lebih merupakan daya tarik untuk menggerakkan ke arah
tujuan. Pencapaian tujuan akhir akan membawa kesukaan tertinggi.
Di dunia ini, tak semua kesukaan dapat dicapai, dan apa yang kita capai,
tak bersifat tetap dan pada ujungnya berakhir dengan maut. Perbuatan
baikpun seringkali mendapat salah faham dan kurang terima kasih.
5) Pelaksanaan diri tidak pula membawa kebahagiaan sempurna, karena
manusia yang berkembang selengkapnya tak juga seluruhnya merasa puas
pada dirinya sendiri. Selain itu, pelaksanaan diri itu hanya terdiri dari
pengumpulan kebutuhan, yang tersebut di atas, dalam keadaan tidak
sempurna dan tidak tetap.
6) Kebahagiaan sempurna harus dicari pada sesuatu yang ada di luar
manusia. Oleh sebab itu objek satu-satunya yang dapat memberi
kebahagiaan sempurna pada manusia dan dengan sendirinya merupakan
tujuan akhir objektif manusia adalah Tuhan.
c) Di atas merupakan pembuktian dengan cara mengeliminasi objek yang tidak
lengkap. Bukti secara positif, dengan memperlihatkan bahwa hanya Tuhan
yang dapat memenuhi seluruh keinginan manusia, hanya Tuhan yang dapay
memberi kebahagiaan yang sempurna. Jika tidak ada Tuhan, kebahagiaan
sempurna tidak mungkin, karena akal manusia menuju seluruh kebenaran, dan
keinginan menuju ke seluruh kebaikan. Untuk pelaksanaan bahagia
sempurna, Tuhan saja cukup, ia tak terbatas, sehingga meliputi seluruh
kesempurnaan dan lagi dalam taraf yang tertinggi.
d) Untuk pengertian yang benar orang harus memikirkan :
1) Kebahagiaan sempurna tidak berarti kebahagiaan yang tidak terbatas,
objek tak terhingga tidak dimiliki dengan cara yang tak terhingga.
2) Kodrat akal manusia terbatas, kekuatannya setiap saat juga terbatas.
Tetapi datangnya kekuatan akal selalu tak terbatas, dan tak dapat
terpenuhi dengan baik. Hanya yang tak berhingga yang dapat
memenuhinya. Dalam hidup di dunia ini pengetahuan kita masih gelap
dan tidak tetap, sehingga kebahagiaan yang sempurna tidak tercapai.
Pengetahuan yang semakin sempurna akan tumbuh persesuaian dengan
peraturan Tuhan.
3) Objek kebahagiaan yang tarafnya rendah turut serta mengalami
kebahagiaan dari yang bertaraf lebih tinggi. Intisari kebahagiaan terdiri
dari kepuasaan akal dan kepuasan kehendak karena memiliki Tuhan.
Kepuasan lainnya hanya merupakan cabang kebahagiaan yang menambah
kebahagiaan pokok.
BAB III
PROFESIONALISME KERJA
Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian
kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme
mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau
sebagai sumber penghidupan.
Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita
artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession
yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian
“pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian
khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga
suatu “panggilan”.
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure
keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus
memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak
membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
Berkaitan dengan profesionalisme ini ada dua pokok yang menarik perhatian dari
keterangan ENCYCLOPEDIA-NYA PROF, TALCOTT PARSONS mengenai
profesi dan profesionalisme itu.
PERTAMA ialah bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat di golongkan
sebagai kelompok “kapitalis” atau kelompok “kaum buruh”. Juga tidak dapat
dimasukkan sebagai kelompok “administrator” atau “birokrat”.
KEDUA ialah : bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok
tersendiri, yang bertugas memutarkan roda perusahaan, dengan suatu leadership
status. Jelasnya mereka merupakan lapisan kepemimpinan dalam memutarkan roda
perusahaan itu. Kepemimpinan di segala tingkat, mulai dari atasan, melalui yang
menengah sampai ke bawah.
Profesionalisme merupakan suatu proses yang tidak dapat di tahan-tahan dalam
perkembangan dunia perusahaan modern dewasa ini. PARSONS tidak tahu arah
lanjut proses profesionalisasi itu nantinya, tapi menurutnya, bahwa keseluruhan
kompleks profesionalisme itu tidak hanya tampil kedepan sebagai sesuatu yang
terkemuka, melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang.
Dalam perkembangannya perlu diingat, bahwa profesionalisme mengandung dua
unsur, yaitu unsur keahlian dan unsur panggilan, unsur kecakapan teknik dan
kematangan etik, unsur akal dan unsur moral. Dan kedua-duanya itulah merupakan
kebulatan unsur kepemimpinan. Dengan demikian, jika berbicara tentang
profesionalisme tidak dapat kita lepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti
yang luas.
Menurut SOEGITO REKSODIHARJO (1989), arti yang diberikan kepada kata
“profesi” adalah suatu bidang kegiatan yang dijalankan oleh seseorang dan
merupakan sumber nafkah bagi dirinya. Meskipun lazimnya profesi dikaitkan dengan
tarap lulusan akademi / universitas, suatu profesi tidak mutlak harus dijalankan oleh
seorang sarjana. Didalam masyarakat Indonesiapun kita telah mengenal berbagai
profesi non-akademik, seperti misalnya, profesi bidan, pemain sepak bola, atau
petinju “profesional”, dan bahkan “profesi tertua di dunia”.
Walaupun obyek yang ditangani dapat berupa orang atau benda fisik, yang menjadi
penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik
buruk penanganan fungsinya. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan
ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada TARAF
KEMAHIRAN ORANG YANG MENJALANKAN. Taraf kemahiran demikian
hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat
kesempurnaan yang dipersyaratkan untuk itu tercapai. Dalam proses ini tidak terapat
jalan pintas.
Bagi seseorang yang berbakat dan terampil, proses itu mungkin dapat terlaksana
secara lebih baik atau lebih cepat dari pada orang lain yang kurang atau tidak
memiliki kemampuan itu. Bagi golongan terakhir ini, apabila mereka tidak bersedia
untuk bersusah payah melebihi ukuran biasa untuk menguasai sesuatu kejujuran,
pilihan terbaik ialah untuk mencari profesi lain yang lebih sesuai dengan bakat
mereka.
Dalam lapangan kerja, atasan seharusnya menilai kemampuan orang bukan sematamata
atas dasar diploma atau gelarnya, tetapi atas dasar kesanggupannya untuk
mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang ada
padanya. Dalam praktek, kita jumpai bahwa tidak semua orang mampu
mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai
seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya seorang non-sarjana
yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan
menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif
masih terbatas itu.
Diploma dan gelar bukan jaminan prestasi seseorang. Prestasi harus diukur di satu
pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur
yang dikaitkan dengan kemampuan yang semestinya ada pada orang itu. Diploma
hanya memberi harapan tentang adanya kemampuam itu, tetapi kemampuan nyata
harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma
tadi dalam pekerjaannya.
Untuk memperoleh kemampuan demikian, pengamalan merupakan guru yang terbaik.
Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak
akan mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang
sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses
belajarnya dari praktek bekerja, akan mengalami kemunduran dalam dunia yang
dinamis ini dan akan tertinggal dari yang lain.
Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme :
1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result),
sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat
diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas
atau putus asa sampai hasil tercapai.
4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh
“keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga
terjaga efektivitas kerja yang tinggi.
Ciri di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi
yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas
lagi di kemukakan oleh Tjerk Hooghiemstra bahwa seorang yang dikatakan
profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensikompetensi
tertentu yang mendasari kinerjanya.
Kompetensi menurut Tjerk Hooghiemstra, Hay group, The Netherlands pada
tulisannya yang berjudul “Integrated Management of Human Resources:, Kompetensi
adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan unjuk kerja yang
efektif atau superior pada jabatan tertentu.
ANGGAPAN BAHWA PROFESIONALISME DAPAT DIHARAPKAN
MUNCUL SEKEDAR DENGAN ANJURAN, TIDAKLAH BENAR
Selanjutnya diuraikan bahwa perlu dibedakan antara unjuk kerja superior dengan
rata-rata. Kompetensi dapat berupa motiv, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau
nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang
yang dapat diukur dan dapat menunjukkan perbedaan antara rata-rata dengan
superior.
Apa yang dikemukakan oleh Lyle M. Spencer dalam bukunya berjudul “Competence
at Work” tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Tjerk Hooghiemstra
sebelumnya; Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan
dengan atau menghasilkan unjuk kerja yang efektif dan atau superior pada jabatan
tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Karakteristik pokok mempunyai arti kompetensi yang sangat mendalam dan
merupakan bagian melekat pada pribadi seseorang dan dapat menyesuaikan sikap
pada berbagai kondisi atau berbagai tugas pada jabatan tertentu. Ada lima
karakteristik kompetensi : motiv, sikap, konsep diri (attitude, nilai-nilai atau
imaginasi diri), pengetahuan dan keterampilan.
Menurut ILO/ASPDEP pada seminar penyusunan Regional Model Competency
Standards, Bangkok, 1999, kompetensi meliputi :
Keterampilan melaksanakan tugas individu dengan efesien (Task skill).
Keterampilan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaannya (Task
management skill).
Keterampilan merespon dengan efektif hal-hal yang bukan merupakan pekerjaan
rutin dan kerusakan (Contigency management skill).
Keterampilan menghadapi tanggung jawab dan tuntutan lingkungan termasuk
bekerja dengan orang lain dan bekerja dalam kelompok (Job/role environmet
skill).
Kompetensi lebih menitik beratkan pada apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja
ditempat kerja, dengan perkataan lain kompeten menjelaskan apa yang seharusnya
dikerjakan oleh seseorang bukan latihan apa yang seharusnya diikuti. Kompetensi
juga harus dapat menggambarkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan
keterampilan pada situasi dan lingkungan yang baru. Karena itu uraian kompetensi
harus dapat menggambarkan cara melakukan sesuatu dengan efektif bukan hanya
mendata tugas. Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja. Sikap kerja atau attitude sangat mempengaruhi
produktivitas, namun sampai saat ini masih diperdebatkan bagaimana merubah sikap
kerja serta menilainya, tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif
singkat.
Menurut konsep Jerman (dalam sistem ganda) menggunakan istilah kompetensi
profesional atau kualifikasi kunci. Kompetensi profesional mencakup kumpulan
beberapa kompetensi yang berbeda seperti ditunjukkan di bawah.
Komponen-Komponen yang perlu untuk Kompetensi Profesional
Kompetensi
Spesialis
Kemampuan untuk :
- Keterampilan dan
pengetahuan
- Menggunakan perkakas
dan peralatan dengan
sempurna
- Mengorganisasikan dan
menangani masalah
Kompetensi
Metodik
Kemampuan untuk :
- Mengumpulkan dan
menganalisa informasi
- Mengevaluasi informasi
- Orientasi tujuan kerja
- Bekerja secara
sistematis
Kompetensi
Individu
Kemampuan untuk :
- Inisiatif
- Dipercaya
- Motivasi
- Kreativ
Kompetensi
Sosial
Kemampuan untuk :
- Berkomunikasi
- Kerja kelompok
- Kerjasama
Kompetensi
Profesional
Kualifikasi
Kunci
BAB IV
PERAN IQ, EQ, SQ, CQ DAN AQ
DALAM PERKEMBANGAN PROFESI
Menurut Daniel Goleman (Emotional Intelligence – 1996) : orang yang mempunyai
IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding
dengan orang yang IQ-nya rata-rata tetapi EQ-nya tinggi, artinya bahwa penggunaan
EQ atau olahrasa justru menjadi hal yang sangat pending, dimana menurut Goleman
dalam dunia kerja, yang berperan dalam kesuksesan karir seseorang adalah 85% EQ
dan 15% IQ. Jadi, peran EQ sangat signifikan.
Kita perlu mengembangkan IQ – menyangkut pengetahuan dan keterampilan, namun
kita juga harus dapat menampilkan EQ yang sebaik-baiknya karena EQ harus dilatih.
Untuk meningkatkan kemampuan IQ dan EQ agar supaya dapat memanfaatkan hati
nurani kita yang terdalam maka kita juga harus membina SQ yang merupakan
cerminan hubungan kita dengan Sang Pencipta / Allah SWT, melalui SQ kita dilatih
menggunakan ketulusan hati kita sehingga mempertajam apa yang dapat kita
tampilkan.
Jadi perpaduan antara IQ, EQ dan SQ inilah yang akan membina jiwa kita secara
utuh, sehingga kita dapat meniti karir dengan baik, dimana akan lebih baik lagi jika
= ISU UTAMA SAAT INI =
KEHIDUPAN GAGAL MENJALANKAN FUNGSINYA MEMBANGUN
SDM BERKEPRIBADIAN BERMUTU
INTELEKTUAL ADALAH PEMBANTU YANG BAIK, NAMUN ADALAH
PENGUASA YANG BURUK
ditambahkan AQ (Adversity Quotient) yang mengajarkan kepada kita bagaimana
dapat menjadikan tantangan bahkan ancaman menjadi peluang. Jadi yang ideal
memang saudara harus mampu memadukan IQ, EQ, SQ dan AQ dengan seimbang
sehingga Insya Allah saudara akan menjadi orang yang sukses dalam meniti karier.
KECERDASAN
Kenapa ada orang disebut lebih cerdas dari yang lain ? Ketika seorang anak usia 2
tahun dapat mengeja sederetan huruf pembentuk kata, bahkan kalimat, dengan baik
dan benar, serta merta orang tua dan lingkungannya menyebut ia “anak cerdas”.
Sederhana dasar yang dipakai, banyak anak lain dalam usia tersebut sama sekali
belum mampu melakukan hal itu.
Derasnya laju informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi memicu dan memacu setiap
orang untuk menjadi lebih cerdas. Baik oleh diri sendiri maupun – dan ini yang
tampak sangat menonjol – orangtua-orangtua yang berlomba “mencerdaskan” anakanaknya,
supaya mampu bersaing. Hiruk pikuk orang berburu kursus, paket latihan,
drilling program, dan sebagainya. Apa esensi yang hendak ditangkap ? Mungkin
betul, demi meningkatkan – jika mungkin semua – kecerdasan. Namun, barang apa
itu ?
Memahami Kecerdasan
Sejak dilakukan studi dan penelitian intensif, hal penting tentang kecerdasan
(intelligence) dicerminkan oleh berbagai kontroversi pengukuran. Seperti juga pada
barang lain, kontroversi ini tidak pernah berhenti, bahkan sampai sekarang.
David Wechsler (1939) mendefinisikan kecerdasan sebagai kumpulan kapasitas
seseorang untuk bereaksi serah dengan tujuan, berpikir rasional dan mengelola
lingkungan secara efektif.
Ia pula yang mengembangkan peranti tes kecerdasan individual bernama Wechsler
Intelligence Scale, yang hingga saat ini masih digunakan dan dipercaya sebagai skala
kecerdasan universal. Sebelumnya, JL Stockton (1921) mengatakan kecerdasan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi proses memilih yang berprinsip pada
kesamaan (similarities).
Beradasarkan analisisnya, C Spearman (1927) memutuskan bahwa seluruh aktivitas
intelektual tergantung pada suatu bagan yang disebut faktor G (general factors).
Namun tak kalah penting juga sejumlah faktor S (spesific factors) sebagai
pendukung. Penjelasannya, faktor G menggambarkan aspek-aspek umum, faktor S
adalah aspek yang unik dan given.
Maih banyak definisi maupun pengertian kecerdasan, seiring banyak nama para
pencetusnya. Cattell (1963) dan Horn (1968) mengemukakan versi mereka tentang
model hierarki kecerdasan (hierarchical model of intelligence). Faktor G berperan
sebagai pusat kecerdasan manusia, demikian menurut mereka.
Guilford (1967) terkenal dengan SOI-nya, structure of the intellect model. Ia
menggolongkan kecerdasan dalam tiga dimensi, yakni operations (apa yang
dilakukan orang), contents (materi atau informasi yang ditampilkan oleh operations)
dan product (bentuk pemrosesan informasi).
*Kamus Psikologi (2000) diuraikan :
- Kemampuan menggunakan konsep abstrak.
- Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri dengan situasi baru.
- Kemampuan mempelajari dan memahami sesuatu.
GARDENER (2002) memaparkan pengertian kecerdasan (intelligen) mencakup tiga
factor :
a. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan
manusia.
b. Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.
c. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan memunculkan penghargaan
dalam budaya seorang individu.
Membahas pengertian kecerdasan dalam berbagai perspektif memang cukup
kompleks. Lebih-lebih dewasa ini bermunculan beragam kecerdasan. Pemahaman
teoritik di atas bertujuan sebagai informasi, khususnya bagi masyarakat yang belum
familier tentang kecerdasan selain yang selama ini dipahami secara umum. Dengan
harapan, paparan singkat tersebut dapat membawa pemahaman kecerdasan secara
konkret dan ilmiah.
Untuk melengkapi, marilah kita pahami suatu kesimpulan bahwa kecerdasan
merupakan potensi dasar seseorang untuk berpikir, menganalisis dan mengelola
tingkah lakunya di dalam lingkungan dan potensi itu dapat diukur.
CIRI-CIRI MENDASAR KECERDASAN (INTELLEGENS) :
* To judge well (dapat menilai)
* To comprehend well (memahami secara menyeluruh).
* To reason well (memberi alasan dengan baik).
CIRI-CIRI PRILAKU INTELLEGEN / CERDAS :
- Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi yang bersangkutan.
- Serasi tujuan dan ekonomis (efesien).
- Masalah mengandung tingkat kesulitan.
- Keterangan pemecahannya dapat diterima.
- Sering menggunakan abstraksi.
- Bercirikan kecepatan.
- Memerlukan pemusatan perhatian.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECERDASAN (INTELLEGEN) :
- Pembawaan ; kapasitas / batas kesanggupan.
- Kematangan ; telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya, erat kaitan
dengan umut.
- Pembentukan ; pengaruh dari luar.
- Minat.
- Kebebasan ; terutama dalam memecahkan masalah.
Pendapat pribadi yang mungkin subjektif sifatnya, juga merupakan imbauan. Tidak
penting kecerdasan hanya dikejar, dimiliki dan menjadi sukses menurut parameter
material yang sempit. Juga tidak begitu penting kecerdasan mana yang lebih
berkontribusi terhadap prestasi maupun prestise. Kecerdasan akan terlihat dan
bermanfaat apabila dipraktikkan secara optimal dengan penuh penguasaan diri dan
rasa syukur, nyata di dalam masyarakat, berlangsung bagi hajat hidup orang banyak
tanpa terikat pada batasan-batasan tak logis, yang justru membuat orang tampak tidak
cerdas. Mari mencerdaskan bangsa dan menciptakan perdamaian di bumi.
• Kapasitas umum seseorang untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu.
• Berhubungan dengan penalaran / berfikir.
Intellegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak
secara logis, terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif
(Marten Pali, 1993).
Konsep intellegensi yang awalnya dirintis oleh Alfred Bined 1964, mempercayai
bahwa kecerdasan itu bersifat tunggal dan dapat diukur dalam satu angka.
PENGUKURAN / KLASIFIKASI IQ :
Very Superior : 130 –
Superior : 120 – 129
Brght normal : 110 – 119
Average : 90 – 109
IQ (INTELLEGENCE QUOTIENT)
Dull Normal : 80 – 89
Borderline : 70 – 79
Mental Defective : 69 and bellow
CIRI KHAS IQ (INTELLEGENCE QUOTIEN) :
- Logis
- Rasional
- Linier
- Sistematis
IQ MENJADI FAKULTAS RASIONAL DALAM KEPRIBADIAN MANUSIA.
Dengan memiliki IQ yang baik dan terstandar maka masing-masing individu
memiliki kemantapan pemahaman tentang potensi diri dan pengembangannya untuk
kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif dalam kehidupan sehari-hari maupun
untuk peranannya sebagai pelaksana / pelaku profesi.
Dulu orang mengira bahwa kecerdasan seseorang itu bersifat tunggal, yaitu dalam
satuan IQ (intelligence quotient) seperti selama ini kita kenal. Dampak negative atas
persepsi ini adalah individu yang rendah kecerdasan “akademik tradisionalnya”,
yakni matematik dan verbal (kata-kata), seakan tidak dihargai di hadapan masyarakat
luas. Kini tradisi yang telah berlangsung hampir seabad tersebut, telah dibongkar dan
terkuaklah bahwa kecerdasan manusia itu banyak rumpunnya. Kercerdasan itu
multidimensional, banyak cabangnya. Jadi TIDAK ADA MANUSIA YANG
BODOH, setiap manusia punya rumpun kecerdasan.
RUMPUN ATAU MACAM-MACAM KECERDASAN TERSEBUT ADALAH :
* IQ (INTELLEGENCE QOUTIENT)
* EQ (EMOTIONAL QOUTIENT)
* AQ (ADVERSITY QOUTIENT)
* SQ (SPIRITUAL QOUTIENT)
* CQ (CREATIVITY QOUTIENT)
Potensi kreatifitas dapat muncul dan disalurkan dalam semua rumpun kecerdasan,
maka setiap kehidupan manusia akan diperkaya melalui kecerdasan-kecerdasan di
atas. Setiap pelaksana atau pelaku profesi harus terdorong dan berpeluang melakukan
eksplorasi kreatif dengan banyak cara (multi modalitas) yang cocok dengan
karakteristik individu masing-masing. Frustasi dan kegagalan dalam bekerja dapat
berkurang jika pelaku profesi mencari informasi dengan berbagai cara / strategi
bekerja, dengan berbagai alternative, banyak fikiran untuk keberhasilan dalam
berkarya.
Situasi yang kondusif untuk bekerja bisa dicipta/didesain melalui pemberian motivasi
atau menumbuhkan motivasi diri sendiri dengan konsep bekerja yang berfokus pada
kelebihan-kelebihan yang dimiliki setiap individu atau kecerdasan-kercerdasan di
atas.
EMOSI adalah letupan perasaan seseorang.
PENGERTIAN EQ (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi :
• Kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri, perasaan orang lain, memotivasi
diri sendiri, mengelola emosi dengan baik, dan berhubungan dengan orang lain
(DANIEL GOLDMAN).
• Kemampuan mengerti dan mengendalikan emosi (PETER SALOVELY & JOHN
MAYER).
• Kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan,
ketajaman, emosi sebagai sumber energi, informasi, dan pengaruh (COOPER &
SAWAF).
• Bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan adaptasi
sosial (SEAGEL).
EQ (EMOTIONAL QUOTIENT)
ASPEK EQ (SALOVELY & GOLDMAN) ADA LIMA :
1. Kemampuan mengenal diri (kesadaran diri).
2. Kemampuan mengelola emosi (penguasaan diri).
3. Kemampuan memotivasi diri.
4. Kemampuan mengendalikan emosi orang lain.
5. Kemampuan berhubungan dengan orang lain (empati).
PRILAKU CERDAS EMOSI :
- Menghargai emosi negative orang lain.
- Sabar menghadapi emosi negative orang lain.
- Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
- Emosi negative untuk membina hubungan.
- Peka terhadap emosi orang lain.
- Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
- Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
- Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
- Tidak harus membereskan emosi orang lain.
- Saat emosional adalah saat mendengatkan
EQ TINGGI ADALAH :
- Berempati.
- Mengungkapkan dan memahami perasaan.
- Mengendalikan amarah.
- Kemandirian.
- Kemampuan menyesuaikan diri.
- Disukai.
- Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
- Ketekunan.
- Kesetiakawanan.
- Keramahan.
- Sikap hormat.
Emotional Quotient (EQ) mempunyai peranan penting dalam meraih kesuksesan
pribadi dan profesional. EQ dianggap sebagai persyaratan bagi kesuksesan pribadi.
Alasan utamanya adalah masyarakat percaya bahwa emosi-emosi sebagai masalah
pribadi dan tidak memiliki tempat di luar inti batin seseorang juga batas-batas
keluarga.
Penting bahwa kita perlu memahami apa yang diperlukan untuk membantu kita
membangun kehidupan yang positif dan memuaskan, karena ini akan mendorong
mencapai tujuan-tujuan PROFESIONAL kita.
Dr. DANIEL GOLEMAN memberikan satu asumsi betapa pentingnya peran EQ
dalam kesuksesan pribadi dan profesional :
• 90% prestasi kerja ditentukan oleh EQ.
• Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4%.
Dari banyak penelitian didapatkan hasil atau pendapat bahwa individu yang
mempunyai IQ tinggi menunjukkan kinerja buruk dalam pekerjaan, sementara yang
ber-IQ rendah justru sangat perprestasi. Hal ini dikarenakan individu yang
mempunyai IQ tinggi seringkali memiliki sifat-sifat menyesatkan sebagai berikut :
• Yakin tahu semua hal.
• Sering menggunakan fikiran untuk menalar bukan untuk merasakan.
• Meyakini bahwa IQ lebih penting dari EQ.
• Sering membuat prioritas-prioritas yang merusak kesehatan kita sendiri.
Kemampuan akademik, nilai raport, predikat kelulusan perguruan tinggi tidak bisa
menjadi tolak ukur seberapa baik kinerja seseorang sesudah bekerja atau seberapa
tinggi sukses yang akan dicapai.
Menurut MICK CLELLAND tahun 1973 “TESTING FOR COMPETENCE”, bahwa
seperangkat percakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif akan
menghasilkan ORANG-ORANG YANG SUKSES DAN BINTANG-BINTANG
KINERJA.
MEMBANGUN BENTENG UNTUK MENCAPAI KETERAMPILAN
EMOSIONAL (Dr. PATRICIA PATTON) :
1. Paham pentingnya peran emosi dan pemahaman yang memungkinkan anda
merasakan perbedaan besar dalam bagaimana kita mengendalikan emosi. Ini
terjadi ketika merasakan gembira yang sangat karena intensitas dan rentang
emosi, dimana kita overt control terhadap impuls untuk merasakannya. Ini dapat
mencegah masyarakat untuk tidak lagi saling berbagi dan menghormati perasaan
orang lain.
2. Mengekspresikan kenyataan bahwa tidak seorangpun memiliki perasaan yang
sama tentang persoalan yang serupa. Menerima perbedaan merupakan masalah
di masyarakat yang mengharapkan setiap orang dapat bertindak seperti itu.
3. Mengekang emosi adalah tindakan tidak sehat dan dapat mengarahkan kita
kedalam cara-cara yang negative. Yang paling baik adalah menyalurkan emosi
secara wajar dan bertahap.
4. Mempertajam intuisi pemecahan masalah ketika menghadapi suatu masalah yang
kita tidak mungkin dapat mengontrolnya. Ini bermanfaat untuk memahami
perbedaan antara pengaruh dan control. Ada beberapa hal kita dapat
mempengaruhi masyarakat dan beberapa situasi, tetapi dapat juga terjadi
kemungkinan bahwa masyarakat yang ingin mengendalikan segalanya.
5. Mengetahui keterbatasan diri sendiri dan tahu kapan kita perlu mengubah
strategi.
6. Memungkinkan orang lain menjadi diri sendiri, tanpa memaksakan harapan kita
pada mereka.
7. Mengetahui diri sendiri dan menghargai potensi yang kita miliki bagi
pertumbuhan pribadi.
8. Mengetahui pentingnya kasih sayang, perhatian dan berbagi bersama.
ROBERT K. COOPER, PH.D DAN AYMAN SAWAF, Meningkatkan kecerdasan
emosi dengan “masuk kedalam hati dan keluar dari fikiran” ;
Dengan meluangkan waktu dua atau tiga menit dan bangun tidur lima menit lebih
awal dari biasanya, duduklah dengan tenang, keluarlah dari fikiran anda, kemudian
masuklah pada suara-suara hati anda, tuliskan apa yang anda rasakan. Dengan caracara
ini mudah-mudahan dengan secara langsung akan mendatangkan kejujuran
emosi (hati), berikut kebijakan yang terkait, dan membawanya kepermukaan sehingga
anda dapat menggunakannya secara efektif. Lebih jauh suara-suara hati ini akan
memberi makna pada hari-hari panjang anda dan akan membawa pada kesiapan batin
untuk menjalani kehidupan.
Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri.
Kecerdasan spiritual adalah sumber yang mengilhami, menyemangati dan mengikat
diri seseorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu (Agus N. Germanto,
2001).
Kecerdasan spiritual sering disebut SQ (Spiritual Quotient) penemunya DANAH
ZOHAR dan LAN MARSHALL, LONDON, 2000) cenderung diperlukan bagi setiap
hamba Tuhan untuk dapat berhubungan dengan Tuhannya. Melibatkan kemampuan,
menghidupkan kebenaran yang paling dalam; artinya mewujudkan hal yang terbaik,
untuk dan paling manusiawi dalam batin.
Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan, dan arah panggilan hidup, mengalir dari dalam
dari suatu keadaan kesadaran yang hidup bersama cinta.
PAUL EDWAR; “SQ” adalah bukti ilmiah. Ini adalah benar ketika anda merasakan
keamanan (SECURE), kedamaian (PEACE), penuh cinta (LOVED), dan bahagia
SQ (SPIRITUAL QUOTIENT)
(HAPPY). Ketika dibedakan dengan suatu kondisi dimana anda merasakan ketidak
amanan, ketidak bahagian, dan ketidak cintaan.
VICTOR FRANK (PSIKOLOG); Pencarian manusia akan makna hidup merupakan
motivasi utamanya dalam hidup ini. Kearifan spiritual; adalah sikap hidup arif dan
bijak secara spiritual, yang cenderung lebih bermakna dan bijak, bisa menyikapi
segala sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai hati nurani kita, kecerdasan
spiritual “SQ”.
SQ DALAM PENELITIAN
CIRI-CIRI SQ TINGGI
Menurut Dimitri Mahayana (Agus Nggermanto, 2001), ciri-ciri orang yang ber-SQ
tinggi adalah :
a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
b. Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman.
Neurolog V.S. Ramachandran bersama timnya di Universitas California
dalam penelitiannya menemukan adanya “Titik Tuhan” (God Spot) di dalam
otak manusia. Pusat spiritual tersebut bersinar (bergetar) ketika seseorang
terlibat dalam pembicaraan tentang topik-topik spiritual dan agama. Dalam
buku yang berjudul Seratus Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah,
si penulisnya Michael H. Hart membuat peringkat enam teratas adalah : 1)
Nabi Muhammad SAW; 2) Isaac Newton; 3) Nabi Isa (Yesus); 4) Budha
(Sidharta Gautama); 5) Kong Hu Chu; 6) St Paul.
Hampir semua tokoh tersebut ternyata adalah tokoh-tokoh agama,
pemimpin/penggerak spiritual. Jadi manusia yang menentukan arah sejarah
adalah mereka yang memiliki kualitas spiritual.
c. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
d. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
MEMILIKI PRINSIP DAN VISI YANG KUAT
Apa itu prinsip ? Prinsip adalah suatu kebenaran yang hakiki dan fundamental
berlaku secara universal bagi seluruh umat. Prinsip merupakan pedoman berperilaku,
yang berupa nilai-nilai yang permanen dan mendasar. Ada 3 prinsip utama bagi
orang yang tinggi spiritualnya, yakni :
1. Prinsip kebenaran
Suatu yang paling nyata dalam kehidupan ini adalah kebenaran. Sesuatu yang
tidak benar tunggulah saatnya nanti pasti akan sirna.
Contoh :
Hukum alamiah, jika kita menyemai benih pada tempat yang salah, waktunya
tidak tepat, pengairannya keliru, pemupukannya salah, maka apa yang terjadi ?
Benih membusuk dan sirna.
Pelanggaran atas nilai kebenaran membuat kita kehilangan jati diri, hati nurani
yang tidak jernih.
2. Prinsip Keadilan
Bagaimana keadilan itu ? Keadilan adalah memberikan sesuatu sesuai dengan hak
yang seharusnya diterima, tidak mengabaikan, tidak mengurang-ngurangi.
3. Prinsp Kebaikan
Kebaikan adalah memberikan sesuatu lebih dari hak yang seharusnya. Contoh :
ketika kita naik becak membayar Rp. 5.000,00 sesuai kesepakatan. Tetapi kita
lebihkan membayar Rp. 6.000,00, inilah yang disebut kebaikan.
VISI YANG KUAT
Setelah prinsip, kita harus mempunyai visi. Visi adalah cara pandang bagaimana
memandang sesuatu dengan visi yang benar. Dengan visi kita bisa melihat
bagaimana sesuatu dengan apa adanya, jernih dari sumber cahaya kebenaran.
Contoh : Belajar itu tidak sekedar mencari angka raport, ijazah atau bisa mencari
kerja yang bergaji pantas.
MAMPU MELIHAT KESATUAN DALAM KEANEKARAGAMAN
Para siswa menuntut suasana belajar yang menyenangkan. Guru menginginkan
semangat dan hasil belajar yang optimal. Semua pihak berbeda tetapi sama-sama
menginginkan kebaikan.
MAMPU MEMAKNAI SETIAP SISI KEHIDUPAN
Semua yang terjadi di alam raya ini ada maknanya. Semua kejadian pada diri kita
dan lingkungan ada hikmahnya, semua diciptakan ada tujuannya. Dalam sakit, gagal,
jatuh, kekurangan dan penderitaan lainnya banyak pelajaran yang mempertajam
kecerdasan spiritual kita. Demikian juga ketika berhasil kita bersyukur dan tidak lupa
diri.
MAMPU BERTAHAN DALAM KESULITAN DAN PENDERITAAN
Sejarah telah membuktikan, semua orang besar atau orang sukses telah melewati likuliku
dan ujian yang besar juga.
Contoh : Thomas Edison menjadi sukses dan cemerlang dengan berbagai termuannya
setelah melalui caci maki dan kegagalan-kegagalan.
J.J. Reuseu menjelaskan jika tubuh banyak berada dalam kemudahan dan kesenangan,
maka aspek jiwa akan rusak. Orang yang tidak pernah mengalami kesulitan atau
sakit, jiwanya tidak pernah tersentuh. Penderitaan dan kesulitanlah yang
menumbuhkan dan mengembangkan dimensi spiritual.
KECERDASAN SPIRITUAL BAGI PELAKSANA PROFESI
SDM sebagai pelaksana dari suatu profesi dengan tingkat kecelakaan spiritual (SQ)
yang tinggi adalah pemimpin yang tidak sekedar beragama, tetapi terutama beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT. Seorang pelaksana profesi yang beriman adalah
orang yang percaya bahwa Tuhan itu ada, Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui apa-apa yang diucapkan, diperbuat bahkan isi hati atau niat manusia.
Seorang pelaksana profesi dapat membohongi pelaksana-pelaksana profesi yang lain
yang ada di lembaga kerjanya ataupun di luar lembaga kerjanya, tetapi tidak dapat
membohongi Tuhannya.
Selain dari pada itu SDM sebagai pelaksana suatu profesi yang beriman adalah
seorang yang percaya adanya malaikat, yang mencatat segala perbuatan yang baik
maupun yang tercela dan tidak dapat diajak kolusi. SDM sebagai pelaksana profesi
tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah,
mana yang halal dan mana yang haram, mana yang melanggar hukum dan mana yang
sesuai dengan hukum.
SDM sebagai pelaksana profesi harus selalu memegang amanah, konsisten
(istiqomah) dan tugas yang diembannya adalah ibadah terhadap Tuhan, oleh karena
itu semua sikap, ucapan dan tindakannya selalu mengacu pada nilai-nilai moral dan
etika agama, selalu memohon taufiq dan hidayah Allah SWT dalam melaksanakan
amanah yang dipercayakan kepadanya. Pemimpin tipe ini dalam menjalankan
tugasnya selalu berpijak kepada amar am’ruf nahi munkar (mengajak pada kebaikan
dan mencegah kejahatan).
Sebagaimana suatu ungkapan seorang pakar, “NO RELIGION WITHOUT MORAL,
NO MORAL WITHOUT LAW”.
Oleh karena itu SDM sebagai pelaksana suatu profesi haruslah yang beragama dalam
arti beriman dan bertaqwa, bermoral dalam arti dia ta’at pada hukum. Dalam
kenyataan kehidupan sehari-hari SDM yang beragama itu belum tentu beriman dan
bertaqwa, sehingga dia sesungguhnya tidak bermoral dan melanggar hukum. Sebagai
contoh misalnya, SDM yang bersangkutan menjalankan sholat 5 waktu tetapi masih
berbuat korupsi juga; atau ia berpuasa tetapi masih melakukan KKN juga dan lain
sebagainya. Seyogyanya orang yang mendirikan sholat itu dan menjalankan puasa itu
tidak akan melakukan haib yang melanggar hukum. Hal ini sesuai dengan firman
Allah yang artinya :
“Sesungguhnya sholat itu dapat mencegah kamu dari perbuatan keji dan munkar”
(QS. Al An Kabut, 29 : 45).
Sesungguhnya puasa itu tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga, tetapi puasa
itu dapat mencegah kamu dari perbuatan keji dan munkar (H.R. Al Hakim).
CREATIVITY / KREATIVITAS adalah potensi seseorang untuk memunculkan
sesuatu yang penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua
bidang dalam usaha lainnya :
GUIL FORD mendiskripsikan 5 ciri kreativitas :
a. KELANCARAN : Kemampuan memproduksi banyak ide.
b. KELUWESAN : Kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam
pendekatan jalan pemecahan masalah.
c. KEASLIAN : Kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinal
sebagai hasil pemikiran sendiri.
d. PENGURAIAN : Kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci.
e. PERUMUSAN
KEMBALI
: Kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan
melalui cara yang berbeda dengan yang sudah lazim.
Kreatifitas adalah kemampuan untuk mencipta dan berkreasi, tidak ada satupun
pernyataan yang dapat diterima secara umum mengenai mengapa suatu kreasi itu
timbul.
CQ (CRETIVITY QUOTIENT)
KECERDASAN KREATIVTAS
Kreativitas sering dianggap terdiri dari dua unsur :
1. Kepasihan yang ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar
gagasan dan ide-ide pemecahan masalah secara lancar dan cepat.
2. Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan
gagasan atau ide yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu
masalah.
Manusia yang menjadi lebih kreatif akan menjadi lebih terbuka pikirannya terhadap
imajinasinya, gagasannya sendiri maupun orang lain. Sekalipun beberapa pengamat
yang memiliki rasa humor merasa bahwa kebutuhan manusia untuk menciptakan
berasal dari keinginan untuk “hidup di luar kemampuan mereka”, namun penelitian
mengungkapkan bahwa manusia berkreasi adalah karena adanya kebutuhan dasar,
seperti : keamanan, cinta dan penghargaan.
Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan manfaat dari
berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri yang lebih besar,
kegembiraan hidup dan kemungkinan untuk menunjukkan kemampuan terbaik
mereka.
HAMBATAN UNTUK MENJADI LEBIH KREATIF
Kebiasaan, waktu, dibanjiri masalah, tidak ada masalah, takut gagal, kebutuhan akan
sebuah jawaban sekarang, kegiatan mental yang sulit diarahkan, takut bersenangsenang,
kritik orang lain.
Beberapa cara memunculkan gagasan kreatif yaitu :
1. Kuantitas gagasan.
Teknik-teknik kreatif dalam berbagai tingkatan keseluruhannya bersandar pada
pengembangan pertama sejumlah gagasan sebagai suatu cara untuk memperoleh
gagasan yang baik dan kreatif. Akan tetapi, bila masalahnya besar dimana kita
ingin mendapatkan pemecahan baru dan orisinil maka kita membutuhkan banyak
gagasan untuk dipilih.
2. Teknik brainstorming
Merupakan cara yang terbanyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik
pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Teknik ini cenderung
menghasilkan gagasan baru yang orisinil untuk menambah jumlah gagasan
konvensional yang ada.
3. Sinektik
Suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk
menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam permasalahan, maka
proses sinektik mencoba membuat yang asing menjadi akrab dan juga sebaliknya.
4. Memfokuskan tujuan
Membuat seolah-olah apa yang diinginkan akan terjadi besok, telah terjadi saat ini
dengan melakukan visualisasi yang kuat. Apabila prose itu dilakukan secara
berulang-ulang, maka pikiran anda akan terpusat ke arah tujuan yang dimaksud
dan terjadilah proses auto sugesti ke dalam diri maupun keluar.
Tentu saja untuk keberhasilannya perlu pembelajaran dan pelatihan intensif
bagaimana menggunakan kekuatan bawah sadar Anda itu, dengan mengaktifkan Nur
Ilahi untuk mendapatkan imajinasi yang kuat, agar kreativitas selalu muncul saat
dibutuhkan, membangun Prestasi dan Citra yang membanggakan.
SDM sebagai pelaksana suatu profesi dengan tingkat kecerdasan kreativitas (CQ)
yang tinggi, adalah mereka yang kreatif, mampu mencari dan menciptakan terobosanterobosan
dalam membatasi berbagai kendala atau permasalahan yang muncul dalam
lembaga profesi yang mereka geluti.
Seorang pelaksana profesi yang ingin mencapai nilai-nilai profesional, haruslah
mempunyai CQ yang tinggi, yaitu mampu menghasilkan ide-ide baru (orisinil) dalam
meningkatkan daya saing dalam dunia kerjanya dan lebih luas lagi daya saing di era
globalisasi. Seorang pelaksana profesi haruslah bersikap fleksibel, komunikatif dan
aspiratif, serta tidak dapat diam, selalu menginginkan perubahan-perubahan kearah
kehidupan yang lebih baik, reformatif dan tidak statis.
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, psikiater, mengemukakan bahwa SDM dengan CQ
yang tinggi mampu merubah bentuk. Dari suatu ancaman (THREAT) menjadi
tantangan (CHALLENGE) dan dari tantangan menjadi peluang (OPPORTUNITY).
Daya kreativitas tipe ini dapat membangkitkan semangat, percaya diri (SELF
CONFIDENCE) dan optimisme masyarakat dan bangsa untuk menghadapi masa
depan yang lebih baik, daya kreativitasnya bersifat rasional, tidak sekedar anganangan
belaka (WISH FUL THINKING), dan dapat di aplikasikan serta di
implementasikan.
Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 – 1931) berhasil menemukan baterai
yang ringan dan tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama
20 tahun. Tak heran kalau ada yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000
kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa akhirnya Anda akan berhasil ?”
Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil ? Bukan hanya berhasil, saya
telah mendapatkan banyak hasil. Kini saya tahun 50.000 hal yang tidak berfungsi.
Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem
seorang climber (pendaki) – yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan
(adversity quotient, AQ) tinggi – dalam buku Adversity Quotient :
Turning Obstacles into Opportunities karya Paul G. Stoltz, Ph.D. Inilah sebuah buku
yang mencoba mengukur kecerdasan menghadapi kesulitan dari berbagai profesi,
baik dalam dunia bisnis maupun dalam dunia-dunia kreatif lainnya. Terminologi AQ
memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel
Goleman, kecerdasan eksekusi (execution quotient) karya Stephen R. Covey. Meski
begitu, buku ini juga mampu memberikan perspektif baru bagi para eksekutif bisnis
papan atas di AS.
AQ (ADVERSITY QUOTIENT)
KECERDASAN DALAM MENGHADAPI MASALAH
Selain Edison, kita mengenal Steve Jobs (Apple Computer, Pixar Studios), Bill Gates
(Microsoft) dan sederet nama lainnya. Dalam konteks Indonesia, saya pernah
berbincang-bincang dengan Kafi Kurnia, salah seorang konsultan pemasaran terbaik
Indonesia. Dia mata Kafi, salah seorang pengusaha Indonesia yang memiliki AQ
tertinggi adalah Ny. Meneer, yang perusahaan jamunya terus tumbuh di berbagai
zaman Indonesia sejak zaman Belanda. Di zaman modern, saya pribadi menganggap
Rusdi Kirana, yang berhasil membuat standar baru dalam industri penerbangan,
sebagai salah seorang yang memiliki AQ tinggi.
Apakah adversity quotient (AQ) itu ?
Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. “AQ merupakan
faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh mana
sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata,
orang yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya
dibandingkan orang yang AQ-nya lebih rendah.
Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung.
Dalam hal ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian : quitter
(yang menyerah), camper (berkemah di tengah perjalanan), dan climber (pendaki
yang mencapai puncak). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk
bertahan hidup. Para camper labih baik, karena biasanya mereka berani melakukan
pekerjaan yang beresiko, tetapi tetap mengambil resiko yang terukur dan aman.
Adapun para climber, yakni mereka yang dengan segala keberaniannya menghadapi
Adversity Qountient adalah kemampuan / kecerdasan seseorang untuk dapat
bertahan menghadapi
kesulitan-kesulitan dan mampu
mengatasi tantangan hidup
resiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Dalam konteks ini, para climber dianggap
memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper
dan quitter. Para climber inilah yang berhasil menggerakkan perekonomian.
Paul G. Stoltz, merinci AQ berdasarkan penelitiannya :
a. AQ Tingkat “Quitters” (Orang-orang yang Berhenti)
Tingkatan AQ paling rendah yakni orang yang langsung menyerah ketika
menghadapi kesulitan hidup. Orang yang tidak berikhtiar dan hanya berkeluh
kesah menghadapi penderitaan kemiskinan dan lain-lain.
b. AQ Tingkat “Campers” (Orang yang Berkemah)
Campers adalah AQ tingkat bawah. Awalnya giat mendaki / berusaha
menghadapi kesulitan hidup, ditengah perjalanan mudah merasa cukup dan
mengakhiri pendakian atau usahanya. Contoh : orang yang sudah merasa cukup
dengan menjadi sarjana, merasa sukses bila memiliki jabatan dan materi.
c. AQ Tingkat “Climbers” (Orang yang Mendaki)
Climbers adalah pendaki sejati. Orang yang seumur hidup mendaki mencari
hakikat kehidupan menuju kemuliaan manusia dunia dan akhirat.
Rentang AQ meliputi tiga (3) golongan :
1. AQ rendah (0-50)
2. AQ sedang (95-134)
3. AQ tinggi (166-200)
Kabar baik kita semua adalah bawah AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang
bersifat given. AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap
orang bisa diberi pelatihan untuk meningkatkan level AQ-nya. Di banyak perusahaan
yang dilatihnya, Stoltz berhasil melihat peningkatan kinerja – dalam berbagai ukuran
– para karyawannya. Di sebuah perusahaan farmasi multinasional, Stoltz
mendapatkan fakta bahwa peningkatan AQ para karyawan, membuat perusahaan
lebih mudah melakukan perubahan strategis. Padahal kita semua mafhum, banyak
perubahan strategis yang mahal biayanya karena resistensi para karyawannya.
Dunia kerja adalah dunia yang penuh dengan tantangan dan rintangan, karenanya
sanggupkah kita menjalaninya ? sebagai pelaksana profesi yang ingin menjadi
seorang yang profesional hendalah menetapkan dihati bahwa “Saya adalah pendaki
sejati, yang akan mengarungi semua tantangan dan rintangan yang ada”.
Namun satu hal yang perlu kita yakini bersama bahwa tidak ada manusia yang
sempurna, tidak ada jalan yang lurus mulus. Setiap individu mempunyai kelebihan
dan kekurangan dalam dirinya. Hambatan dan peluang akan ditemui dalam mencapai
cita-cita masa depan. Analisis SWOT merupakan suatu teknik yang dapat digunakan
untuk menelaah tingkat keberhasilan pencapaian cita-cita/karier.
“S” Strenght (Kekuatan), adalah sebuah potensi yang ada pada diri sendiri yang
mendukung cita-cita / karier.
“W” Weakness (Kelemahan), adalah seluruh kekurangan yang ada pada diri sendiri
dan kurang mendukung cita-cita/ karier.
“O” Opportunity, (Peluang), adalah segala sesuatu yang dapat menunjang
keberhasilan cita-cita/karier.
“T” Traits (Ancaman), adalah segala sesuatu yang dapat menggagalkan rencana citacita/
karier yang berasal dari diri sendiri atau lingkungan.
Pemecahan masalah dapat dilakukan dengan Zero Mind Proces; melepas belenggu
mental, maka emosi terkendali, akal/logika berpikir terjadi ketenangan batin, berserah
diri kepada Tuhan. Maka potensi energi dan nilai spiritual muncul dan bangkit,
tercipta dalam bentuk aplikasi nyata.
Skema Pengambilan Keputusan
Sumber : Ary Ginanjar, ESQ Power, 2003
Masalah
Timbul
Kebebasan
Memilih
Keputusan
Emosional
Keputusan
Spiritual
Keputusan
Persepsi
“…Tidak ada suatu keputusan, melainkan bagi Allah. Dia menerangkan
kebenaran dan Dia sebaik-baiknya Pemberi Keputusan” (QS. Al An’aam 6 : 57)
BAB V
OBJEKTIFLAH DALAM MENILAI KESANGGUPAN
MANAGERIAL ANDA
Bab ini membawa anda bertamasya kepada suatu perjalanan, yang bagi kebanyakan
laksanawan (executives), merupakan suatu daerah yang asing. Perjalanan ini
bukanlah suatu jalan yang gampang. Sebab salah satu hal yang tersukar untuk
dikerjakan atau dilaksanakan seseorang, ialah untuk melihat dirinya sendiri dengan
objektif dan realistis, menurut kenyataannya, tanpa dikabuti atau diwarnai pemujaan
diri sendiri, penipuan diri, atau keputusasaan dan kekacauan fikiran.
Sebagai dikatakan oleh Dr. A.J. Toynbee, seorang ahli sejarah dan filsafat : “Manusia
belum begitu banyak, dan belum begitu jauh, untuk menyelidiki dan mengetahui alam
spiritual. Dunia baru ini, dimana kehidupan sangat memerlukannya untuk
mengadakan hubungan, ialah dunia spritual dalam diri kita sendiri.”
Suatu analisa terhadap diri sendiri, akan dapat membawa keuntungan dan faedah,
sekurang-kurangnya dalam tiga hal :
1. Menambah ke-efektifan kepemimpinan atau kemampuan manajerial dan pengaruh
anda terhadap orang lain.
2. Memperbaiki hubungan-hubungan personil.
3. Perkembangan pribadi kearah yang lebih baik.
“Hanyalah seperti pengetahuan anda terhadap diri sendiri”, kata Bernard M. Baruch,
“otak anda dapat melayani anda sebagai suatu alat untuk mengetahui kegagalankegagalan
anda sendiri, nafsu dan emosi anda, serta prasangka-prasangka yang ada
pada diri anda, sehingga hal itu dapat anda pisahkan atau bedakan dari apa yang anda
lihat dan anda amati.” (Hal ini adalah suatu problema yang serius untuk kebanyakan
orang. Mereka mengkhayalkan suatu pekerjaan dan prestasi yang hebat atau
spektakuler jauh di masa depan, sehingga karena itu, mereka meremahkan perbaikanperbaikan
selangkah demi selangkah, atau perbaikan hari demi hari. Tapi mereka
lupa, bahwa tanpa perbaikan-perbaikan kecil, perbaikan hari demi hari secara
kontinu, maka prestasi yang hebat atau spektakuler dimasa datang seperti dimimpikan
mereka itu akan tidak pernah tercapai).
Manusia sudah menempuh suatu jalan yang panjang untuk sampai kepada arah dan
tujuan “pengertian, pengetahuan atau pengenalan tentang dirinya sendiri, walaupun
masih banyak yang belum diketahuinya, atau masih banyak yang akan dipelajarinya.
Dibandingkan dengan para nenek moyangnya yang primitif, dia sudah mengetahui
jauh lebih banyak. Suku-suku primitif di Australia, yang masih dalam tingkat
kebudayaan batu, masih belum dapat menghubungkan ata mempertalikan rasa sakit
kepalanya dengan kepalanya sendiri. Bahkan beberapa pengertian-pengertian
jasmaniah yang sederhana, masih asing bagi mereka itu.
Orang modern bukan saja mengerti soal penyakit kepala yang dideritanya, tapi
pengetahuannya sudah lebih jauh lagi, sampai kepada suatu pengetahuan tentang sakit
yang terjadi didalam pencernaanya, tentang tekanan darah dan sebagainya.
Tapi selain dari soal-soal penyakit tersebut di atas itu, anda perlu untuk lebih
mengenal diri sendiri, dalam hal-hal yang lebih luas. Biasanya self study atau
pemeriksaan/penelitian terhadap diri sendiri itu, hanyalah dilakukan pada saat-saat
krisis, dikala anda memperoleh atau menghadapi kekuatan anda, dan kekurangankekurangan
anda. Untuk suatu gambaran yang berimbang dan lebih mendekati
kebenaran, anda harus melihat dan memeriksa diri sendiri, di waktu situasi-situasi
yang relatif normal, dan diwaktu keadaan stabil.
Tugas itu tidaklah mudah. Ahli psiko-analisa Dr. Ada Hirsh dalam tulisannya
mengenai kemungkinan-kemungkinan dari analisa sendiri, menunjukkan keperluan
atau syarat-syarat yang dibutuhkan untuk analisa diri sendiri itu, yakni :
1. Suatu tingkat tertentu dalam kesehatan jiwa.
2. Suatu keinginan untuk dapat lebih dekat mendekati kebenaran tentang diri kita
sendiri.
3. Suatu kesanggupan untuk berfikir secara logis, dengan suatu jiwa dan pikiran
yang terbuka (open mind) dan dengan keberanian.
Adalah suatu anggapan populer, bahwa untuk mengenal diri sendiri itu, adalah suatu
masalah yang sederhana, yaitu dengan mempelajarinya sedikit demi sedikit setiap
hari.
Sesungguhnya untuk dapat mengenal diri, tidaklah sesederhana itu. Kesukarannya
terutama, karena sesungguhnya dalam diri kita masing-masing, kita cenderung untuk
membangun dalam diri kita sendiri suatu jaringan pertahanan yang kuat, yang
bertindak dan berlaku untuk melindungi ego dan perasaan harga diri kita dari orang
lain, dan kadang-kadang dari diri kita sendiri.
Setiap orang lahir ke dunia ini dengan keadaan tidak berdaya dan bergantung kepada
orang lain. Untuk dapat mempertahankan hidupnya, setiap orang akan belajar, bahwa
hal itu tergantung juga kepada sikap dan pendapat atau perasaan orang lain. Anak
yang sedang tumbuh itu belajar dan mengetahuinya, bahwa dia sangat bergantung
kepada ibunya, bukan saja untuk kesenangan jasmaniahnya, tapi juga untuk hadiah
dan pujian yang menyenangkan, cinta, perhatian dan rasa perlindungan.
Pada saat seseorang itu bertambah besar dan dewasa, dia tetap mencari dan
menginginkan pendapat yang baik dan persetujuan dari masyarakat lingkungannya
yang semakin melebar. Dia menghendaki teman, bukan saja untuk kesenangan
jasmaninya, tapi juga untuk menyetujui apa yang dilakukannya. Dalam persetujuan
dan simpathy orang itu, dia memperoleh jaminan tentang harga dirinya sendiri.
MENGAPA ANDA MENGHINDARI ATAU ENGGAN
MELIHAT DIRI ANDA YANG SEBENARNYA,
SEBAGAIMANA ORANG LAIN MELIHAT DIRI SENDIRI
Pada saat seseorang itu bertambah besar dan dewasa, dia tetap mencari dan
menginginkan pendapat yang baik dan persetujuan dari masyarakat lingkungannya
yang semakin melebar. Dia menghendaki teman, bukan saja untuk kesenangan
jamanisnya, tapi juga untuk menyetujui apa yang dilakukannya. Dalam persetujuan
dan simpathy orang itu, dia memperoleh jaminan tentang harga dirinya sendiri.
Demikian besarnya keinginan orang untuk cinta dan persetujuan itu, sehingga
seseorang mau menipu dirinya sendiri, kalau perlu, daripada menghadapi kenyataan.
Jika tingkah laku atau perbuatannya yang tidak diselubingi, sehingga nampak
sebagaimana keadaan yang sebenarnya, dia akan mendapat kritik dan celaan, jauh
dari rasa senang dan persetujuan orang. Mungkin dia melakukan sesuatu yang tidak
difikirkan dengan matang lebih dulu, tergesa-gesa, kasar bahkan kejam. Tapi dari
pada melihat dan menghadapi dirinya sendiri dalam suatu sorotan atau pandangan
yang tidak bersahabat dari orang lain, bahkan di matanya sendiri, maka fikiran atau
jiwa tak sadarnya akan melindungi gambaran dirinya sendiri (his image of himself).
Jadi dengan begitu :
1. Dia membuat tindakan dan perbuatan atau memajukan keterangan atau alasanalasan,
sehingga tingkah lakunya itu seolah-olah menjadi rasionil, wajar dan
pantas. Dia berkata, “Saya melakukan itu, karena …..”. Perkataan atau
keterangannya itu memberikan alasan baik dan kuat serta logis dan dapat
diterima, tentang tindakan dan tingkah lakunya itu.
2. Dia memproyeksikannya. Dia memungkiri perbuatannya yang salah atau tidak
baik itu, dan melihat serta menuduhkannya, sebagai problema dan perbuatan
orang lain.
3. Dia memindahkan atau menggeserkannya. Dia menyalahkan seseorang yang lain
dari kesalahan-kesalahannya sendiri, yang tidak dapat diterimanya.
4. Dia mengadakan kompensasi. Dia meningkatkan dirinya dalam bidang lain,
dikala dia gagal atau lemah dalam sesuatu hal atau bidang.
Jalan kepada pengenalan diri sendiri, dapat dihalangi jiwa tak sadar, yang banyak
mempengaruhi tingkah laku. Dr. Sigmund Freud, bapak dari psiko-analisa, adalah
orang yang pertama mengenal pentingnya fikiran atau jiwa tak sadar itu dalam
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku.
Problema yang nyata timbul, karena alat-alat pengaman bertindak atau bekerja
dibawah tak sadar secara otomatis. Anda tentulah harus menjadi orang yang sangat
ahli dalam hal ini, jika anda ingin melihat dan menjenguk ke dalam diri anda sendiri,
dan untuk dapat “melihat” ke dalam diri anda sendiri. Betapa sering anda mengalami
dan melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan apa yang secara sadar ingin
anda perbuat.
Dr. Wiliam Menninger seorang dokter yang terkenal berkata : “Hal seperti ini sangat
jelas nampak pada orang yang tak dapat berhenti dari kebiasaan buruknya “makan
terlalu banyak”. Mereka membuat segala macam tekad dan keputusan untuk suatu
diit; tapi nampaknya mereka tidak berdaya untuk tetap melaksanakan tekad atau
keputusannya itu. Nyata, beberapa tekanan dari jiwa tak sadar mendorong mereka
untuk terus melakukan hal-hal, yang secara sadar mereka ingin untuk berhenti
melakukannya.
Banyak laksanawan, pada satu waktu, mempunyai jenis kesukaran yang sama, dalam
melakukan dan menyelesaikan sesuatu tugas tertentu. Dia berjanji terhadap dirinya
sendiri, untuk membereskan atau menyelesaikan sesuatu tugas pada kesempatan yang
pertama, tapi nampaknya dia tidak sanggup.
KETIDAK SADARAN (JIWA TAK SADAR)
ANDA DAPAT MENGHAMBAT KEMAJUAN ANDA
Dr. Burleigh B. Gardner, seorang ahli anthropologi sosial yang terkenal
menunjukkan, bahwa beberapa alasan-alasan mengapa para manajer menunda atau
gagal, walaupun kesadaran mereka menginginkan kemajuan, ialah :
1. Harga diri yang berlebih-lebihan. Karena merasa dirinya sangat penting. Sering
banyak orang yang kapabel, tidak menyukai pekerjaannya diawasi, dan merasa
sangat tersinggung terhadap tuntutan-tuntutan yang dilakukan terhadap mereka.
2. Keinginan secara tidak disadari untuk memperoleh kedudukan dan nama yang
sangat penting. Pekerjaan mereka sebagai manajer dalam kedudukannya
sekarang, baginya hanyalah sebagai alat atau lompatan untuk tujuan-tujuan lain.
Pada dasarnya dia tidak mempunyai perhatian dan minat untuk pekerjaan atau
tugasnya yang sedang dipegangnya sekarang, dan karena itu juga kurang
memperoleh kepuasan.
3. Ketidak sanggupan untuk menyediakan tempat buat orang lain. Banyak orang,
walaupun jiwa sadar mereka menghendaki bekerja sama dengan orang lain, tapi
nampaknya mereka tidak mengambil langkah untuk melaksanakannya. Mereka
merasa tidak enak akan kemajuan dari setiap orang. Walaupun orang ini mungkin
memberi anda alasan-alasan dari tindakannya itu, bahwa keadaan yang
sesungguhnya secara tidak disadari ialah : Bahwa dibawah ketidak sanggupan
mereka itu untuk bekerja sama dengan orang lain, terletaklah suatu kebencian
yang mendalam terhadap orang-orang lain.
4. Perlawanan terhadap kekuasaan. Ahli-ahli psikologi menunjukkan, bahwa
perlawanan terhadap kekuasaan (authority), mengambil banyak bentuk yang
terselubung, seperti keterlambatan yang kronis, lupa terhadap pertemuanpertemuan
yang penting, dan kelupaan pesan-pesan untuk atasan, menuntut
kelebihan dan keistimewaan, serta sikap tidak memperdulikan pengarahan dan
perintah. Orang yang melakukan taktik-taktik seperti itu, barangkali tidaklah
sadar dari kenyataan, bahwa dia melakukan perlawanan menentang atasannya,
karena dia takut penolakan. Tingkah lakunya itu seolah-olah berkata, “Saya tahu
anda tidak menyukai saya, jadi saya akan menolak anda, sebelum anda
mempunyai suatu kesempatan untuk menolak saya”.
Jadi kita lihat, seseorang itu mungkin tidak sadar akan kenyataan, bahwa dia sendiri
yang menghambat jalannya sendiri. Sebagai diceritakan penggubah sandiwara yang
terkenal, Ben Hecht :
Seorang yang bijaksanak, hanyalah mempunyai satu musuh, yaitu dirinya
sendiri. Musuh ini adalah seorang yang sukar untuk diabaikan dan mempunyai
banyak tipu muslihat. Dia menyerang seseorang dengan menanamkan rasa
takut dan kebimbangan. Dan dia selalu mencari untuk melepaskan atau
menyesatkan orang dari tujuannya. Dia adalah suatu musuh yang tak dapat
dilupakan, tapi tetap menipu.
Usaha untuk mengerti dan untuk mengenal diri sendiri, sudah sejak lama, yaitu sejak
Adam dan Eva. Kebanyakan orang, secara total tidak sadar tentang perasaanperasaan
mereka sendiri, tentang emosi, kepercayaan dan tujuan hidup mereka.
Profesor Werner Wolf dari “Bard College”, pernah melakukan suatu eksperimen yang
sederhana, yang menunjukkan, betapa asingnya sering seseorang itu terhadap dirinya
sendiri. Dalam eksperimen itu, dia menyuruh beberapa orang untuk menandai dirinya
sendiri dan teman-temannya dalam suatu deretan gambar-gambar, dimana mukamuka
atau wajah muka dari gambar itu tidak kelihatan, disembunyikan. Rata-rata
setiap orang sukar menandai dirinya sendiri dari deretan gambar-gambar itu; anehnya
dia lebih mudah untuk menemukan gambar-gambar dari kenalan-kenalananya.
Jika anda pernah membuat gambar hidup atau film dari anda sendiri (orang Barat
sering melakukan itu, terlebih orang berada, (penterjemah), dan kemudian menonton
anda dan tingkah laku anda sendiri dalam film itu, melihat dan mendengar suara dan
percakapan anda sendiri, mungkin anda akan berkata terhadap anda sendiri: “Itukah
saya ?” Jika dengan demikian, anda menjadi heran dan sadar akan keasingan dan
kurang mengenal anda terhadap bentuk-bentuk luar anda yang nampak,-seperti wajah
CARILAH KEBENARAN TENTANG DIRI ANDA
dan suara anda, -bayangkanlah betapa lebih sukar lagi untuk mengetahui dan
mengenal tentang bagian-bagian anda (your inner self).
Tapi walaupun begitu besar kesukaran-kesukaran itu, usaha untuk lebih mengenal diri
sendiri itu adalah sangat penting didalam peranan anda sebagai seorang pemimpin
industri. Dimanakah anda mulai ? Untuk itu, cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan
berikut ini :
1. Apakah anda pernah mengalami, atau Ya Tidak
melakukan, maupun menyetujui sesuatu
yang bertentangan terhadap keyakinan
anda yang sebenarnya ?
2. Pernahkah anda mempunyai suatu Ya Tidak
mimpi yang bukan-bukan ?
3. Apakah anda pernah dalam suatu Ya Tidak
suasana jiwa yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan, dan yang tidak dapat
anda lepaskan ?
4. Apakah anda pernah betul-betul merasa Ya Tidak
heran dan takjub tentang sesuatu
peristiwa atau pengalaman anda pada
waktu yang lewat, sedang waktu peristiwa
atau pengalaman itu sendiri, anda tidak
begitu merasakannya atau hanya sangat
sedikit pengaruhnya terhadap anda.
5. Pernahkah anda heran dan terkejut Ya Tidak
tentang reaksi-reaksi orang lain terhadap
apa yang anda katakan dan anda perbuat ?
6. Pernahkah adan merasa sangat malu, Ya Tidak
karena sesuatu perkataan anda sendiri
yang sudah terlanjur diucapkan ?
7. Pernahkah anda melakukan atau Ya Tidak
menceritakan sesuatu rahasia yang
sudah anda janjikan atau sumpahkan,
untuk tidak membukakannya ?
8. Apakah anda sering kecewa terhadap Ya Tidak
seseorang, karena dia berubah menjadi
jelek dari yang anda harapkan, atau
menjadi takjub karena berubah jauh
lebih baik dari yang anda perkirakan ?
9. Apakah anda pernah menjerit dalam suatu Ya Tidak
gedung bioskop waktu sedang nonton
film, yang kemudian anda anggap sebagai
hal yang pantas dan sentimentil ?
10. Apakah anda memikirkan atau mengetahui, Ya Tidak
kemana atau menjadi apa anda inginkan
lima tahun lagi ?. Atau sepuluh tahun lagi ?
Dr. Schuyler Hoslett, Wakil Presiden dari Dun & Bradstreet, mempunyai daftar
pertanyaan-pertanyaan pendek dan bersifat menyelidik, yang sering dapat menolong
seseorang dalam usaha memperoleh pengertian untuk diri sendiri. Dia menyarankan
agar laksanawan merenungkan, dengan jawaban-jawaban terhadap empat pertanyaan
berikut, bilamana laksanawan itu merasa gelisah atau tidak puas :
1. Untuk apakah saya disini ? Apakah tujuan hidup ini bagi saya ?
2. Mengapa saya bekerja dalam perusahaan atau organisasi ini ? Apakah itu cocok
dengan tujuan hidup saya dalam hidup ini ?
3. Apakah yang dapat dilakukan organisasi ini, untuk menolong saya untuk
mengembangkan arti dan guna diri saya di dunia ini ? Apakah hal ini menolong
saya untuk mencapai tujuan saya.
4. Andaikan saya memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi ini, bagaimanakah
saya berusaha, untuk mencapai arti dan tujuan saya di dunia ini ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas itu, walaupun nampaknya seperti sederhana, tapi
mempunyai arti yang dalam dan kompleks, dan demikian juga tentang jawabannya.
Pada kenyataannya, makin cepat dan makin mudah jawaban untuk itu datangnya,
akan makin kuranglah dipercayai kebenarannya. Dengan berselubung dalam bentuk
atau rupa yang sangat sederhana, setiap pertanyaan itu memerlukan atau meminta
penelitian dan pemikiran yang serius. Mengungkapkan kenyataan tentang anda
sendiri, akan memberi sedikit kekagetan, tapi dengan pengungkapan itu anda akan
merasa lebih bahagia.
Teknik atau metode-metode untuk mempelajari kepribadian, adalah sangat kompleks
sifatnya. Untuk dapat menembus dan mengenal sampai sedalam-dalamnya, mungkin
anda perlu memanggil ahli atau “expert”. Tapi banyak dari alat-alat yang
dipergunakan ahli-ahli psikologi untuk menyelidiki dan untuk menembus atau untuk
lebih mengenal sifat karakter seseorang itu, dapat juga dipergunakan oleh laksanawan
umumnya. Untuk suatu penyelidikan yang lebih mendalam tentang diri anda sendiri,
anda dapat mencoba lima dari metode-metode yang diuraikan di bawah ini, dan
pilihlah metode yang anda rasa, akan dapat anda gunakan dengan lebih berhasil.
1. Pendekatan Dengan Riwayat Hidup Sendiri (Autobiographical Approach)
Beberapa orang mungkin berkesimpulan, bahwa adalah lebih berhasil untuk
menyelidiki yang telah lalu, untuk mengungkapkan dan menguraikan kejadiankejadian
yang sangat penting dan kritis, yang mempengaruhi dan menentukan
mengapa dan menjadi apa mereka itu sekarang ini. Hal itu dapat dilakukan dengan
mudah, mulai dari ingatan dan kenang-kenangan anda yang paling awal (semasa
masih kanak-kanak permulaan), tentang orang-orang yang paling penting dalam
kehidupan anda.
LIMA TEKNIK UNTUK MEMPELAJARI ANDA SENDIRI
Bagaimanakah rupanya ayah anda ? Bagaimana reaksi anda terhadapnya sebagai
seorang manusia ? Apakah anda benci dan tidak senang terhadap disiplinnya, dan
apakah anda kemudian mengerti tentang motifnya ? Apakah cita-cita atau harapannya
tentang anda ? Cita-cita apakah yang anda cita-citakan bersama, tentang atau
mengenai masa depan ? Apakah anda dalam beberapa hal bertindak atau
memperlakukan anak-anak anda, mempunyai persamaan dengan cara-cara dan
tindakan ayah anda terhadap anda sewaktu masa kanak-kanak ?
Jujurlah dalam jawaban anda. Semua anak-anak mempunyai konflik-konflik dengan
orang tua mereka, dan dengan orang-orang dewasa lainnya. Orang yang sudah
dewasa dapat mengerti masalah konflik itu, dan karena itu anda lebih dapat
memahaminya dalam hubungan anda dengan anak-anak anda sendiri dan dengan
orang-orang lainnya.
Cara-cara dan jenis reaksi terhadap segala bentuk otorita dan kekuasaan, sering
merupakan suatu lanjutan dari hubungan anda yang sudah terjadi dengan orang tua
anda sendiri. Suatu penyelidikan anda untuk lebih baik menangani dan menghadapi
masalah-masalah sekarang, dan yang lebih penting lagi, akan dapat membangun suatu
dasar dari masa datang atau masa depan anda.
Pertanyaan-pertanyaan kunci yang lain ialah, pertanyaan terhadap diri sendiri, seperti:
¨ Kemajuan-kemajuan atau prestasi apakah yang pernah saya lakukan di sekolah
yang paling membanggakan saya ?
¨ Apakah yang paling mengecewakan saya dalam kehidupan saya ?
¨ Manusia-manusia jenis manakah yang menjadi sahabat-sahabat saya ?
¨ Pengalaman-pengalaman yang manakah yang memberi saya kepuasan yang
paling besar ?
Tetapi janganlah hanya melihat kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dramatis dan
mudah diingat dari yang telah lewat itu. Kejadian-kejadian itu mungkin penting, tapi
hal itu mungkin sekali memberi anda suatu gambaran yang salah dan tidak benar.
Periksa dan lihatlah kepada bagian-bagian kecil yang masih tinggal pada anda, yang
timbul atau terjadi kembali, jika anda berfikir tentang yang telah lewat. Hal ini,
dengan tidak diragukan lagi, turut memainkan suatu peranan dalam membentuk anda.
2. Tandailah Hal-Hal Yang Ekstrim
Emosi dan perasaan-perasaan anda yang ekstrim, yang tinggi dan rendah sekali,
sering menjadi suatu tanda atau petunjuk terhadap hakekat keadaan jiwa yang
sebenarnya dari anda, dalam mana tingkah laku anda sehari-hari berada atau
bergerak.
Seorang pengusaha terlalu sering untuk cenderung mengabaikan atau menyangkal
tingkah lakunya yang tidak biasa, sebagai sesuatu yang bukan tipe tingkah lakunya.
“Perbuatan seperti ini bukanlah tipe saya”, katanya dan tidak mempercayainya sama
sekali. Tiap suatu analisa diwaktu marahnya lebih besar lagi, lebih besar dari yang
dianggapnya mungkin, mengungkapkan dengan lebih jelas tingkah lakunya yang
“normal” itu.
Cobalah eksperimen ini dibuat satu minggu. Buatlah suatu catatan harian dari reaksireaksi
anda terhadap kejadian atau situasi-situasi yang menyebabkannya. Boleh jadi
hal itu hanyalah peristiwa atau kejadian-kejadian sementara dari perasaan
kegembiraan, rasa marah dan frustasi. Atau barangkali hanya sebagai peletusan dari
keadaan kejiwaan yang berlaku sepanjang hari. Masalah ini tidak begitu penting.
Apa yang harus diperhitungkan, atau yang penting, ialah agar tingkah laku dan
karakter anda dapat lebih kuat dari yang biasa dan hal itu dapat anda alami. Inilah
langkah-langkah yang akan menolong anda untuk memeriksa dan menguji peristiwa
atau kejadian-kejadian itu, dan untuk dapat melihat arti dan maknanya ;
Catatlah situasi dan reaksi. Catat dan tandailah perasaan-perasaan itu, dan juga
sebanyak mungkin bagian-bagian yang menyebabkannya, sebanyak yang dapat anda
peroleh. Pastikanlah, bahwa anda mencatat cukup informasi, untuk kemudian dapat
mengingat dan memikirkannya kembali.
Kumpulkan suatu keragaman. Adalah lebih baik untuk mengumpulkan sekurangkurangnya
lima bentuk atau tipe situasi-situasi yang berbeda-beda, sebelum anda
menyelidiki atau menguji dan meninjau kembali situasi-situasi itu. Jika satu minggu
tidak menyediakan cukup waktu, ambillah 10 hari atau dua minggu, tapi mestilah
beberapa peristiwa atau masalah dalam catatan harian anda itu.
Analisalah kejadian-kejadian itu. Jika anda sudah mencatat kejadian-kejadian itu
secara terpisah-pisah, dengan secukupnya, lihat dan periksalah kejadian-kejadian itu,
dalam hubungannya satu sama lainnya. Adakah suatu pola atau pertalian-pertalian
yang umum ? Apakah di dalamnya, ada suatu waktu yang khusus atau hari-hari dan
orang-orang yang tertentu, atau suatu masalah atau situasi yang tertentu, yang timbul
berulang-ulang? Apakah peranan anda dalam setiap situasi itu ? Apakah anda sebagai
penonton saja, atau orang yang turut secara aktif di dalamnya ? Bagaimana tentang
situasi yang buruk ? Apakah anda berfikir, bahwa anda dapat meramalkan tingkah
laku anda, lebih baik sekarang ini dari masa-masa yang lalu ?
Balikkanlah peranan-peranan. Tinjaulah kembali kejadian-kejadian itu, yang
menyangkut atau melibatkan orang. Bayangkan atau gambarkanlah kejadian itu
dalam fikiran atau jiwa anda, seperti suatu film. Tapi buatlah perbedaan yang besar,
yakni gantilah peranan anda. Cobalah gambarkan anda sendiri memainkan peranan
orang lain. Lihatlah, kalau cerita itu menghasilkan cerita atau kejadian-kejadian yang
sama. Apakah sekarang anda membuat orang lain marah, atau bahagia, sebagaimana
dia sudah membuat anda merasakannya dalam kejadian atau peristiwa yang asli
(mula-mula; yang betul-betul terjadi) ? Anda akan belajar banyak tentang anda
sendiri, dengan usaha anda memainkan peranan orang lain (dalam gambaran jiwa
tentunya), terlebih dengan memainkan peranan yang anda tidak senangi, atau yang
menimbulkan amarah anda. Umpamanya jika penolakan seorang pejabat terhadap
suatu permintaan dan usul anda, sehingga penolakan itu sangat menjengkelkan anda,
cobalah bayangkan atau fikirkan kalau anda duduk atau menjadi orang itu dengan
kedudukannya, apakah sikap anda terhadap permintaan atau usul seperti yang adan
majukan itu ?
3. Analisa Mimpi
“Mimpi-mimpi yang tidak ditafsirkan, adalah ibarat surat-surat yang tidak dibukabuka”
kata Talmud. Mimpi adalah pesan dari anda sendiri untuk anda sendiri, dan
merupakan suatu sumber yang paling penting, untuk pengenalan diri sendiri. Ahliahli
psikologi menemukan dalam mimpi itu, suatu jalan yang lebih lebar dan
terpercaya untuk suatu pengenalan terhadap pasien-pasien mereka.
Bagaimanapun, walaupun demikian pentingnya mimpi itu sebagai sumber pengertian
untuk pengenalan jiwa, namun dalam penafsirannya (karena rumitnya), sebaiknyalah
diserahkan kepada ahli-ahli saja. Dr. Erich Formm, seorang ahli psikoanalisa yang
terkenal menunjukkan beberapa sebab dan alasan, mengapa mimpi itu demikian
sukarnya bagi orang umumnya untuk menginterprestasi atau menafsirkannya.
Karena aturan-aturan logika yang dipergunakan berbeda. Mimpi itu nampaknya
seringkali seperti tidak mempunyai arti, ganjil atau seperti yang bukan-bukan, karena
mimpi itu tidak terikat kepada logika dari kehidupan sehari-hari waktu bangun (waktu
tidak tidur). Sebagai contoh anda dapat bermimpi, bahwa seorang yang anda kenal,
dalam mimpi anda, anda lihat berubah menjadi seekor anak ayam. Dalam pengertian
sehari-hari yang realistis, bukankah ini suatu kejadian yang lucu dan tidak mungkin.
Tapi kalau anda mengganggap dia (orang yang menjadi ayam itu) sebagai seorang
pengecut, maka barulah hal itu berarti atau bermakna terhadap emosi dan perasaanperasaan
anda. Hal-hal seperti itulah yang berlaku dalam mimpi, bukan realitasrealitas
kehidupan sehari-hari.
Mimpi itu tidak terikat kepada waktu. Kejadian-kejadian yang terjadi pada masa
kanak-kanak anda, mungkin akan timbul dan aktif sekarang dalam mimpi anda,
sedang waktu anda bangun atau dalam kehidupan sadar sehari-hari, kejadian itu tidak
dapat anda ingat lagi.
Hal-hal yang secara relatif penting, mungkin berubah bentuk. Suatu gangguan
kecil secara relatif dengan orang lain, mungkin dapat timbul dalam suatu mimpi,
bahwa orang lain itu menjadi jatuh sakit, sehingga sekarang orang itu tidak dapat lagi
mengganggu anda. Walaupun begitu, anda mungkin tidak betul-betul marah terhadap
orang itu.
Untuk mengetahui pentingnya suatu keinginan yang dinyatakan dalam suatu mimpi,
anda mestilah melihat lebih jauh ke muka. Kalau suatu thema atau pokok mimpi itu
timbul berulang-ulang malam demi malam, dan jika reaksi anda terhadap mimpi itu
disertai kesedihan yang luar bersih, serta jika anda segan untuk menafsirkan atau
menguraikannya, semua itu adalah indikasi-indikasi dari suatu perasaan yang kuat
yang tersembunyi.
Ada masanya, dimana mimpi-mimpi itu dapat memberi anda suatu pengertian yang
tiba-tiba. Sebagai contoh, penilaian anda tentang orang, mungkin lebih tajam jika
anda bermimpi. Anda tidak dipengaruhi oleh opini umum atau oleh apa yang anda
fikir atau anggap sebagai perasaan yang benar. Lebih jauh, mimpi itu dapat
memberikan kunci petunjuk terhadap kejadian-kejadian yang penting, yang anda
anggap tidak begitu penting waktu peristiwa itu terjadi. Dr. Fromm menunjukkan,
bahwa mimpi dapat menunjukkan atau membuktikan, bahwa suatu kejadian kejiwaan
yang nampaknya tidak berarti, tapi sering muncul dalam mimpi, sesungguhnya adalah
penting sekali.
Dr. Calvin Hall, yang sudah menganalisa lebih dari 10.000 mimpi, menyimpulkan
kesan-kesannya dengan cara-cara berikut : Waktu kita tidur, kita memikirkan juga
masalah dan kesulitan-kesulitan kita, tentang ketakutan dan harapan-harapan kita.
Orang yang bermimpi itu berfikir tentang dirinya sendiri : Yaitu manusia atau orang
macam manakah dia itu, dan berapa jauhkan kesanggupannya untuk menghadapi dan
memecahkan konflik-konflik dan kecemasan-kecemasannya. Orang yang bermimpi
itu, juga memikirkan tentang orang lain, yang secara intim erat berhubungan dengan
kehidupannya. Bagaimana dia melihat kepada dirinya sendiri, bagaimana orang lain
melihat terhadap dirinya, dan bagaimana dia memandang dan mengartikan kehidupan
ini. Inilah yang menjadi inti dan jantung dari masalah itu, dan alasan sebab mengapa
mimpi-mimpi itu merupakan data-data yang penting bagi ahli-ahli psikologi.
Bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri, akan terwujud dan tergambar dalam
mimpi oleh bagian dan peranan-peranan yang dimainkannya dalam mimpi itu.
Mungkin dia memainkan bagian dari seorang korban atau memainkan peranan
seorang agresor, atau keduanya. Mungkin dia menganggap atau mengartikan dirinya
sebagai pemenang, walaupun keadaan-keadaan sangat tidak baik, atau menjadi yang
kalah, karena keadaan buruk itu. Boleh jadi dia menerima peranan dari seorang yang
suci atau seorang yang jahay, seorang yang bebas dan merdeka, orang yang kikir atau
dermawan. Bagaimanapun, untuk dapat membaca mimpi anda, dan untuk dapat
mengungkapkan tabir rahasia arti-arti itu, anda memerlukan ketajaman atau
kehalusan perasaan, serta keterampilan dan keahlian.
4. Merubah Hal-hal yang rutin
Kebanyakan orang cenderung untuk menjadi buta terhadap hal-hal atau barangbarang
yang terlalu dekat di sekeliling mereka. Sebelum suatu kunjungan dari
seorang asing, yang menyentakkan anda terhadap alam sekitar anda dengan mata atau
pandangan dan penglihatan yang baru, anda mungkin akan tetap tidak sadar tentang
kenyataan-kenyataan yang sangat jelas di muka dan di dekat anda.
Dan yang lebih penting lagi, anda mungkin menjadi hilang lenyap sendiri dalam arus
tekanan hidup sehari-hari, sehingga menjadi tidak sensitif lagi terhadap reaksi-reaksi
anda sendiri.
Anne M. Lindbergh merasakan kebutuhan ini, yaitu untuk pelepasan diri buat
sementara dari tekanan dan kesibukan sehari-hari, yaitu tekanan kesibukan mengurus
rumah, pertemuan dan rapat-rapat komite yang bertele-tele, dan tuntutan-tuntutan dari
lima orang anaknya. Untuk menemukan kembali dirinya sendiri, dia mengambil
keputusan, untuk sementara memutuskan pola rutin yang menjemukannya itu.
Karenanya untuk beberapa minggu, dia pergi kepantai dalam suatu alam sekitar yang
baru. Bukunya yang indah, memuat perasaan-perasaan yang dalam dan halus,
berjudul “Gift from the Sea”, yang menggambarkan beberapa dari penemuanpenemuan
yang diperolehnya, selama masa beberapa minggu itu.
Walaupun anda tidak dapat mengambil waktu untuk beberapa minggu ke pantai, anda
dapat juga melakukan tujuan yang sama dengan berbagai jalan atau cara.
Pergilah selama satu hari penuh, seakan-akan anda meninggalkan pekerjaan dan
kehidupan kemasyarakatn anda. Bagaimana anda berbuat dan bertingkah laku ?
Dan apakah yang anda lihat dan rasakan, jika anda merasa bahwa anda tidak akan
pernah lagi di sini ?
Bayangkan atau umpamakanlah, bahwa anda harus menjelaskan atau
menerangkan kepada seorang anak mengenai tindakan-tindakan dan keputusankeputusan
anda. Pergilah sepanjang satu hari dengan membayangkan atau
mengumpamakan atau menggambarkan dalam fikiran, akan pertanyaanpertanyaan
seorang anak berumur 12 tahun, yang mungkin menanyakan
kebiasaan-kebiasaan kerja anda.
Pergunakanlah sehari untuk sendirian, tanpa program atau rencana yang tertentu.
Jika mungkin (dengan persetujuan dan pengertian keluarga), lakukanlah suatu
perjalanan sendirian dengan mobil anda, dan membiarkan perasaan anda sendiri
untuk membawa dan menentukan tujuan anda.
Periksa dan telitilah jalan-jalan sampingan yang baru. Ambil atau tempuhlah
suatu jalan baru, walaupun jalan itu hanya membawa anda kembali menuju
tempat kerja anda.
Lakukanlah suatu perjalanan kembali, kerumah atau kota dan tempat lama yang
pernah anda tempati, dan carilah tanda atau hal-hal yang menjadi kenangan anda.
Pakailah satu hari, dan membayangkan anda dan orang bawahan anda bertukar
peranan. Dan sebagai bawahan, cobalah bertindak dan bertingkah laku sebagai
bawahan itu.
Dengan mengubah sudut pandangan anda untuk waktu satu hari anda akan membuka
mata anda, dan akan melihat anda sendiri dan tingkah laku anda dalam suatu
penglihatan atau warna yang baru. Semakin sering anda keluar dari keadaan rutin
anda, dari rutin tingkah laku dan lingkungan anda, dan melayangkan pandangan atau
kehidupan ke luar, maka akan makin banyaklah penglihatan anda serta pandanganpandangan
baru yang anda peroleh, dan jiwa anda akan semakin segar jadinya.
5. “Cross-Characterization”
Dalam bukunya “My Autobiography”, Charlie Chaplin, menceritakan suatu anekdot
yang menggambarkan prinsip daro “cross-characterization” itu, dan peranannya yang
penting dalam usaha penemuan diri sendiri (self-discovering). Chaplin berada dalam
suatu party atau pesta di London, yang dihadiri banyak tamu-tamu terkemuka,
diantaranya Prince of Wales, dari keluarga Raja Inggris.
Seorang dari yang hadir di party itu mengemukakan suatu permainan, yang di
Amerika disebut Frank Estimation (penaksiran yang jujur). Setiap orang tamu
diberikan satu kartu yang didalamnya dituliskan sepuluh kwalifikasi, yaitu :
daya tarik, intelligensi, kepribadian, sex appeal, kebagusan rupa, ketulusan hati,
perasaan humor, penyesuaian diri, dan sebagainya. Setiap orang tamu harus
mengisi dan memberi angka terhadap kwalifikasi yang tertulis dikartu itu, yaitu
mengenai kwalifikasi tentang dirinya sendiri, mengenai penaksirannya yang
jujur. Angka yang dapat diberikan terhadap setiap kwalifikasi ialah dari angka
satu sampai angka sepuluh. Dan demikian juga setiap tamu yang hadir, harus
memberi angka penilaian terhadap setiap tamu yang hadir, harus memberi
angka penilaian terhadap setiap tamu lainnya. Akan diri saya (kata Chaplin
dalam buku itu), saya memberi angka tujuh untuk perasaan humor, enam buat
“sex appeal”, enam untuk kebagusan rupa, delapan untuk menyesuaikan diri,
dan empat untuk ketulusan hati. Masing-masing kartu yang sudah diisi dengan
penilaian itu dibacakan di muka umum.
Waktu giliran pembacaan kartu isian Prince Wales tiba, maka kedengaranlah
pengumuman tentang dia, yaitu penilaiannya sendiri : tiga untuk sex appeal,
tamu-tamu lainnya menilainya rata-rata empat, saya (Chaplin) memberinya
angka lima. Untuk kebagusan rupa Pangeran menilai dirinya enam, sedang
tamu lainnya memberikan rata-rata delapan, sedang saya menilainya tujuh.
Daya tarik, pangeran menilai dirinya lima, sedang tamu rata-rata memberi
angka delapan, dan saya juga memberinya delapan. Dan untuk ketulusan hati
pangeran memberinya sampai limit tertinggi, yaitu angka sepuluh, sedang tamu
memberinya rata-rata tiga setengah, sedang saya sendiri memberi angka empat.
Pangeran nampak menjadi gusar mendengar penilaian dari tamu itu, dan
berkata : “Menurut fikiran dan anggapan saya, ketulusan hatilah kwalifikasi
terpenting yang saya miliki.”
Dari contoh di atas itu dapat kita lihat, betapa tidak objektifnya sering orang terhadap
dirinya sendiri, dan betapa dapat terjadi perbedaan yang jauh, antara penilaian diri
terhadap diri sendiri dengan pandangan dan penilaian dari orang-orang lain.
Di bawah ini kita turunkan atau kita tuliskan kembali suatu daftar deskripsi pribadi (a
list of personal description) yang diambiol dari “Richardson Bellowa, Henry & Co”,
suatu test evaluasi untuk diri sendiri (test for self-evaluation). Bacalah daftar itu dan
tambahkanlah setiap penjelasan atau keterangan dan pendapat yang lain, yang
istimewa dipergunakan bagi anda. Kemudian lakukanlah seperti berikut :
Dari kolom pertama, self, taruhlah satu tanda, yang anda rasa berlaku atau
bersesuaian dengan anda. Demikian juga dengan daftar-daftar lainnya. Tandailah
kata-kata sebanyak mungkin, yang bersesuaian dan berlaku buat anda. Di bawah
superior atau atasan, tandailah sebanyak mungkin perkataan-perkataan, yang menurut
pendapat atau fikiran anda, bahwa begitulah anggapan atau penilaian atasan anda
terhadap anda. Di bawah daftar kata “istri”, taruhlah atau tandailah kata-kata yang
menurut terkaan terbaik anda, akan taksiran dan pendapat istri anda mengenai anda.
Lanjutkanlah proses atau cara seperti itu dengan kata “Teman”. Dan tambahkanlah
kepada itu semua, suatu ikhtiar keputusan.
Diri sendiri
(self)
Atasan
(superior)
Istri
Teman
Putusan
Baik hati ……….. ……….. ……….. ………..
Terpercaya (jujur) ……….. ……….. ……….. ………..
Suka menentang/berdebat ……….. ……….. ……….. ………..
Ingin ……….. ……….. ……….. ………..
Tegang ……….. ……….. ……….. ………..
Murah hati ……….. ……….. ……….. ………..
Rendah hati ……….. ……….. ……….. ………..
Teguh pendirian ……….. ……….. ……….. ………..
Optimistis ……….. ……….. ……….. ………..
Egoistis ……….. ……….. ……….. ………..
Licik ……….. ……….. ……….. ………..
Bergaul dengan baik ……….. ……….. ……….. ………..
Senang sendiri ……….. ……….. ……….. ………..
Mudah bergoyang pendirian dan sikap
impulsif
……….. ……….. ……….. ………..
Banyak bicara ……….. ……….. ……….. ………..
Percaya terhadap diri sendiri ……….. ……….. ……….. ………..
Mudah tersinggung ……….. ……….. ……….. ………..
Sentimentil ……….. ……….. ……….. ………..
Penggerutu ……….. ……….. ……….. ………..
Agresif ……….. ……….. ……….. ………..
Lamban ……….. ……….. ……….. ………..
Dapat dipercaya ……….. ……….. ……….. ………..
Menjauhkan diri ……….. ……….. ……….. ………..
Efisien ……….. ……….. ……….. ………..
Bijaksana ……….. ……….. ……….. ………..
Fair ……….. ……….. ……….. ………..
Bersifat permusuhan ……….. ……….. ……….. ………..
Setia ……….. ……….. ……….. ………..
Keras kepala ……….. ……….. ……….. ………..
Kepala panas ……….. ……….. ……….. ………..
Suka menghayal ……….. ……….. ……….. ………..
Sekarang, untuk menafsirkan atau menginterprestasikan jawaban anda, di sini kita
tuliskan beberapa bimbingan. Pertama, lihatlah kepada kolom self atau diri sendiri.
Baik dan buruk, haruslah dibagi dua dengan bersamaan. Jika terlalu banyak yang
negatif, atau jika anda jarang menandai atau menemukan sifat-sifat yang baik yang
kuat, maka anda mungkin melihat anda sendiri tidak cukup objektif.
Jumlah bilangan sifat-sifat (items) yang ditandai, adalah menjadi suatu ukuran dari
kekompleksan pribadi anda. “Makin banyak items” atau sifat-sifat yang anda yakini
sebagai sifat anda”, kata Dr. Harold Musaker, “maka itulah tandanya lebih terperinci
gambaran pribadi anda.”
Perbandingan antara jawab yang anda tandai tentang anda sendiri dan dengan sifatsifat
yang anda yakini dilakukan (penilaian) orang lain terhadap anda, akan menjadi
suatu kunci untuk dapat mengerti dan mengenal diri sendiri. Tentu saja ada
perbedaan. Kita semua memainkan lebih dari satu peranan. Jelas, bahwa orang
melihat anda dari sudut-sudut pandangan yang berlainan. Seorang teman umpamanya
Rudy Hartono, yang anda lihat dapat mengadakan pukulan-pukulan yang sulit dan
mengagumkan, maka anda harus ingat, bahwa keahlian itu dicapainya, sesudah
berlatih dengan keras selama bertahun-tahun, dengan disiplin yang keras. Persiapan,
latihan dan praktek, adalah penting sekali, dan demikian juga perhatian dan usaha
yang cukup serius kepada hal-hal yang kecil.
Ara Parseghian, seorang pelatih yang sangat terkenal, yaitu pelatih sepak bola dalam
“Notre Dame”, yang karena bimbingan dan latihan-latihannya, klub sepak bola itu
menjadi masyur, adalah seorang yang fanatik dalam hal-hal kecil, disamping latihan,
persiapan dan praktek-praktek. Mengenai dia, saya kutip suatu artikel dari majalah
Time : “Untuk Ara Parshegian, orang yang bertekad tidak akan mengalami
kekalahan, mulai dari jam 05.30 pagi dengan empat mangkok kopi. Seluruh jiwanya
dia tumpahkan kepada pekerjaannya itu sebagai pelatih. Bahkan di waktu makanpun,
dia memegang sebuah pensil, untuk mencatat dan merencanakan suatu permainan.
Adakah sesuatu yang luput, dari fikiran dan ingatannya ? Adakah bagian-bagian yang
kurang mendapat perhatian, dan adakah jalan atau cara-cara baru yang akan
memenangkan permainan ? Sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya, dicatat dan
diperhatikannya dengan teliti …….”
Salah seorang klien saya, bernama John Pardi, Presiden dari “Prosperity Cleaners”,
suatu perusahaan dalam bidang pembersihan pakaian. Pardi sering jalan-jalan
kedalam suatu gudang atau pabriknya, dengan suatu inspeksi secara informil. Kalau
dia melihat sesuatu tidak pada tempatnya, seperti sobekan-sobekan kertas, atau suatu
genangan air kecil, maka dia sudah menunjukkan kegusaran. Dan dia terus
memerintahkan pekerja untuk segera membereskannya. “Hal-hal seperti itu
menyimpangkan konsentrasi pekerja, dan mengganggu hasil pekerjaannya”, katanya.
Pardi mengatakan : “Mungkin juga saya salah. Tapi jika saya melihat setiap masalah
kecil, setiap bagian kecil, setiap sakit kepala sebagai suatu symptom atau gejala
kanker, maka saya terpaksa segera mencek itu. Saya ingin mengetahui, apakah itu
akan menular atau tidak berbahaya.
Apakah itu suatu cara hidup yang mudah ? sama sekali tidak ! Tapi untuk pekerja
eksekutif dengan dorongan untuk naik ke atas, itulah satu-satunya jalan. Nyatanya,
jalan lain tidak ada.
Dalam bekerja, hampir setiap orang mendambakan memperoleh jabatan yang tinggi.
Namun demikian seringkali dijumpai seseorang yang mendapat promosi kenaikan
jabatan/pangkat tidak siap dengan jabatan baru tersebut sehingga kinerjanya menjadi
turun dan bahkan lebih buruk daripada ketika ia masih menjadi pegawai biasa.
Permasalahn yang seringkali dialami para supervisor/manager baru tersebut bukanlah
terletak pada kemampuan teknis dalam mengerjakan tugas di lapangan tetapi lebih
pada kemampuan managerial untuk membangun semangat kerja para bawahannya.
Artinya para supervisor/manager tersebut banyak yang tidak siap ketika diberikan
tanggung jawab membimbing, melatih, memotivasi dan menilai kinerja para
bawahannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, apa saja yang harus diperhatikan oleh
supervisor/manager dalam membangun semangat kerja bawahannya. Beberapa hal di
bawah ini mungkin dapat dijadikan pertimbangan jika anda kebetulan adalah seorang
supervisor atau manager.
1. Jadilah pendengar yang baik
Carl Rogers, seorang pakar di bidang psikologi pernah berkata bahwa penghalang
yang terbesar untuk melakukan komunikasi pribadi adalah ketidaksanggupan
seseorang untuk mendengarkan dengan baik, dengan penuh pengertian dan
perhatian kepada orang lain. Jika anda diberi tugas untuk membimbing dan
melatih seseorang maka hal ini merupakan salah satu hal terpenting yang harus
diingat. Ketika anda sedang berbicara dengan bawahan anda jagalah agar anda
tidak terlalu banyak bicara, melainkan lebih banyak mendengarkan keluhan dan
masukan dari bawahan anda.
Kesediaan untuk mendengar akan memberi kesempatan kepada bawahan untuk
mengutarakan keinginan dan pendapatnya. Dengan mendengar berarti anda
memperhatikannya, anda mempunyai suatu perhatian yang kosntruktif mengenai
masalah yang dihadapi olehnya, dimana mungkin anda selaku atasan mempunyai
alternatif solusi yang dibutuhkan orang tersebut. Dengan demikian akan tercipta
rasa aman dan nyaman sehingga bawahan anda lebih mau terbuka terhadap saransaran
yang diberikan. Selain itu mendengarkan seseorang yang secara bebas
berbicara tentang dirinya sendiri merupakan jalan terbaik untuk mengenal lebih
jauh siapa lawan bicara kita tersebut. Meskipun demikian mendengarkan tidaklah
selalu berarti bahwa anda percaya terhadap segala yang anda dengar. Tentu saja
untuk dapat menjadi pendengar yang baik dibutuhkan kesabaran dan kerendahan
hati.
2. Kenali pekerjaan yang dilakukan
Kita sering melakukan kesalahan dalam menginterprestasi dan menilai hasil kerja
seseorang sebagai akibat dari suatu pandangan dan pengetahuan yang dangkal
sekali tentang pekerjaan orang tersebut. Seringkali kita menjumpai seorang
atasan yang mengharapkan bawahannya melakukan sesuatu yang sebenarnya
bukan merupakan kapasitasnya. Jika mengambil perumpamaan hal tersebut
adalah ibarat mengharapkan pohon mangga menghasilkan buah durian.
Mustahil bukan ? akibatnya tidak sedikit bawahan yang menjadi frustasi dan
bahkan tidak “respect” terhadap atasan karena atasan demikian dinilai tidak tahu
apa pekerjaan bawahan sebenarnya (padahal ia seharusnya tahu).
Jika anda adalah seorang atasan maka sudah seharusnya anda mengetahui apa
yang wajib dan baik untuk dikerjakan atau diselesaikan bawahan anda. Anda juga
harus dapat mengetahui secara pasti apakah bawahan anda mengerjakan tugas
dengan suatu cara atau jalan yang aman yang dapat diterima oleh perusahaan.
Jika ternyata bawahan anda dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan cara-cara
yang dapat diterima tetapi tidak sesuai dengan cara anda, maka sedapat mungkin
biarlah ia menggunakan cara tersebut. Jangan cepat-cepat mengkritik ataupun
memaksanya untuk melakukan menurut cara anda. Sebaliknya jika ia ternyata
tidak dapat menyelesaikan tugasnya, maka anda perlu melakukan suatu
perubahan. Langkah awal dalam melakukan perubahan tersebut adalah dengan
membuat suatu persetujuan antara anda dan bawahan mengenai hal-hal yang
mendasar dari pekerjaan tersebut.
3. Kenali bawahan anda
Sebagai atasan, anda harus mengetahui kesanggupan dan bakat-bakat anak buah
anda dan menolong mereka untuk menggunakan kemampuannya untuk disalurkan
dalam pekerjaan. Anda juga dituntut untuk mendorong usaha-usaha perbaikan
diri bawahan, mengerti kebutuhan dan keinginan mereka, dan sebagainya.
Sebagai contoh : anda harus dapat membedakan apakah bawahan anda lebih
tertarik pada kesempatan dan tantangan karir atau pada materi seperti uang atau
lebih pada status. Jika anda dapat mengidentifikasi hal ini maka akan lebih
mudah bagi anda untuk mengarahkan dan memotivasi bawahan anda.
Anda sudah semestinya anda mengenal bawahan anda, jika tidak secara pribadi
sekurang-kurangnya anda mengenali karakter-karakter penting yang berguna bagi
produktivitas bawahan tersebut. Beberapa supervisor/manajer merasa takut untuk
mengenal lebih dekat bawahannya, karena dengan kedekatannya itu maka mereka
akan menjadi terlalu lunak dan salah dalam menilai prestasi bawahan. Pendapat
semacam itu sebenarnya merupakan suatu kekeliruan, karena mengenali
seseorang dan menghargai kepribadian serta keunikan yang dimilikinya tidaklah
berarti bahwa anda tidak menuntut ia untuk bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan aturan yang berlaku.
4. Kenali perlombaan yang ingin anda lakukan
Sebagai pejabat baru dan masih berada dalam semangat yang menyala-nyala
untuk mendorong dan memotivasi bawahan anda, anda mungkin terus memacu
bawahan anda untuk melakukan sesuatu, yang sesungguhnya tidak terlalu
signifikan. Hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena anda mungkin
masih dalam tahap ingin menunjukkan jati diri sebagai atasan yang pantas
menduduki jabatan tersebut. Namun demikian kondisi ini harus benar-benar
diwaspadai mengingat bahwa tidak ada seorangpun bawahan yang mampu
bekerja dalam kondisi yang tetap maksimal setiap hari. Jadi janganlah anda terus
menerus berteriak “awas ada macan”, sampai anak buah anda kelelahan dan
akhirnya ketika “macan” yang sesungguhnya tiba anak buah anda sudah
kehabisan tenaga dan tidak memiliki semangat lagi.
Selain itu bawahan anda mungkin akan merasa bosan dan jengkel karena
dorongan-dorongan anda untuk bekerja lebih giat dan bersemangat, sementara
mereka mengetahui bahwa pekerjaan yang dikerjakan tersebut tidak begitu
penting. Contoh : anda memberikan tugas atau proyek khusus kepada bawahan
anda tanpa ada kejelasan apa tindak lanjutnya, kapan diaplikasikan dan tidak ada
target pasar yang jelas, sementara bawahan anda tersebut masih harus
mengerjakan tugas-tugas rutin yang sudah sangat jelas manfaatnya bagi
perusahaan. Oleh karena itu amat sangat penting bagi anda selaku atasan untuk
dapat menentukan prioritas pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga tidak ada
kegiatan yang terlihat “mubazir” dan hanya sekedar membuat bawahan anda
terlihat sibuk. Tanpa kemampuan untuk menentukan hal ini maka bawahan anda
akan cenderung tidak bisa membedakan antara suatu pekerjaan yang urgent
dengan yang rutin karena setiap hari mereka selalu dikejar-kejar.
5. Gunakan peristiwa-peristiwa khusus
Dalam aktivitas kerja selalu saja ada kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa
khusus yang dapat dijadikan bahan atau contoh untuk membangun semangat kerja
bawahan anda. Contoh : keberhasilan divisi dalam memangkas biaya produksi
ataupun penghargaan yang diberikan oleh media massa (masyarakat) kepada
teamwork anda. Sebaliknya ada juga peristiwa-peristiwa dimana anda dan
bawahan anda mungkin mengalami kegagalan. Gunakan keberhasilan ataupun
kegagalan tersebut sebagai bahan pembelajaran. Tunjukkan kepada bawahan
anda faktor-faktor apa saja yang membuat divisi anda meraih sukses. Dan
tunjukkan juga faktor-faktor atau perilaku apa saja yang menyebabkan divisi anda
mengalami kegagalan. Dalam menyikapi kegagalan, carilah alternatif solusi
secara bersama-sama, usahakan banyak ide-ide yang dapat diutarakan dan jangan
sekali-kali mematahkan semangat bawahan anda sebab bila ia patah semangat
maka banyak hal yang tidak akan tercapai. Sebagai atasan, anda harus jeli
memanfaatkan peristiwa yang ada untuk mengarahkan bawahan dalam
memahami dan menghadapi fakta atau realitas dalam pekerjaan sehari-hari.
6. Berikan kesempatan
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan bawahan dalam bekerja jarang sekali
berakibat fatal. Artinya dari kesekian banyak kesalahan yang mungkin dilakukan
masih terdapat peluang untuk diperbaiki dan diberikan kesempatan untuk
berubah. Oleh karena itu, janganlah semata-mata memberikan hukuman kepada
bawahan yang kebetulan melakukan kesalahan, tapi tolonglah dia dan berikan
kesempatan kedua untuk memperbaiki dirinya. Jika anda memang sudah
menyerah terhadap kemungkinan perbaikan dari seorang bawahan, yaitu jika anda
merasa bahwa pekerjaannya sangat sangat tidak memuaskan dan dia tidak
mungkin lagi dapat memaksimalkan pekerjaan tersebut (meski sudah dilakukan
bimbingan dan pelatihan), janganlah berpura-pura menolongnya dan hentikanlah
usaha-usaha melakukan kritik yang konstruktif, karena semua itu tidak akan
berguna lagi. Katakanlah kepadanya dengan terus terang bahwa pekerjaan yang
dia lakukan tidak berhasil. Kemudian sarankan suatu mutasi ke bidang lain yang
lebih sesuai, jika hal itu memungkinkan atau berhentikan orang tersebut melalui
prosedur yang berlaku.
7. Delegasikan tanggungjawab
Salah satu hal penting dari sifat-sifat seorang atasan adalah bagaimana ia dapat
mendelegasikan atau mewakilkan tanggung jawab dan wewenang kepada
bawahannya. Seorang atasan yang buruk tidak akan pernah mau dan mampu
mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang kepada bawahannya. Sebaliknya
atasan yang lemah akan terlalu mudah mendelegasikan tanpa adanya pengawasan
atau kontrol yang cukup. Sementara itu jika anda ingin menjadi atasan yang baik
maka delegasikan tanggung jawab dan wewenang anda dengan suatu catatan atau
agenda yang memuat waktu penyelesaian pekerjaan tersebut. Mintalah laporan
perkembangan pekerjaan pada waktu-waktu tertentu dan lakukan tindakantindakan
yang positif jika permasalahan muncul atau terjadi.
8. Patuhi batas-batas peran anda
Sebagai atasan anda harus menyadari benar kemampuan anda, anda tidak dapat
mengubah semua hal sesuai dengan keinginan anda. Anda harus menyadari
bahwa anda bukanlah dokter bedah otak, yang dapat mengoperasi setiap orang
sesuka hati anda, anda juga bukanlah pendeta/kiai bagi bawahan anda dan anda
juga bukan ahli psikologi yang dapat menyembuhkan berbagai masalah
psikologisnya. Ingatlah bahwasanya ada tiga jalan yang fundamental untuk
mengubah seseorang yaitu tobat keagamaan, psikoterapi dan operasi otak. Anda
adalah seorang pemimpin, janganlah memaksakan diri untuk melakukan ketiga
hal tersebut. Salah-salah anda akan menjadi korbannya.
Selain beberapa hal di atas pasti masih banyak cara untuk meningkatkan
kemampuan managerial anda dalam meningkatkan kinerja para bawahan anda.
Dengan tulisan ini kami berharap bahwa hal-hal di atas dapat memperkaya
wawasan anda sehingga lebih percaya diri dalam membimbing bawahan anda.
BAB VI
PENGENDALIAN DAN PENGGUNAAN
DORONGAN EKSEKUTIF ANDA
Dalam setiap perbuatan dan tingkah laku manusia, dorongan itu sangat penting
artinya. Dan hal ini lebih penting lagi dalam bidang usaha, industri, dan dalam
organisasi yang bertujuan untuk melaksanakan atau untuk mengatasi sesuatu
kesulitan. Salah satu contoh klasik dalam hal ini, ialah kasus J.T. Connor, Sekretaris
Perdagangan dan Presiden Merck & Co.
Waktu Connor berumur 40 tahun dan salah seorang eksekutif dalam perusahaan
Merck itu, Presidennya, Dr. Vannevar Bush yang mau pensiun, mencari seorang yang
akan menggantikannya. Bush bertanya kepada 30 orang eksekutif top dalam
perusahaan itu, untuk menunjuk pilihannya untuk kedudukan Presiden yang akan
lowong itu. Semua mengetahui, sebagai orang yang mempunyai dorongan yang kuat,
Connor-lah orangnya. Dan memang kebanyakan dari mereka memilih Connor.
Dan diwaktu Connor ditanya mengenai hal itu, dia berkata : “Saya akan menjadi
Presiden yang baru.” Connor memperoleh kedudukan itu. Dia memperolehnya,
terutama karena dia mempunyai keyakinan terhadap dirinya sendiri, yang mesti
dimiliki kebanyakan pengusaha, yaitu : suatu syndrom gaya Muhammad Ali “Saya
Yang Terbesar”. Connor naik ke atas karena dia mengetahui, bahwa dia dapat
menangani ke-Presiden-an itu lebih baik dari siapapun juga.
Apakah yang menggerakkan seseorang seperti Connor untuk kemajuan seperti itu ?
Faktor-faktor apakah yang mendorong anda untuk maju sukses ? Faktor-faktor
apakah yang mendorong anda untuk maju sukses ? Selama bertahun-tahun, ahli-ahli
psikologi yakin, hanyalah dorongan-dorongan pokok yang bersifat phisiologis (yang
bersifat jasmaniah)-lah, -yakni seperti rasa lapar, haus dan seks, yang membentuk
faktor-faktor motivasi pokok, dan yang mempengaruhi semua tindakan-tindakan kita.
Jadi dengan anggapan itu dinyatakan, bahwa semua dorongan untuk maju,
mempunyai dasar-dasar yang sama, yaitu keinginan untuk memuaskan kondisikondisi
yang bersifat jasmaniah tadi, yaitu kebutuhan-kebutuhan pokok dari biologis
manusia. Beberapa ahli malah mengatakan, bahwa hanyalah cara-caranya yang
berbeda dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, yaitu yang dipengaruhi atau
ditentukan oleh kebudayaan dimana seseorang itu hidup.
Bagaimanapun, penyelidikan atau riset yang dilakukan beberapa ahli-ahli psikologis
akhir-akhir ini menyatakan, bahwa orang masih mempunyai kebutuhan dasar yang
lain, kebutuhan mana selama ini kurang mendapat perhatian. Kebutuhan yang
dimaksudkan ini, mula-mula diselidiki dengan agak mendalam, dua atau tiga tahun
yang lalu oleh Dr. Rober White di Universitas Harvard, yang menamakan kebutuhan
itu untuk melakukan kompetensi.
White menyatakan, bahwa kebutuhan ini adalah salah satu pendorong yang utama
bagi seseorang. Dorongan itu demikian besarnya dan dominannya, kata White,
bahkan dalam dunia binatang tingkat yang lebih rendahpun, dorongan itu dijumpai.
Kebutuhan atau keinginan untuk kompetensi ini, mendorong keinginan untuk
kegiatan eksplorasi atau penyelidikan-penyelidikan yang berbahay, dan keinginan
untuk menghadapi alam sekitar dengan efektif.
Kemudian oleh dorongan teori dan penyelidikan Dr. White itu, banyaklah ahli-ahli
psikologi industri, yang mengamati dan menyelidiki tingkah laku laksanawan,
sehubungan dengan teori kompetensi itu. Saya sendiri sudah banyak melihat orang,
istimewa laksanawan-laksanawan perusahaan, yang dalam kemungkinan
kesanggupannya dapat membuat orang lain dan dirinya sendiri berubah untuk maju,
terutama mendapat dorongan dari keinginan untuk memuaskan diri sendiri dengan
DORONGAN UNTUK MENJADI LEBIH KOMPETEN
kebutuhan kompetensi ini, didorong oleh keinginan untuk menunjukkan
kebolehannya. Pada umumnya, mereka itu adalah orang yang haus akan tantangan.
Saya dapat menyebut banyak nama-nama orang yang saya amati sendiri sebagai
contoh. Umpamanya, seorang klien : saya, adalah Presiden dari perusahaan kontruksi
bangunan. Sesungguhnya sudah tiba masanya pensiun, dengan uang pensiun yang
cukup besar, dan secara logika biasa, dia sudah dapat dengan senang libur dan
istirahat, dengan menyerahkan perusahaan itu dibawah pimpinan orang-orang lain
yang berkompeten. Tapi dengan pensiun itu, dia merasa seperti hidupnya kurang
berarti. Dia berkata kepada saya, “Bahwa tak ada kepuasan yang lebih besar yang
saya alami, selain dari bekerja sebagai Presiden perusahaan itu. Dalam melaksanakan
perusahaan itu saya lebih baik dari siapapun juga. Dan kebolehan itulah yang
memuaskan saya, walaupun hal itu banyak memerlukan tenaga fikiran dan keletihan,
“katanya.
Dalam hubungan ini, itulah sebabnya mengapa banyak orang sesudah terpaksa
pensiun (pada hal masih bisa bekerja dengan baik), kebanyakan menjadi lekas tua dan
berpenyakitan, karena mereka itu tidak mempunyai kesempatan atau lapangan lagi,
untuk memenuhi kebutuhan untuk menunjukkan atau melaksanakan kompetensi,
kebolehan ataupun keunggulannya.
Orang seperti tersebut di atas itu, seperti kebanyakan laksanawan top, adalah
dorongan oleh suatu kebutuhan untuk keunggulan dan kompetensi. Lebih jauh dari
itu, saya cenderung berpendapat, bahwa dorongan motivasi ini sebagai suatu sistem
tindakan (action system). Apa yang mendorong seseorang itu dalam tindakannya
ialah paduan bersama dari kepala, jantung dan usus, dan pengertiannya akan peranan
dan gunanya masing-masing.
BAGAIMANA SISTIM TINDAKAN ANDA BEKERJA
Beberapa ahli-ahli psikologi yakin, bahwa setiap orang ialah suatu mahluk, sebagai
suatu mahluk dari dorongan jasmaniahnya; beberapa ahli yang lain berkata bahwa
setiap orang itu adalah suatu mahluk, sebagai hasil dari alam sekitarnya, atau sebagai
suatu mahluk hasil dari fikirannya sendiri. Pendapat saya sendiri ialah, bahwa setiap
orang itu, adalah hasil dari pengaruh-pengaruh kekuatan dari dalam dirinya sendiri
yang berpadu dan saling mempengaruhi dengan kekuatan dari luar yang saling
mempengaruhi secara kontinu.
Berikut ini adalah suatu contoh yang lain, yang didorong oleh kompetensi dalam
bidang lain. Sekarang ini, penggubah sandiwara yang masyur Noel Coward sedang
mencapai umurnya dalam pertengahan enampuluhan. Walaupun dengan umur setua
itu , dengan gigih dia (Noel Coward) terus bekerja, tanpa mengendorkan kegiatannya,
walaupun dia menderita berbagai macam penyakit. Mengomentari kegiatannya di
atas panggung dan di muka televisi, London Times menulis : “Inilah seorang genius,
yang tetap berada di puncak …. hanya karena dia mengabdikan kehidupannya bukan
kepada pendapat-pendapat gerakan-gerakan kepanggungan, tapi semata-mata
kegiatannya didorong oleh suatu dorongan, agar mutu pekerjaannya menurut
kesanggupannya yang sebaik-baiknya. “Pendeknya : Noel Coward didorong oleh
suatu keinginan untuk unggul.
Jika semua hal-hal di atas itu benar, maka pertanyaan ialah “Bagaimana anda
menghadapi dorongan-dorongan anda secara lebih efektif ?”
Yang terutama ialah, tidaklah cukup untuk menjadi sibuk saja. Adalah tidak cukup
untuk mempunyai enerji yang cukup banyak untuk dipergunakan. Seseorang yang
mempunyai suatu tingkat kegiatan yang tinggi, belum tentu menghadapi alam
sekitarnya dengan efektif. Adalah mungkin juga untuk menjadi sangat percaya
terhadap diri sendiri, dan sangat aktif, dengan hanya menggunakan sedikit tenaga
MENGHADAPI DORONGAN-DORONGAN ANDA
saja. Umpamanya Voltaire, penulis Perancis yang termasyur dalam abad ke-18,
seorang ahli filsafat dan pengusaha, mempunyai sangat sedikit saja tenaga jasmaniah.
Secara jasmaniah atau physik, dia adalah rongsokan. Sejak anak-anak, dari ibunya
dia (Voltaire) sudah dihinggapi penyakit tbc., beberapa kali diserang penyakit
sampar, reumatik, tuli, kabur pandangannya, lumpuh, dan banyak penyakit-penyakit
lainnya.
Walaupun begitu, dia sanggup juga menghimpun dan memobilisasi bakat atau
talenta-nya yang unik itu, mempergunakannya dengan sangat efektif. Dia
memperoleh banyak keuntungan dengan meminjamkan uang, dengan berspekulasi,
dengan melibatkan dirinya dengan berbagai ragam usaha dagang, dengan berjualan
tekstil dan permata berlian, dan dalam hal itu semua, dia termasyur ke seluruh dunia
akan keunggulannya dalam bidang filsafat, literatur, dan berdebat. Kebanyakan
kegiatan-kegiatan Voltaire dilaksanakannya, dengan tidak menggunakan enerjinya
secara sembrono. Tapi, dia adalah seorang, yang sangat teratur dan sangat efisien
hidupnya.
Saya mengenal banyak para laksanawan yang tetap sibuk saja. Mereka mencurahkan
hidupnya ke perusahaan mereka. Mereka bekerja keras. Mereka itu selalu bergerak
dan berbuat sesuatu.
Tetapi problema mereka yang umum ialah, bahwa walaupun mereka itu sudah
mengeluarkan demikian banyak tenaga, pekerjaan mereka belum beres juga. Mereka
itu selalu memadamkan api-api yang kecil, sedang yang besar dibiarkannya
mengamuk tidak terkontrol. Mereka itu adalah didorong keinginan untuk
melaksanakan kompetensi dan keunggulan. Tetapi mereka itu umumnya gagal.
KESIBUKAN HARUS EFESIEN
Sibuk terus saja adalah tidak cukup. Melainkan anda harus mengarahkan usahausaha
anda. Anda harus meng-efesienkan pemakaian energi anda. Kalau tidak
demikian, maka semua energi yang anda keluarkan, akan berhamburan dan kurang
nyata hasilnya. Anda tak akan dapat memenangkan perlombaan, kalau jalan anda
berkelok-kelok, tidak melalui rel perjalanan.
Bagaimana anda mengikuti atau melalui rel atau saluran perjalanan untuk mengefesienkan
tenaga ? Bagaimana anda dapat untuk lebih efektif dalam menghadapi dan
menanghadapi dan menangani situasi-situasi perusahaan anda, dan bawahan anda ?
Keterangan dalam bab berikut nanti, akan memberi anda beberapa saran-saran yang
praktis untuk menolong anda dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Janganlah memandang atau menganggap enteng tentang kelebihan atau keunggulan
yang sedikit atau tipis. Perbedaan yang kadang-kadang sangat tipis itu, dalam hal
kelebihan atau keunggulan, sering kali sangat besar arti dan akibatnya. Kemenangan
seekor kuda lomba di London, seringkali hanya ditentukan oleh kelebihan satu cm
saja. Orang yang sukses dan efektif, sering hanya sedikit saja kelebihannya dari
saingannya.
Dr. David Wechsler, pemimpin ahli-ahli psikologi di bagian psikiater di Rumah Sakit
New York dalam suatu bukunya “The Range of Human Capacities”, buku yang
paling baik dalam bidang ini, menerangkan kesimpulan-kesimpulan seperti berikut :
Perbedaan-perbedaan yang memisahkan dan membedakan satu orang dengan
orang lainnya, dalam masing-masing atau semua kesanggupan-kesanggupannya
adalah kecil sekali …. Dan jika dibandingkan dengan ratio-ratio atau
perbandingan-perbandingan lainnya, seperti perbandingan-perbandingan dalam
alam raya angkasa, maka perbedaan itu adalah sangat tidak berarti.
JANGANLAH MEREMEHKAN KELEBIHAN
DAN KEUNGGULAN YANG SEDIKIT
Dalam suatu dunia dimana kekuatan-kekuatan, gelombang-gelombang cahaya,
getaran dan jarak yang berlaku, dimana perbedaan-perbedaan itu sering berjutajuta
kali dari yang lain, maka perbedaan antara satu orang dengan orang lainnya
itu, sangatlah kecil nampaknya. Orang tak usah mengarahkan pandangan ke
bidang astronomi untuk membuat perbandingan yang menyolok; bahkan dari
bidang atau makhluk hiduppun dapat diambil sebagai contoh. Umpamanya
sungguh sangat kecil perbedaan dan variasi dalam tinggi rendahnya manusia
atau besar kecilnya mereka itu, jika dibandingkan dengan keragaman dan
perbedaan-perbedaan tinggi rendahnya pohon-pohonan, dan dengan perbedaan
kecepatan terbang yang jauh berbeda dalam beberapa kalangan jenis burungburung.
Tapi seperti ditunjukkan oleh Dr. Wechsler juga, adalah pasti benar, bahwa
perbedaan-perbedaan kecil yang ada di antara tingkat atau ranking kesanggupan
manusia itu dapat menghasilkan akibat-akibat yang besar. Perbedaan antara 5 kaki 11
inchi dengan 6 kaki adalah kecil sekali. Tapi kesanggupan untuk melompatinya
dengan suatu tambahan satu inchi dalam hal-hal darurat, mungkin dapat
menyelamatkan jiwa manusia.
Dalam istilah-istilah yang bersifat humor, Dr. Wechsler berkata bahwa seandainya
hidung Cleopatra lebih panjang satu inchi lagi maka mungkin sekali muka atau
sejarah benua Eropah akan berubah, yaitu tidak akan seperti yang sudah terjadi
sampai sekarang ini. Sebab dengan demikian, mungkin sekali Caesar tidak begitu
tertarik kepada ratu itu. Ini adalah suatu contoh yang menunjukkan bahwa mungkin
saja bentuk perbedaan itu sangat kecil sekali, tapi bentuk atau akibat yang
ditimbulkannya adalah besar sekali.
Sesungguhnya, filsafat tentang kelebihan atau keunggulan yang sedikit, walaupun
jarang dibicarakan dalam bidang itu, adalah segi yang terpenting dari kemajuan
perusahaan. Perbedaan-perbedaan dalam kualita antara berbagai macam produksi
adalah nyata, tapi biasanya besar perbedaan itu seperti halnya dengan hidung
Cleopatra, perbedaan dimensi itu adalah sangat kecil, tapi kadang-kadang
menentukan sekali.
Sebagai contoh, pembuat atau tukang-tukang arloji di Swiss untuk usaha mengatasi
saingan-saingan dan untuk memperoleh keuntungan dan kemajuan dalam penjualan
arloji bukan menyandarkan diri atau politiknya kepada harga yang lebih murah. Juga
mereka itu tidak mencoba mendasarkannya kepada tenaga buruh yang murah. Tapi
untuk mengatasi persaingan yang semakin meningkat, mereka itu mengarahkan dan
mengalihkan perhatian usaha mereka kepada produksi yang lebih baik, sehingga
dengan demikian mereka itu dapat merubah harga yang lebih tinggi.
Banyak lagi contoh-contoh yang dapat kita kemukakan bahwa perbedaan-perbedaan
yang besar itu, seringkali ditentukan oleh perbedaan-perbedaan yang sangat kecil
saja. Apa yang mesti anda fahami ialah, bahwa perbedaan yang sedikit ini, yang
kadang-kadang nampaknya seperti tidak berarti, pada kenyataannya menimbulkan
perbedaan-perbedaan yang sangat berarti di dunia ini. Karena itu, anda mestilah lebih
memperhatikan perbedaan atau kelebihan anda, betapapun kecilnya. Jika anda sedikit
lebih baik dari teman-teman sebaya anda dalam hal komunikasi dengan para pekerja,
maka pergunakanlah setiap kesempatan yang ada untuk melakukan hal itu sesering
mungkin. Jika anda sedikit lebih baik dalam menulis laporan teknis, maka cobalah
untuk menulis lebih baik lagi dari tulisan anda yang lalu. Jika anda sedikit lebih baik
dalam hal berpidato dari atasan anda, mintalah dengan bijaksana kalau-kalau dia
dapat anda tolong untuk menyusun dan melakukan sebagian dari pidatonya.
Bersama dengan hal seperti itu juga, jika hasil atau produksi maupun barang yang
anda jual, hanya sedikit saja lebih baik dari saingan anda, tonjolkanlah perbedaan
yang sedikit itu. Jelaskanlah hal itu. Tentu saja dalam hal ini anda dapat membuat
BUKAN “BERAPA BANYAKNYA” TAPI
“BAGAIMANA MENGGUNAKANNYA”
sebuah bukit menjadi sebuah gunung. Jangan dilebih-lebihkan tapi tekankanlah
bahwa ada suatu perbedaan.
Sangat sering terjadi, dalam tekanan-tekanan situasi perusahaan, para manajer
berjuang dengan kecemasan mereka. Masalah-masalah nampak bermunculan tidak
berkeputusan. Tidak peduli betapapun baiknya manajer itu bekerja dan dalam urutan
mana problema-problema itu ditandai dan diatasi, mereka itu asal berbuat saja.
Tapi cara ini adalah suatu approach yang salah, yang merusak diri sendiri. Seorang
manajer seperti itu akan menjadi terpecah-pecah atau seperti dikoyak-koyak kearah
begitu banyak jurusan-jurusan, sehingga tenaganya terhambur-hambur. Suatu
approach yang lebih konstruktif ialah dengan memisahkan atau mengisolasi yang
penting dari yang kurang penting dan dengan menentukan proyek-proyek mana yang
harus lebih didahulukan; Maka dengan begitu arahkanlah semua usaha dan energi
anda kepada proyek yang terpenting pada saat itu.
“Alcoholics Anonymus” yaitu suatu perkumpulan yang berusaha untuk melepaskan
diri dari perbudakan alkohol, mempunyai suatu do’a yang membawa kembali banyak
orang pemabuk menjadi sehat, lepas dari perbudakan alkohol. Doa itu sebagai
berikut :
O Tuhan, berilah saya ketabahan dan ketenangan untuk menerima hal-hal yang
tidak dapat saya ubah.
Berilah saya keberanian untuk merubah hal-hal yang dapat dan harus dirubah
dan
O Tuhan, berilah saya kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan-perbedaan
itu.
PISAHKANLAH YANG PENTING DARI YANG KURANG
DAN TIDAK PENTING
Untuk mengetahui perbedaan adalah hal yang sukar, teristimewa dalam keadaan
setiap problema-problema seperti “menjerit” untuk diperhatikan dan ditangani, dan
otak anda mendesak untuk menyelesaikan masalah-masalah itu. Tapi anda barulah
dapat lebih berfungsi, jika dalam keadaan penyelesaian problema atau masalah yang
semuanya seperti mendesak untuk diselesaikan itu, anda mengingat dan bersikap
Bahwa masih ada hari esok, dan karena itu pekerjaan-pekerjaan atau masalah yang
kurang penting dapat dipisahkan, menunggu untuk diselesaikan kemudian. Bentuk
penundaan yang dapat diterima seperti ini, secara rationil dapat diterima dengan
mengatakan terhadap diri sendiri, “Memang saya menunda pelaksanaan atau
pemecahan problema itu. Tapi saya ketahui dengan jelas, bahwa penundaan itu akan
memberi kesempatan kepada saya untuk memberi perhatian yang lebih baik
besoknya, karena saya akan memperoleh waktu yang lebih banyak untuk
menyelesaikannya.”
Tentu saja saya tidak berkata dengan jujur, jika saya tidak mengakui, bahwa dengan
berbuat seperti itu, anda dapat menciptakan beberapa problema-problema. Tentu
saja, hari esok akan mempunyai batas waktu juga dengan masalah-masalah dan
tekanan serta tekanan-tekanan yang timbul pada hari itu, sehingga karena itu proyek
atau masalah yang anda tunda penyelesaiannya untuk besok, mungkin saja tidak
memperoleh cukup lagi perhatian dan waktu atau kesungguhan dalam
penyelesaiannya sebagai yang anda rencanakan atau anda janjikan dalam hari
sebelumnya. Pada kenyataannya dalam kuliah saya, saya sering memperingatkan
mahasiswa dan berkata kepada mereka. “Kalau anda mempelajarinya, maka tidak
ada batas-batas waktu, tekanan-tekanan dan desakan lain, pelajaran-pelajaran lain,
dan test-test lain”.
Saya tidak menyangkal bahwa dengan begitu konflik diciptakan. Tapi saya dapat
memberitahukan suatu jalan untuk memecahkan konflik itu. Seorang Presiden dari
suatu perusahaan yang saya kenal dengan baik, sudah menciptakan suatu sistem yang
memisahkan “lowpriority items” (hal-hal yang kurang penting), yang oleh para
laksanawan ditandai dengan “di tunda buat hari esok”. Dia memerintahkan para
laksanawannya untuk bekerja pada hari Sabtu pagi, untuk bekerja menyelesaikan
item-item atau masalah-masalah kecil, yang pelaksanaannya tertunda dalam minggu
sebelumnya.
Setiap orang laksanawan mempunyai dua file atau map dalam mejanya. Salah satu
map ditandai dengan “segera” dan yang satu lagi ditandai dengan “Hari Sabtu”.
Secara seragam, berkas atau surat dan masalah yang didalam map “Hari Sabtu”,
berisi semua masalah dan paper work yang dapat menunggu penyelesaiannya sampai
hari Sabtu ini mesti dituruti dengan ketat, karena pada hari Seninnya pekerjaan rutin
akan mulai lagi seperti biasa.
Tentu saja, kadang-kadang file atau map hari Sabtu itu terlalu tebal. Ini berarti tidak
lain : yaitu para laksanawan tidak mengadakan perbedaan yang wajar antara apa yang
seharusnya dilakukan dengan segera dan mana yang dapat menunggu. Yaitu mereka
itu tidak menggolongkannya menurut prioritasnya, tapi sesungguhnya hanya melulu
penundaan.
Disini kita akan membicarakan sepuluh jalan atau saran, untuk menghadapi secara
efektif, dan meyakinkan masalah-masalah atau kejadian-kejadian perusahaan anda
sehari-hari. Setiap saat di bawah ini, akan menambah ke-efesienan penggunaan
tenaga dan untuk melancarkan jalan untuk pertambahan pengaruh.
1. Beberapa Ketidak Efesienan Berguna Juga
Tetaplah luwes dan flexible. Janganlah demikian efisien-nya sehingga anda tak dapat
berubah dan beralih menyesuaikan diri sesuai dengan peralihan angin. Janganlah
demikian terikat atau terpaku terhadap suatu proyek atau terhadap suatu metode
pelaksanaan, sehingga anda tidak dapat bergerak terhadap yang lain. Saya melihat,
bahwa para laksanawan yang sangat efisien dalam salah satu jenis kegiatan, pada
umumnya menjadi tidak berguna dalam situasi-situasi yang lain. Adalah jarang
SEPULUH JALAN UNTUK MEMAKSIMALKAN
TENAGA DAN DORONGAN
sekali, dimana seorang laksanawan dapat melaksanakan segala hal dengan baik, yang
secara sempurna cocok untuk setiap pekerjaan. Sejumlah kecil ketidak efisien-an,
malah menolong seseorang untuk survive, jika alam sekitar berubah.
Jika anda berusaha mempelajari dan mencari jejak perkembangan mahluk-mahluk
hidup dari zaman dahulu kala, maka anda akan menemukan suatu pengamatan yang
sangat menarik. Yaitu anda akan menemukan bahwa binatang dan tumbuhantumbuhan
yang paling efisien, adalah justru jenis mahluk yang pertama mati hilang
dari permukaan bumi dan menjadi fosil. Beberapa tumbuh-tumbuhan dan bnatang
demikian efisien-nya dalam suatu jenis atau corak alam sekitar yang tertentu, tetapi
sesudah alam sekitar atau lingkungannya itu berubah, mereka tidak dapat lagi
menyesuaikan dirinya, dan menjadi musnah. Justru tumbuh-tumbuhan dan binatangbinatang
yang dapat bertahan terus hidup (survive) ialah jenis mahluk yang kurang
efisien. Sebagai contoh, reptil seperti buaya, cicak, ular dan katak, adalah jenis
binatang yang sangat tidak efisien, baik di darat maupun di laut. Tapi mereka itu
dapat juga survive, terus dapat bertahan hidup, hanya karena mereka itu dapat
menyesuaikan diri terhadap salah satu lingkungan itu.
2. Atur dan Rencanakanlah Tujuan-Tujuan yang Efektif
Sepanjang buku ini, anda akan tetap melihat kaitan yang terus menerus kepada
perencanaan tujuan-tujuan yang efektif. Cita-cita dan tujuan-tujuan jangka pendek
adalah sangat penting untuk perbuatan dan tindakan-tindakan business yang pantas,
dan juga penting untuk diri sendiri. Masalah ini akan kita ulangi lagi
membicarakannya secara terperinci, teristimewa pada bab delapan nanti
Bagaimanapun, disamping hubungannya dengan penggunaan tenaga secara lebih
ekonomis, saya akan sarankan : Tentukan dan rencanakanlah suatu tujuan untuk anda
sendiri dan buat departemen anda, yaitu sedikit di atas apa yang anda ketahui secara
positif akan dapat anda peroleh atau anda capai dengan usaha yang pantas.
Secara ideal, suatu tujuan haruslah menarik anda untuk tetap bergairah mencapainya.
Dan dalam keadaan anda bergerak maju, jarak anda ke tempat tujuan akan semakin
pendek, sehingga keyakinan anda untuk terus maju menjadi lebih besar. Dan lagi,
sesudah anda mencapai tujuan anda, anda haruslah membentuk suatu tujuan yang
baru, yang dapat anda jangkau.
Alfred J. Morgan, seorang Presiden perusahaan dan yang mempunyai titel Ph.D.
dalam ilmu psikologi, membuat suatu eksperimen yang menarik dalam fabriknya.
Marrow tertarik, sebagai kebanyakan pengusaha, untuk mempunyai pekerja-pekerja
yang baru untuk mencapai hasil pekerjaan yang optimal, dan mencapainya dalam
waktu yang secepat mungkin. Dia mulai mencoba metode-metode pendorong yang
berlainan kepada pekerja-pekerja yang baru dan kurang terlatih itu, untuk mencapai
standard atau ukuran-ukuran prestasi orang yang terlatih.
Dengan suatu kelompok lain, Marrow menentukan suatu tujuan yang sukar untuk
dicapai. Dia memerintahkan pekerja-pekerja yang tidak terlatih untuk mencapai
quota mereka dalam waktu 12 minggu sesudah mereka dipekerjakan. Adalah
menarik sekali, bahwa sesudah 14 minggu kelompok itu hanya mencapai 66 persen
saja dari standard prestasi. Orang-orang dalam kelompok ini, setengahnya
kehilangan tujuannya.
Dengan kelompok kedua, yang juga sama-sama tidak terlatih, Marrow menentukan
tujuan mingguan. Tujuan-tujuan adalah progresif : yaitu setiap tujuan berikutnya
adalah sedikit lebih sukar da ambisius dari tujuan atau terget yang sudah dicapai
seminggu yang lewat. Dalam keadaan tingkat kecakapan pekerja-pekerja bertambah,
demikian juga tujuan makin ditingkatkan. Pada akhir dari 14 minggu yang
ditentukan, rata-rata anggota dari kelompok kedua itu sudah mencapai suatu standard
kecakapan yang sama atau setaraf dengan seorang operator yang ahli.
Dr. Kurt Lewin, yang mendirikan Pusat Riset dari Group Dynamics yakin, bahwa
eksperimen ini banyak memberi pelajaran kepada laksanawan-laksanawan dan
pengusaha-pengusaha, teristimewa buat manajer yang mengawasi produksi.
“Seorang yang sukses”, kata Lewin, “ialah yang biasa menetapkan dan merencanakan
tujuan-tujuannya, tujuan yang tidak terlalu tinggi di atas prestasinya yang terakhir.
Dengan jalan ini, dia tetap meningkatkan daya aspirasinya.
Walaupun dalam jangka panjang, dia dibimbing oleh tujuannya yang ideal, yang
mungkin agak tinggi, tapi tujuan riilnya untuk langkah berikutnya, tetaplah realistis
dekat kepada prestasinya sekarang ini. Lewin berkata, bahwa orang yang tidak
sukses, cenderung untuk mengadakan salah satu kesalahan dari dua kesalahankesalahan
berikutnya : Dia menentukan tujuannya terlalu rendah, sering dibawah
prestasinya yang lewat. Atau “dia menentukan tujuannya jauh di atas
kesanggupannya. Kelakuan terakhir umumnya lebih sering terjadi.”
3. Persiapkanlah Diri Anda Sendiri
Salah satu jalan yang terbaik untuk memobilisasi talenta anda, ialah dengan
mengetahui issu-issu yang menjadi taruhan, dan mempersiapkan diri dengan lebih
baik dari siapapun untuk menghadapinya. Saya mengenal seorang laksanawan,
seorang Presiden dari perusahaan, tang sangat baik mempersiapkan dirinya sendiri,
setiap firmanya menghadapi suatu masalah penggabungan dan kerja sama. Orang itu
melatih dirinya sendiri, secara physik dan mental, tak ubahnya seperti persiapan
seorang petinju yang akan menghadapi suatu pertarungan. Dia tidak minumminuman
keras selama waktu itu, tidak terlambat tidur, dan dengan makanan yang
baik (tapi tidak berlemak). Berminggu-minggu sebelumnya, dia sudah melakukan
perundingan-perundingan kecil. Mengapa ? Dia memberitahukan saya, bahwa dia
ingin memelihara suatu ketajaman dan kesegaran mental dan fikiran. “Saya berusaha
untuk tidak berbuat suatu kealahan yang kecil sekalipun”, katanya, dan memang
hasilnya adalah baik sekali. Dia jarang mengadakan kesalahan dalam perundinganperundingan
penggabungan itu.
Waktu Arthur Goldberg menjadi Menteri Perburuhan di bawah Presiden :
J. Kennedy, dia berkata : Bahwa dia selalu menyusun dokumen-dokumennya teratur
sedemikian rupa, dengan persiapan sepenuhnya untuk menjawab setiap pertanyaan
yang layak, yang mungkin diajukan Presiden kepadanya.
4. Janganlah Mencoba Untuk Menjadi Seorang yang Ahli Dalam Setiap Hal
Tidak mungkin anda ahli dalam segala bidang dan setiap hal, dan untuk mencobanya
adalah suatu kebodohan. Sangat sedikit orang yang ahli dan besar dalam banyak
bidang. Leonardo da Vinci dan Edison, yang ahli dalam banyak bidang itu, adalah
orang yang sangat jarang terdapat. Tapi untuk kebanyakan orang, adalah sangat suka
menjadi ahli. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang, dan yang mengakui dengan
jujur bahwa dalam bidang yang lain pengetahuannya hanya sedikit, atau tidak ada
sama sekali, adalah jauh lebih disegani dari orang yang mengatakan, bahwa dia
mengetahui dan ahli dalam banyak bidang.
Yang terbaik ialah, jika anda memakai tongkat ukuran yang berlainan untuk anda
sendiri, jika anda turut serta dalam banyak kegiatan-kegiatan. Gunakanlah suatu
kriteria atau ukuran yang ketat untuk spesialisasi anda. Dan kendorkanlah standard
itu sedikit, jika anda bekerja di luar spesialisasi anda.
Sebagai contoh, anda mungkin seorang “decision maker” atau pembuat keputusan
yang jitu, dan seorang ahli keuangan. Tapi kalau anda berada dalam lapangan golf,
apakah tidak salah kalau anda mencoba-coba juga berusaha bermain seperti
A. Palmer, pemain unggul Amerika ? Atau kalau anda di tempat dansa, apakah anda
akan membandingkan dansa anda dengan keahlian Arthur Murray ? Tentu saja anda
harus mencoba untuk berbuat dan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Tapi
ingatlah, bahwa anda tidak mempunyai waktu untuk menjadi ahli dalam segala hal.
Seperti dikatakan Charlie Chaplin, “Kita semua adalah amateur, karena kita tidak
mempunyai umur yang cukup panjang untuk menjadi profesional yang sejati.”
Dan disinilah kegunaan kegiatan-kegiatan waktu terluang, yaitu dengan kegiatan
seperti itu, anda dapat mengendorkan standard-standard anda. Anda mengetahui,
bahwa anda tak perlu jadi jagoan untuk sukses, dan kalau anda menerima konsep ini,
maka setiap kegiatan di waktu terluang, akan menyenangkan, tidak perduli betapa
terbelakangnya anda dalam bidang atau permainan itu. Saya sendiri selalu merasa
senang dan merasa puas dalam permainan golf, walaupun dalam hal itu, saya
termasuk orang yang tidak begitu baik dalam bermain. Saya puas dengan keadaan
saya yang kurang kompeten dalam permainan itu, menjadi relaks atau santai, dan
kemudian kembali ke pekerjaan saya yang sesungguhnya, dengan keadaan segar dan
lebih baik untuk melakukannya lagi.
5. Sadarilah Kemampuan-Kemampuan Anda dan Terimalah Kekurangan-
Kekurangan Anda
Akuilah, bahwa anda adalah manusia biasa. Bahwa anda dapat juga marah,
mempunyai dorongan seksual, dan kadang-kadang mempunyai tindakan-tindakan
yang dapat merusaka diri sendiri. Janganlah coba untuk menjadi seorang penulis
besar itu. Dan jangan coba dengan paksa untuk menjadi seorang penjual yang ulung,
jika memang kemampuan anda untuk itu sedang-sedang saja. Anda harus
membiarkan anda sendiri dengan seikit kelemahan-kelemahan. Penerimaan
kelemahan seperti itu, bukanlah berarti penyerahan.
Perhatikan nasehat di bawah ini, yang diberikan oleh ahli filsafat Gracian :
“Sadarilah segi-segi kelemahan anda. Banyak orang, sekiranya dia tidak mempunyai
beberapa kekurangan-kekurangan yang tertentu, akan dapat mencapai puncak
kemajuan…. Beberapa bagian, kekurangan kesungguhan, yaitu suatu noda yang biasa
merusak bakat yang besar. Yang lain kurang kesopanan, keramahan dan kehalusan
perasaan, kekurangan mana sering mengurangi sokongan dan kerja sama dari orang
lain. Beberapa orang kekurangan kesanggupan eksekutif; yang lain kekurangan
pengekangan diri. Semua kekurangan-kekurangan itu, jika sudah disadari dan
diperhatikan, akan bisa di perbaiki dengan mudah, yaitu dengan jalan kompensasi,
dan dengan hati-hati, kompensasi itu akan menjadikan perbaikan-perbaikan yang
wajar”.
6. Taksir dan Nilailah Pengaruh Anda Terhadap Orang Lain
Setiap orang memerlukan untuk memperoleh beberapa “feedback” (pengaruh arus
balik) dari orang lain, untuk mengetahui sampai dimana tingkat pengaruh pribadinya
atau perbuatannya terhadap orang lain itu. “Feedback” yang menyenangkan, tentu
saja lebih mudah ditangkap dan dianggap, karena menyenangkan. Tapi feedback
yang tidak menyenangkan (seperti kritik atau pernyataan amarah orang terhadap
sesuatu tingkah laku kita yang salah atau tidak baik), justru sering dapat lebih
berharga buat kita, sebab dengan demikian, ada kemungkinan kita untuk mengadakan
koresksi dan perbaikan.
Sebagai contoh, saya memperoleh sejumlah dasar feedback dari teman-teman saya.
Dan pada kenyataannya, justru sahabat saya yang paling baik yang memberitahukan
saya, kapan saya berbuat kesalahan-kesalahan itu. Feedback seperti itu sering terasa
sakit dan tidak menyenangkan, tapi saya berterima kasih terhadap feedback itu.
Sebab akibatnya, kalau tidak karena feedback itu, bisa saja saya terus menerus
membuat kesalahan-kesalahan itu, dan karenanya saya akan bertambah rugi.
Anda tidak dapat mengungkapkan atau membeberkan kecemasan anda dengan
bertanya secara langsung dan terus terang, “Bagaimanakah perbuatan dan tingkah
laku saya ? “Dalam hal atau kasus seperti itu, mungkin sekali anda tidak akan
memperoleh jawaban-jawaban yang benar dan objektif. Suatu jalan yang lebih baik
untuk menaksir bagaimana pendapat dan anggapan orang lain terhadap anda, ialah
dengan menguji jenis-jenis permasalahan atau persoalan yang ditanyakan atau
dihadapkan orang lain terhadap anda, untuk dipecahkan. Nyatanya, jika mereka itu
membawa atau menanyakan kepada anda masalah-masalah yang sukar dan malah
berat. Itulah tandanya bahwa mereka itu menilai anda tinggi. Sebaliknya, jika orang
lain itu tidak menilai anda tinggi atai menganggap anda tidak bermutu, orang itu tidak
akan pernah meminta nasehat atau pertimbangan anda.
Amatilah orang dikala anda sedang bebricara dengan mereka. Apakah yang mereka
lakukan, atau bagaimana suasana wajah mereka diwaktu anda sedang berbicara
dengan mereka itu? Apakah ada perhatian mereka ? Atau apakah mereka mencari
sesuatu alasan atau dalih untuk menghentikan pembicaraan anda itu, dan nampak
seperti hendak mau meninggalkannya ? Apakah mereka itu, mudah menyimpulkan
perhatiannya ? Jenis informasi macam manakah, yang oleh teman anda, atasan atau
bawahan anda, diminta untuk anda perhatikan? Memo apakah yang anda terima ?
Kegiatan-kegiatan apakah yang diminta teman anda untuk anda ikut ?
Tujuan dari semua ini ialah, untuk mengembangkan suatu kesadaran anda tentang
dunia sekeliling anda, dan supaya anda dapat menyesuaikan diri. Janganlah seperti
keadaan beberapa orang politikus dalam sejarah, yang kemudian mengalami suatu
tragedi yang pahit. Mereka masih tetap memegang anggapan dan pendapat yang
salah terhadap pengaruh mereka terhadap orang lain, terhadap rakyatnya. Barulah
sesudah suatu keadaan menjadi gawat, mereka terkejut dan terperanjat, bahwa sikap
dan reaksi orang lain itu, sudah sangat berlainan dari harapan dan anggapannya
semula.
7. Ulangi Sukses-Sukses Anda
Dikala anda sudah mencapai tangga pertengahan dari jenjang kenaikan eksekutif
anda, anda mesti mengamati dan memperhatikan kapan tingkah laku atau tindakantindakan
anda yang membawa kesuksesan dan yang menyenangkan orang, dan kapan
tidak. Pilih dan tandailah hal-hal yang anda ingini untuk anda kerjakan, hal-hal yang
membawa kesuksesan anda. Pusatkanlah perhatian dan usaha anda kepadanya.
Bersamaan dengan itu, tandai dan isolasilah bidang-bidang dimana anda mungkin
sekali kurang sukses, dan janganlah boroskan waktu dan tenaga anda dalam kegiatankegiatan
serupa itu, kecuali kalau anda ada terikat kepada jenis kegiatan itu. Seorang
anak yang berperawakan kecil dan kerdil, adalah bodoh jika dia memboroskan
tenaganya dalam permainan sepak bola, sedang dia mengetahui, bahwa dia
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk sukses dalam permainan “baseball”.
Bermainlah dalam bidang-bidang yang lebih menimbulkan kegairahan dan kekuatan
anda.
8. Belajarlah Dari Kegagalan-Kegagalan Anda
Anda tidak akan pernah memperoleh kepercayaan terhadap diri sendiri, dengan hanya
berkata terhadap diri sendiri, akan apa yang dapat anda perbuat untuk mencapainya.
Cobalah praktekkan beberapa pelajaran-pelajaran yang sudah anda pelajari. Jika anda
gagal, cobalah lagi. Dengan unsur nasib saja, jika anda mencobanya dengan cukup
banyak, mungkin anda akan berhasil.
Banyak orang masyur yang memperoleh sukses, dengan segera mengangkat diri
sendiri dan memulai usahanya lagi, walaupun sudah mengalami kegagalan-kegagalan
yang gawat. Mereka menyadari, bahwa semua kehidupan adalah suatu pengalaman
belajar, bahwa dalam keadaan kalah dan gagal, mereka memperoleh sesuatu
pelajaran, yang dapat mencegah mereka untuk menemui kegagalan lagi. Dalam
percobaannya untuk memperoleh suatu battery, Edison sudah membuat seribu macam
percobaan, yang tidak juga berhasil, tapi dia meneruskan percobaannya juga. Dengan
kegagalan itu dia berkata : “Baiklah, sekarang saya mengetahui seribu cara atau jalan
yang tidak dapat menghasilkan suatu battery”. Artinya jalan-jalan yang salah itu
sudah diketahuinya sebanyak seribu jalan, yang tidak akan dilaluinya lagi.
Ilmu yang sesungguhnya dari seorang ahli atau profesional ialah, dia tidak
memandang kehidupan itu dalam istilah sukses atau gagal, tapi dalam istilah dari
suatu pengalaman belajar. Dengan begitu, ahli-ahli itu mempraktekkan apa yang
dipelajarinya.
Hanya dengan keterbukaan, dengan berbuat kesalahan-kesalahan dan dengan resiko
kegagalan dan kerugian, orang dapat belajar. Dikala John Kennedy kalah dalam
suatu pemilihan untuk memperubutkan calon wakil Presiden tahun 1956, yaitu
kekalahannya terhadap Estes Kefauver, dia tidak putus asa dan berhenti. Tapi
sebaliknya dia berkata : “Baiklah, sekarang kita sudah mengetahui kesalahankesalahan
yang kita perbuat. Sekarang kita sudah mengetahui apa yang ahrus kita
perbuat untuk menang. Pada tahun 1960 nanti, kita akan melaksanakan pekerjaan
yang besar itu lagi.” Dan sebagai kita ketahui, pada pemilihan tahun 1960 itu,
Kennedy memenangkan, bukan lagi Wakil Presiden, tapi bahkan sebagai Presiden.
Tentu saja, kalau, kegagalan terlalu banyak, akan menimbulkan frustasi dan
kemunduran. Tetapi sebagian besar kegagalan itu akan dapat dihindari, kalau kita
mengetahui dengan jelas sebab-sebabnya. Sebab-sebab kegagalan itu, boleh jadi
karena anda melakukan fungsi yang salah. Atau barangkali, walaupun anda
melakukan fungsi yang benar, tapi anda mencoba melaksanakan dan mencapai tujuan
yang terlalu tinggi, Jika masalahnya memang yang terakhir ini, maka itulah tandanya
anda tidak menyusun dan menentukan tujuan-tujuan anda secara wajar. Cobalah
mengambil dan menyelesaikan langkah-langkah yang pendek, dan buat pertama
laksanakanlah hal-hal yang kecil.
Jika dalam hal demikian, anda masih gagal juga, maka akuilah keterbatasan anda, dan
berhentilah mencoba untuk menjadi seorang profesional atau ahli dalam kegiatan atau
bidang tertentu itu.
9. Carilah Seorang Manajer dan Pelatih Yang Baik
Carilah seorang yang akan menolong anda dalam menilai dan menaksir pekerjaan
anda dengan jujur, dan yang dapat menolong anda untuk melihat dan menilai sesuatu
dengan objektif. Orang itu haruslah seorang, yang umpamanya dapat memberi tahu
anda, apakah anda harus menghentikan sesuatu usaha atau kegiatan, karena sudah
terlalu sering gagal. Atau yang mendorong anda, agar terus mengusahakannya
dengan pengetahuan yang baru dan cara-cara yang baru.
Seorang manajer atau pembimbing yang baik, ialah juga semacam orang yang
mendorong anda dengan cukup, tapi tidak berlebih-lebihan. Dan yang mendorong
anda untuk mencoba dan berusaha lebih kuat lagi, tanpa menimbulkan rasa tidak
senang dari anda, dan yang selalu bersedia, untuk menolong anda jika anda
membutuhkan pertolongan dan saran. Seorang manajer penjualan (sales manager)
yang baik, akan dapat melakukan fungsi itu. Demikian juga seorang istri yang
mengerti. Atau seorang Presiden perusahaan yang baik, seorang ahli psikologi
industri, bahkan seorang guru dan kenalan yang mengerti masalahnya.
Teman saya sendiri, mempunyai suatu perusahaan yang tidak begitu maju, walaupun
dia mempunyai cukup modal, dan walaupun pribadinya cukup cerdas, sanggup dan
berwibawa, dan mempunyai latar belakang yang diperlukan buat kemajuan
perusahaan itu. Tapi barulah sesudah mendapat dorongan dari saya dan tambahan
keberanian, perusahaan itu bergerak maju, dan kemudian sukses. Kemajuankemajuan
dalam hidup ini, sering terjadi karena dorongan dan nasehat dari orangorang
lain.
10. Perhatikan Hal-Hal Yang Kecil
Dalam menyimpulkan bab ini, mengenai mobilisasi dorongan eksekutif, saya ingin
mengingatkan anda, bahwa kesuksesan ataupun kepercayaan terhadap diri sendiri,
tidaklah datang dengan mudahnya. Untuk itu diperlukan kerja keras.
Jika anda melihat seorang pemain bulu tangkis yang unggul akan melihat satu aspek
dari anda ; istri anda melihat aspek lainnya; sedang atasan anda melihat aspek yang
lain lagi. Adalah pantas bahwa kita masing-masing memperlihatkan muka-muka
yang berbeda-beda dalam keadaan yang berbeda-beda. Pengertian dan pengenalan
baik yang sesungguhnya terjadi, jika anda sanggup menaksir atau meng-interpretasi,
mengapa orang lain itu melihat anda berlainan.
Tapi walaupun ada perbedaan-perbedaan itu, mestilah ada suatu dasar inti dari
kepribadian itu yang timbul, dalam hal mana anda dan orang lain itu bersesuaian.
Jika terlalu banyak atau terlalu jauh perbedaan itu dari kolom ke kolom lainnya, maka
lebih baiklah anda duduk dulu dan mencoba untuk memutuskan, kolom mana yang
paling dekat kepada kebenaran. Atau apakah anda melihat anda sendiri melalui kaca
mata yang berwarna ? Anda bisa saja lebih baik dari yang orang lain fikirkan
terhadap anda, atau anda mungkin tidak mengungkapkan muka yang sama kepada
orang yang berbeda-beda- atau anda mungkin salah mengerti tentang apa yang
mereka fikirkan (pendapat mereka) terhadap anda.
Tantangan yang sesungguhnya, ialah kemauan anda untuk menimbang jawab atau
pendapat mereka itu dan menyaringnya. Mengapa beberapa orang menganggap anda
sebagai orang yang dingin, berani atau persuasive?. Mengapa seorang teman berfikir
atau berpendapat demikian terhadap anda, sedang atasan anda berpendapat lain,
sedang anda sendiri barangkali tidak setuju atau tidak sependapat dengan kedua
pendapat itu. Barangkali anda tidak akan pernah sampai untuk menemukan suatu
jawab akhir yang betul-betul memuaskan, tapi usaha untuk itu, akan mengajat anda
banyak hal tentang diri anda sendiri, yang menolong anda untuk meproyeksikan
image atau gambaran diri yang ingin adan proyeksikan.
Untuk mengenal dari usaha “self study” itu, adalah menolong untuk mengemukakan
beberapa garis-garis bimbingan dalam suatu ringkasan :
1. Hindarilah Usaha “Self Study” itu, Sehingga Bersifat Menghukum Diri Sendiri
Sebagai seorang laksanawan, tidak diragukan lagi, anda mempunyai banyak sifat-sifat
positif, yang menolong anda untuk sampai di tempat anda, atau kedudukan anda
sekarang. Dan kebanyakan para laksanawan, sudah banyak menghadapi dan
mengatasi tantangan-tantangan dalam perjalanan hidup mereka, seperti tantangan
dalam pekerjaan mereka. Karena itu tidak ada gunanya, apabila anda terlalu melihat
dan menonjol-nonjolkan kekurangan-kekurangan anda yang ada, dan menafsirkan
kekurangan atau kelemahan-kelemahan yang kecil itu sebagai kegagalan-kegagalan
yang besar.
2. Usaha Self Study itu Tidaklah Mudah
Dr. Karen Horney dalam bukunya mengenai analisa diri sendiri itu, berkata dan
menunjukkan :
BUATLAH RENCANA UNTUK MASA DEPAN
Ornag yang memulai usaha self study itu dengan anggapan akan melakukannya
dengan mudah, akan memperoleh suatu rasa puas diri yang palsu, yang percaya
bahwa mereka akan segera menjadi patah semangat, dikala mereka memperoleh
rintangan oleh halangan pertama yang serius, dan akan cenderung untuk melepaskan
atau menghindari usaha mencari kebenaran dari diri sendiri itu, yang dianggapnya
sebagai pekerjaan yang buruk. Memang pekerjaan itu memerlukan kemauan yang
kuat, karena hasilnya tidak segera nampak, dan tidak mudah, prosesnya lambat, dan
banyak menemukan hambatan-hambatan dan memerlukan tenaga dan pemusatan
fikiran.
3. Harapkanlah Perubahan-Perubahan Kecil dan Terimalah Kemajuan Yang Lambat
Tentuakanlah usaha-usaha perbaikan untuk satu atau dua saja daerah atau bagian
perbaikan. Janganlah mencoba untuk merubah anda sendiri secara serentak
seluruhnya. Ingatlah, suatu rumah tidak akan hancur, karena ada satu kebocoran kecil
di atapnya. Di sini kita cantumkan beberapa daerah specifik, dimana laksanawan
dapat mempertimbangkannya sebagai sasaran-sasaran buat perubahan :
Belajarlah untuk tidak setuju kepada orang lain, tanpa melukai perasaannya.
Belajarlah untuk berhentu menganggu orang lain.
Belajarlah untuk menjadi kuat, tanpa menguasai.
Belajarlah untuk menghidanri penerusan atau perbuatan menulari bawahan
dengan kekhawatiran dan perasaan takut yang kebetulan ada pada anda.
Belajarlah untuk menjadi kurang impulsif.
4. Sadar dan Mengertilah Mengapa Anda Memerlukan Perubahan
Jika orang lain mengatakan, bahwa anda tidak mendengarkan mereka itu, maka anda
mestilah melihat dengan jelasnya, bahwa anda mestilah mendengar dengan lebih
baik. Kalau tidak demikian, maka anda hanya akan mempunyai sedikit insentif atau
dorongan untuk meubah tingkah laku anda. Tapi di samping itu, kalau orang lain
menuduh atau menyalahkan anda karena terlalu agrasif, maka anda boleh saja untuk
memutuskan, bahwa sifat agresif, itu adalah sesuatu aspek yang sangat perlu untuk
kepribadian anda, dan suatu kunci menuju kesuksesan. Jadi anda dapat membuang
atau membiarkan keluhan itu sebagai “problema mereka yang memajukan keluhan itu
saja”. Anda tak dapat dan tak perlu untuk merubah anda sendiri, untuk
mencocokkannya dengan setiap orang. Tapi adalah kewajiban anda sendiri, untuk
menilai reaksi-reaksi mereka dengan objektif, untuk mengetahui alasan sebab dari
tingkah laku anda sendiri dan kemudian memilih aliran atau arah mana yang anda
inginkan, untuk diikuti dan dilalui.
5. Ambilah Keputusan Berdasarkan Keseimbangan Yang Wajar
Setiap sesuatu yang negatif selalu saja ada bagian positifnya. Pertanyaan pokok,
menurut Dr. Richard Wallin, seorang ahli psikologi di bidang industri ialah “Apakah
yang adapat saya lakukan untuk memetik dan mempertahankan keuntungan, dikala
membuang kerugian atau segi-segi negatifnya.”
6. Bedakan Tujuan-Tujuan Personil Jangka Panjang Dari Tujuan-Tujuan Jnagka
Pendek dan Sementara
Joe Crail, Presidel dari “Cost Federal Savings”, menguraikan tujuan jangka pendek
sebagai berikut : belajar sedikit lagi tentang pekerjaan saya; mengadakan perbaikanperbaikan
kecil dalam pelaksanaan; menganalisa kegiatan-kegiatan sekarang dan
metode-metode perbaikan. Daerah-daerah atau bagian-bagian itu adalah bersifat
segera dan 75% dapat dicapai.
Tujuan-tujuan jangka lama yang jauh adalah lebih samar dan kurang definitif seperti
untuk mencari dan mengumpulkan banyak uang, untuk memperoleh prestise, menjadi
Presiden, bebas dari tuntutan dan sebagainya. Masalahnya ialah mungkin anda
bercita-cita atau memimpikan untuk mengadakan perubahan-perubahan untuk
mencapai tujuan-tujuan jangka jauh itu, sehingga menghabiskan tenaga mental yang
anda butuhkan untuk membuat anda sendiri menjadi sedikit lebih baik untuk tujuantujuan
jangka pendek hari ini.
Dalam analisa terakhir, anda mesti mengenal dan sadar, bahwa ada kekurangan atau
cacat-cacat dalam pribadi anda, yang mesti anda terima dengan keikhlasan yang
sederhana. Self-study yang menjadi hal yang berharga sekali dalam usaha perubahan
atau pembaharuan diri, walaupun hal itu tidak berbuat sesuatupun, selain dari pada
menolong anda untuk menentukan sifat-sifat yang tak ddapat berubah.
BAB VII
MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERNEGOSIASI
Negosiasi adlah sebuah proses usaha untuk menemukan kesepakatan di antara dua
pihak atau lebih yang memiliki perbedaan pandangan atau harapan tentang masalah
tertentu. Beberapa orang menghindari negosiasi karena mengasosiasikannya dengan
konflik, rasa tidak enak, dan keharusan untuk berkorban. Tapi negosiasi yang baik
dapat menemukan kesetimbangan antara tujuan masing-masing pihak untuk
menciptakan hasil yang sama-sama menguntungkan.
Langkah-langkah dalam bernegoasiasi :
1. Memahami Ragam Negosiasi
Negosiasi kompetitif
Negosiasi kompetitif seringkali memiliki suasana yang tidak ramah dan
masing-masing pihak berusaha habis-habisan untuk mendapatkan tawaran
terbaik bagi dirinya sendiri, tujuan pihak kedua cenderung tidak sampai pada
kesetaraan. Lebih baik hindari jenis negosiasi ini apabila mungkin.
Negosiasi kooperatif
Banyak orang melihat negosiasi sebagai medan pertempuran di mana pihak
yang lebih kuat mengalahkan yang lebih lemah, dimana muncul pemenang
dan pecundang. Dalam negosiasi kooperatif konflik dapat diminimalkan dan
seluruh gagasan bertujuan mencapai solusi di mana orang mendapatkan
manfaat. Pendekatan ini cenderung memberikan hasil terbaik, utamanya
karena terjadi komunikasi yang jauh lebih baik di antara semua pihak yang
terlibat. Sebagai pembukaannya adalah pengumpulan sebanyak mungkin
informasi di samping juga pengungkapan informasi sehingga solusi bisa
dibuat dan bisa diterika kedua pihak (Mempertimbangkan sejumlah alternatif
bagi tiap permasalahan/fleksibel).
2. Siapkan Diri Anda
Sama halnya dengan situasi-situasi bisnis lainnya, persiapan yang baik akan
membantu Anda mengurangi stres. Jangan Anda kira waktu persiapan itu siasia.
Mulailah dengan menggarap tujuan-tujuan Anda, dan pastikan tujuan itu
spesifik, bisa dicapai dan diukur.
Pastikan harapan Anda realitis dan hasilnya mudah diperoleh. Sebaiknya
menuliskan tujuan yang diurutkan berdasarkan prioritasnya.
Sebelum melakukan negosiasi apapun, kumpulkan sebanyak mungkin
informasi tentang topik yang akan dibicarakan. Orang yang memiliki
sebagian besar informasi biasanya lebih pandai dalam negosiasi.
3. Bicarakan dan Eksplorasilah Berbagai Opsi yang Ada
Pad awal setiap pertemuan, tiap pihak perlu mengeksplorasi kebutuhan pihakpihak
lawan dan memberikan penawaran pembuka. Pernyataan pembukan
adalah cara yang baik untuk mencakup semua permasalahan utama yang
menjadi pegangan tiap pihak.
4. Sampaikan Usulan
Ketika kedua pihak mempunyai kesempatan untuk menilai posisi pihak lawan,
usulan dan anjuran bisa diajukan dan diterima. Ingat bahwa anda perlu
bertukar berbagai hal dan bukan sekedar menerima.
5. Mulai Menawar
Setelah membicarakan persyaratan masing-masing dan bertukar informasi,
tawar menawar bisa dimulai. Jadi secara umum semakin Anda meminta
semakin banyak yang Anda dapatkan. Ungkapkan informasi dengan jelas.
6. Berkomunikasi Secara Jelas dan Terbuka
Ketika Anda bernegosiasi dengan seseorang secara langsung atau tatap muka,
gunakanlah bahasa tubuh dan jagalah kontak mata. Cobalah untuk
menghindari duduk dengan lengan dilipat di dada dan kaki disilangkan.
Cobalah utnuk menggunakan bahasa yang tidak menjengkelkan orang lain.
7. Dengarkan
Terkadang ketika Anda grogi karena suatu hal, Anda menjadi amat terfokus
pada apa yang ingin Anda katakan sehingga anda kurang memperhatikan apa
yang dikatakan orang lain kepada Anda. (Berkonsentrasi, menunjukkan
bahwa anda mengerti, menekankan bahwa Anda mengerti, berempati dengan
situaso komunikator).
8. Mintalah Istirahat Apabila Memang Perlu
Kadang kala istirahat singkat selama 10 atau 15 menit akan bermanfaat
apabila negosiasi ternyata lebih kompleks atau mengundang perdebatan dari
yang Anda duga sebelumnya.
9. Mencapai Kata Sepakat
Ketika pembicaraan terus berlanjut, cermati indikasi-indikasi verbal dari pihak
kedua seperti kata “mungkin” atau “barangkali” ini bisa menjadi kata sepakat
yang sudah ada di depan mata.
Kesimpulan
• Pahami hakikat negosiasi.
• Ketahuilah perbedaan antara negosiasi kompetitif atau bersaing dan negosiasi
kooperatif atau saling mempermudah jalan.
• Siapkan diri dengan baik sebelum negosiasi dan ketahuilah tujuan-tujuan
Anda.
• Bicarakan kebutuhan Anda dan pihak kedua saat bertamu, ajukan penawaranpenawaran
pembuka yang masuk akal.
• Berkomunikasilah dengan jelas dan tepat khususnya ketika membahas angkaangka.
• Jadilah pendengar yang baik.
• Mintalah istirahat apabila pembahasan memanas atau Anda menemukan jalan
buntu.
• Ketika Anda sudah sepakat, buatlah ringkasan dan catatan hasil pembahasan
secara tertulis.
MENGGUNAKAN KOMUNIKASI NON-VERBAL
Sukses dalam bernegosiasi bergantung pada komunikasi yang baik antara pihak-pihak
yang terlibat, dan membangun hubungan yang baik amat vital bagi efektifitas
komunikasi tersebut. Karena perilaku non-verbal atau bahasa tubuh adalah bagian
wajar dari alat komunikasi kita, interprestasi dan penggunaannya menjadi kunci untuk
membuka pemahaman terhadap manusia dan membangun hubungan secara lebih luas
dan lebih baik.
Langkah-langkah menggunakan komunikasi non-verbal :
1. Memandankan dan Merupakan
Apabila Anda melihat dua orang berbicara dengan santai dan percaya diri,
anda akan melihat bahwa tubuh mereka dalam posisi yang mirip. Keduanya
menyilangkan kaki, atau duduk di kursi mereka dalam sikap tubuh yang sama,
dan apabila mereka makan dan minum dalam kecepatan yang sama. Ini
disebut memandankan atau merupakan (Matching atau mirroring).
2. Menggunakan Bahasa yang sama
Meski bahasa yang kita gunakan tidak persis sebagai salah satu komponen
perilaku non verbal ini juga merupakan bagian penting dari alat komunikasi
dengan orang lain.
Ketika berbicara dengan orang yang tidak dikenal dengan baik, dengarkan
ragam kata yang ia pilih.
Penggunaan bahasa yang sama secara nyata akan mempertinggi tingkat
pemahaman di antara Anda berdua.
3. Menyimak Secara Aktif
Menyimak secara aktif merupakan keterampilan yang langka, tapi sangat
efektif untuk membantu Anda berkomunikasi dengan orang lain.
4. Lakukan Interprestasi Menurut Konteksnya
Hati-hatilah agar tidak melompat pada kesimpulan bahwa seseorang sedang
merasa begini atau begitu tanpa mendapatkan informasi lebih jauh.
Pastikan Anda mempunyai waktu yang cukup untuk mengamati apa yang
sedang terjadi diseputar Anda.
Kesimpulan :
• Perhatikan bahasa tubuh orang lain dan tirukan apabila Anda ingin
membangun rasa percaya.
• Amati bahaa yang digunakan oleh mereka yang ingin Anda pengaruhi, dengan
mendengarkan isyarat-isyarat indrawi.
• Simaklah secara aktif, sehingga memberitahu pihak kedua bahwa Anda
tertarik.
• Pikirkan dengan cermat sebelum menginterprestasikan sinyal-sinyal non
verbal, ada banyak alasan di balik perilaku yang tidak biasa.
• Waspadai adanya kebocoran dan ketidak selarasan.
• Ingat bahwa orang lain mengetahui teknik ini dan mampu mengetahui adanya
upaya-upaya nyata untuk mempengaruhi pendapat mereka (pekalah).
MERANCANG NEGOSIASI
Rancangan yang baik menjadi esensi utama dari negosiasi yang berhasil, jangan
pernah tergoda untuk berimprovisasi. Tujuan dari bernegosiasi adalah untuk
memberi dan menerima, untuk menemukan kesepakatan terbaik bagi kedua belah
pihak.
Langkah-langkah :
1. Perjelas Tujuan-Tujuan Anda
Apabila Anda hendak memulai negoasiasi apapun, penting kiranya agar Anda
mengetahui dengan jelas di mana Anda memulai dan dimana Anda ingin
berhenti.
2. Kumpulkan Semua Informasi yang Anda Butuhkan
Dalam bernegosiasi informasi benar-benar menjadi kekuatan.
Jangan meremehkan banyak waktu yang Anda perlukan untuk melakukan
persiapan Anda.
3. Pahami Konteks Negosiasi
Dalam bernegosiasi perdagangan, hasil yang ideal hampir selalu situasi samasama
untung dimana setiap pihak pulang dengan perasaan puas.
4. Rencanakan Proses Negosiasi yang Mulus
Sebelum negosiasi :
• Anggap orang dan organisasi yang terlihat sebagai bagian dari rencana
Anda.
• Apakah berbagai masalah yang harus diperjelas atau kesepahaman yang
harus dicapai.
• Apakah yang membuat anda jengkel atau marah.
• Carilah informasi tentang berbagai pengaruh terhadap organisasi pihak
kedua.
Selama pembicaraan :
• Dengarkan baik-baik agar anda paham apa yang penting bagi pihak kedua.
• Tutup selalu negosiasi dengan catatan kesimpulan yang kooperatif.
5. Pahamilah Keseimbangan Kekuasaan dalam Negosiasi
Hati-hatilah terhadap pihak kedua yang menggunakan taktik kekuasaan
terhadap anda. Jangan terburu-buru pikirkan dengan baik dan jadikan umpan
balik kata-kata dan jangan merespon terlalu cepat.
Kesimpulan :
• Mantapkan tujuan-tujuan Anda.
• Lakukan riset terhadap berbagai fakta kunci dan konteks negosiasi ini.
• Berikan Anda waktu yang cukup untuk melakukan persiapan.
• Cobalah memahami kebutuhan dan motivasi pihak kedua dan bekerjalah
bersama-sama.
• Jangan tergoda untuk masuk dalam benang ruwet.
• Pahamilah keseimbangan kekuasaan dalam negosiasi.
MENYIASATI NEGOSIASI YANG RUMIT
Meskipun Anda sudah berusaha keras merencanakan negosiasi Anda dengan baik,
sesekali anda menemukan kesulitan.
Langkah-langkah
1. Menghadapi Orang yang Sulit
Putuskan apakah Anda ingin menyelamatkan situasi ini.
Menggunakan kekuatan pertanyaan.
Ingat pedomannya.
Cari rencana cadangan apabila yang lainnya gagal.
2. Menghadapi Situasi Sulit
Pahami apakah anda bertempur padahal tidak setimpal dengan yang akan
didapatkan.
Apakah Anda tidak mengetahui dengan gamblang mengapa seseorang ‘sulit’.
Kesimpulan :
• Berusaha keras lah apabila situasinya memang harus diselamatikan.
• Apabila semuanya sudah terlalu jauh, pertimbangkan penundaan negosiasi
pada keesokan harinya.
• Ajukan pertanyaan terbuka.
• Mintalah pandangan dan gagasan dari pihak kedua.
• Tajamkan indera Anda.
• Siapkan rencana cadangan.
NEGOSIASI LEWAT E-MAIL
Banyak negosiasi dalam bisnis dewasa ini dilakukan lewat e-mail, sebuah proses
yang memiliki keunggulan sekaligus kekurangan dan diperlukan penanganan yang
hati-hati agar bisa berjalan dengan baik.
Langkah-langkah :
1. Ingatkan Diri Anda tentang Prinsip-Prinsip Negosiasi
Siapkan diri Anda dengan baik.
Pastikan anda sudah yakin dengan tujuan-tujuan Anda.
Sampaikan secara jelas dan mintalah penjelasan dari pihak kedua atau pihak
lain yang terkait.
Bersiaplah untuk fleksibel.
2. Menyusun Penawaran Pembuka
Apabila Anda dan pihak anda melakukan penawaran terlebih dahulu di dalam
negosiasi, mulailah dengan mengirimkan e-mail untuk menjajaki dan apa hasil
idenya.
3. Rencanakan Korespondensi
Sejak dari awal dimulainya proses ini, simpanlah kopian semua e-mail
sehingga anda bisa merujuk pada korespondensi sebelumnya apabila situasi
dan kondisi berubah.
4. Jagalah agar Anda Tetap Berkepala Dingin
Gunakan nada bicara yang santun tapi tegas dalam semua komunikasi formal.
Apabila Anda marah terhadap sesuatu, tunggu sesaat sebelum menjawab.
5. Perhatikan Nada Bicara Anda
Cobalah untuk menghindari kata-kata seperti ‘cuma’, ‘sepele’,
‘memusingkan’, dan ‘meragukan’.
6. Buatlah Ringkasan dan Kesimpulan
Ini merupakan peninjauan kembali berbagai keputusan dan memastikan diri
bahwa mereka senang dengan hasilnya.
Kesimpulan :
• Gunakanlah sebanyak mungkin waktu yang diperlukan untuk melakukan
persiapan sebelumnya.
• Pastikan anda mengetahui dengan baik fakta-fakta yang relevan.
• Apabila pihak adan melakukan penawaran pembuka, tuliskan e-mail dengan
struktur jelas dan sederhana.
• Mintalah klarifikasi apabila anda memerlukan ketika menerima penawaran
balik.
• Buatlah ringkasan dan kesimpulan dengan surat apabila mungkin.
BERNEGOSIASI DENGAN ORANG DARI BUDAYA LAIN
Cara terbaik untuk menyiapkan negosiasi lintas budaya adalah dengan tinggal dalam
kebudayaan lain, atau dengan mencari penasehat atau mitra lokal yang andal.
Perencanaan dan perhatian yang cermat akan memberikan hasil yang setimpal.
Langkah-langkah :
1. Selidikilah Konvensi Sosial Anda
Kemana pun Anda bepergian dalam rangka bisnis, mengetahui konvensi atau
aturan-aturan sosial suatu negara atau kawasan akan memberikan hasil yang
tak ternilai harganya. Jadi amatilah berbagai hal dengan cermat ketika berada
di negara yang bersangkutan dan selidikilah sebanyak mungkin.
• Prosedur berkenalan dan menyapa.
• Beberapa pemikiran tentang waktu.
• Peran wanita.
• Etika makan dan minum.
• Hadiah.
• Humor.
2. Memahami Praktek-Praktek Bisnis
Karakteristik Nasional. Pemahaman dan penerimaan mereka terhadap orang
luar.
Bernegosiasilah dengan bahasa Anda sendiri apabila bisa.
Bekerja menggunakan penerjemah.
3. Ingat Selalu Beberapa Hal Dasar
Jangan terburu-buru, berikan waktu untuk diri sendiri dalam menghadapi hal
yang tak terduga.
Pastikan standar teknis, profesional, keamanan dan lingkungan.
Kesimpulan :
• Apabila Anda bernegosiasi di luar negeri atau dengan orang lain dari
kebudayaan yang berbeda, cari tahu bagaimana mereka melakukan berbagai
hal sebelum Anda bertemu.
• Amatilah aturan-aturan dalam berkenalan dan bertegur sapa.
• Perhatikan etika makan dan minum.
• Berhati-hatilah memberikan hadiah pada pihak lain.
• Bernegosiasilah dengan bahasa asli Anda sendiri apabila memungkinkan.
Apabila tidak, gunakan jasa penerjemah yang netral.
MENEGOSIASIKAN KENAIKAN GAJI YANG PANTAS
ANDA DAPATKAN
Wilayah yang sulit dalam bernegosiasi, tapi harus kita hadapi, adalah kenaikan gaji.
Banyak orang merasa aneh ketika membahas uang, tapi diingat, apabila Anda tidak
bersedia duduk nyaman dan menegosiasikannya, paling-paling majikan Anda tidak
akan merasa bersalah jika harus membayar Anda dengan upah minimal.
Langkah-langkah :
1. Pilih Saat yang Tepat
Waktu yang palingh tepat untuk meminta kenaikan gaji adalah ketika Anda
melakukan peninjauan kinerja dengan Bos Anda.
2. Catalah Prestasi Anda
Ketika Anda meminta kenaikan gaji, Anda perlu membangun sebuah kasus
bisnis sebagai alasan mengapa perusahaan harus membayar Anda lebih.
3. Ketahuilah Nilai Anda di Pasar
Di samping mencermati nilai pasar eksternal, cobalah mencari informasi
tentang struktur gaji internal.
Kenaikan gaji diberikan karena memenuhi atau melampaui tujuan kinerja.
4. Berdiskusilah, Jangan mengatur
Mintalah jumlah dan persentase kenaikan gaji yang menurut Anda layak anda
dapatkan dan jelaskan mengapa.
Bersiapkan mendengar keberatan dan menjelaskan mengapa Anda masih
pantas untuk mendapatkan kenaikan.
5. Menerima Keputusan
Apabila Anda diberitahu bahwa Anda tidak akan mendapatkan kenaikan gaji
pada saat itu, tanyakan apa yang perlu Anda lakukan agar bisa mendapatkan
kenaikan.
Setelah rapat, tuliskan memo terima kasih kepada bos atas waktu yang
diberikan untuk rapat tersebut.
Kesimpulan :
• Apabila Anda merasa pantas mendapatkan kenaikan gaji, lakukan sesuatu
untuk mendapatkannya.
• Jangan terburu-buru bernegosiasi. Berikan waktu bagi anda dan Bos untuk
melakukan persiapan.
• Kumpulkan bukti-bukti untuk mendukung argumentasi anda.
• Dapatkan seberapa besar yang akan Anda minta.
• Tetap tenang dalam rapat tersebut, lakukan sebagai sebuah percakapan, bukan
pertemuan.
• Berikan saran alternatif apabila kenaikan gaji tidak mungkin diberikan.
• Apabila anda tidak berhasil, belajarlah dari pengalaman itu
BAB VIII
PENGERTIAN PROBLEM SOLVING
Problem solving sama artinya dengan pemecahan masalah. Problem solving
merupakan suatu pendekatan
Dalam menghadapi suatu masalah. Problem solving juga merupakan suatu
prosedur yang di dalamnya terdapat langkah-langkah yang harus yang di ikuti
dalam memecahkan sebuah masalah yang di hadapi sesorang sebagai perorangan
atau seseorang bagai pemimpin organisasi atau anggota organisasi.
Pernakah anda menghadapi masalah? dapatkan anda mengemukakan contohnya?
apakah masalah yang anda hadapi masalah peribadi,sosial,belajar dan kerier?
bagaimanakah kebiasaan anda dalam mebnghadapi masalah yang pernah anda
hadapi ? bagimana pemecahannya? atau langkah-langkah apa yang anda tempuh
setiap masalah yang anda hadapi? bagaimana hasilnya? siapa diantara anda yang
bisa mengungkapkan pendapatnya?
2. APA ITU MASALAH ?
Pengertian masalah atau problem yang di hadapi seseorang berbeda dengan orang
lain. Pengertian masalah yang dihadapi seorang pemimpin berbeda dengan yang
di hadapi oleh seorang pelajar atau mahasiswa. Berbeda pula oleh seseorang
sebagai pribadi dengan seseorang sebagai pemimpin / anggota suatu organisasi.
Masalah dapat di gambarkan sebagai suatu keadaan (terlihat atau tidak terlihat)
dimana antara yang di harapkan dengan kenyataan tidak sesuai.
Antara yang di rencanakan dengan kenyataan tidak sesuai atau terdapat hambatan
antara yang di inginkan dengan keadaan sebenarnya.
Masalah berbeda dengan keluhan. Keluhan biasanya akibat dari masalah yang
tidak jelas atau tidak teratasi / tidak terselesaikan. Keluhan yang dirasakan
seseorang dapat di jadikan pertanda seseorang sedang mengalami masalah yang
tidak di kenali atau sebuah masalah yang tidak dipecahkan
Stres nih !!!!!!!!!!! Bingung……!!!!!
Tugas 1
Tuliskan keluhan dan masalah yang pernah anda alami.
1. …………………………………. 1. …………………………………………..
2. ………………………………….. 2…………………………………………..
3. ………………………………….. 3. …………………………………………
4. …………………………………… 4. …………………………………………
5. …………………………………… 5. …………………………………………
6……………………………………. 6. …………………………………………
7……………………………………. 7. ………………………………………
8. ………………………………….. 8………………………………………..
9. …………………………………… 9. ………………………………………
10. ………………………………… 10………………………………………….
Masalah yang tidak dipecahkan akan dapat menimbulkan masalah baru. Oleh
sebab itu setiap orang harus menyikapi setiap masalah yang dialaminya.
3. Bagaimana menyikapi masalah ?
>Lari dari masalah ?
>Menghadapi dan memecahkannya ?
>Mengeluh ?
>Tidak tahu apa yang harus dilakukan ?
>Meminta bantuan kepada orang lain ?
Setiap orang tidak mungkin dapat menyikapi masalahnya dengan tepat apabila ia
tidak atau belum mengalami masalah itu. Disamping itu ia harus mengenali
Sumber masalah yang dialami. Pada umumnya masalah yang dialami seseorang
bersumber dari dirinya sendiri (internal) dan dapat juga bersumber dari luar diri
(eksternal).
Sebagai seorang siswa atau mahasiswa masalah yang berasal dari dalam dirinya
sendiri meliputi kondisi pribadi misalnya kecerdasan, bakat, fisik, nilai, kepribadian,
keterampilan belajar dan sebagainya. Sedangkan yang bersumber dari luar diri
seperti kondisi fisik sosio emosional di lingkungan keluarga dan sekolah / campus
(pencahayaan, kebersihan, sirkulasi udara, hubungan dengan teman, hubungan
dengan guru /dosen dan lain sebagainya), sarana belajar
pribadi dan sekolah. Bagaimana sikap anda selama ini menghadapi masalah dalam
kehidupan sehari – hari ?
TUGAS 2.
Buatlah sebuah deskripsi yang menceritakan masalah yang anda hadapi dan sikap
anda terhadap masalah tersebut pada kolom berikut.
NO MASALAH CARA MENYELESAIKAN
01
02
03
04
05
LANGKAH-LANGKAH PROBLEM SOLVING.
Riset yang sangat luas terhadap pembuatan keputusan dalam kelompok telah di
lakukan oleh Meier dan kawan-kawan di Universitas Michigen 1970. Meier
membedakan antara pemecahan masalah dan pemilihan jawaban. Ia menjelaskan
bahwa keputusan yang lemah dapat disebabkan baik oleh kegagalan menghasilkan
jawaban atau pemecahan yang baik maupun kegagalan memilih jawaban atau
pemecahan yang terbaik bila satu atau lebih alternatif yang lebih baik telah
dihasilkan. Meier telah berusaha mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang di
perlukan untuk pembuatan keputusan yang efektif oleh kelompok, dan banyak
pembahasan berikut ini di dasarkan atas penemuan-penemuan risetnya.
Dalam memecahkan masalah yang di alami perlu memahami langkah-langkah
Berikut :
DIAGNOSA PERMASALAHAN
MENGANALISA SEBAB AKIBAT DARI MASALA
MENGHIMPUN BERBAGAI ALTERNATIF PEMECAHAN
MEMILIH ALTERNATIF YANG PALING TEPAT
MELAKSANAKAN PILIHAN DALAM BENTUK KEGIATAN TERENCANA
DIAGNOSA PEMECAHAN MASALAH:
Untuk mengetahui hakekat dari pada sesuatu masalah tidaklah mudah, karena
masalah yang sebenarnya dihadapi sering terselubung dalam berbagai bentuk
berupa gejala-gejala yang tampak dan tidak tampak. Oleh sebab itu di perlukan
keahlian, pendidikan, dan pengalaman untuk dapat mencari sebab akibat yang
tepat guna mencari pemecahannya. Apa yang tampak seperti masalah dalam
suatu organisai belum tentu merupakan masalah yang sebenarnya. Yang terlihat itu
mungkin hanya gejalanya saja, sedangkan hakekat yang sebenarnya dari masalah
itu perlu di fahami lebih mendalam, karena ini akan besar pengaruhnya terhadap
langkah-langkah pengambilan keputusan.
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang efisien adalah
mendiaknosakan masalahnya. Karena masalah tersebut biasanya didefenisikan
Dari segi serangkaian kesulitan atau rintangan yang harus di atasi dalam mencapai
suatu tujuan, maka pentinglah bagi anggota kelompok untuk menyetujui tujuannya,
maka ketidak sepakatan ini harus di selesaikan terlebih dahulu sebelum kelompok
tersebut mengidentifikasi kan rintangan-rintangan untuk mencapai tujuan.
Sejauh mana kelompok mendiagnosa masalah - masalahnya dengan baik sangat
mempengaruhi hasil akhirnya. Diagnosa masalah merupakan suatu proses yang
sulit, lebih-lebih bila kelompoknya tidak menyetujui tentang tujuannya. Beberapa
kesalahan umum yang di lakukan selama diagnosis masalah meliputi :
- Pencampur adukan fakta dengan masalah.
- Pencampur adukan gejala dengan penyebab.
- Mencari kambing hitam untuk dikecam.
- Mengusulkan jawaban pemecahan sebelum masalahnya dipahami dengan baik.
- Mengalihkan diagnosa masalah dengan menampilkan pemecahan yang
disukainya.
Pada tahap pemecahan masalah ini, penting sekali bagi pemimpin untuk
memusatkan perhatian kelompok pada diagnosa masalah serta menghindarkan
pertimbangan-pertimbangan pemecahan yang terlalu dini. Kelompok seharusnya di
dorong untuk meneliti perbedaan-perbedaan persepsi anggota dalam memahami
masalah serta mengusulkan diagnosa alternatif sebelum mencapai keputusan
tentang masalah apa yang sebenarnya. Analisa tentang data faktual dari catatan
organisasi, survey dan sumber-sumber lain seharusnya di gunakan bila di anggap
wajar untuk melengkapi pendapat-pendapat subjektif tentang penyebab
masalahnya.
Orang Amerika (Industriawan Charles F kattering) mengatakan bahwa suatu
masalah yang sudah didefenisikan dengan baik berarti sudah separuh terpecahkan.
Sebuah masalah dapat dirumuskan dalam bentuk kalimat pernyataan atau kalimat
pertanyaan.
Contoh : KEKURANGAN DANA REKREASI KE PANTAI PASIR PUTIH /
MENGAPA TERJADI KEKURANGAN DANA REKREASI KE PANTAI
PASIR PUTIH.
ANALISA SEBAB AKIBAT DARI MASALAH :
Setiap masalah yang akan dipecahkan perlu di ketahui sebab masalah itu Terjadi
dan akibat / konsekwensi yang akan muncul bila tidak di atasi. Dalam menganalisa
sebab akibat dari suatu masalah memerlukan pengetahuan dan pengalaman,
memerlukan data dan fakta yang jelas / akurat. Tanpa hal itu akan sulit mencari
solusi dari masalah yang di hadapi. Hal ini bertujuan untuk memperkecil resiko yang
muncul dari sebuah keputusan yang di ambil dari pemecahan masalah yang di
hadap atau yang di alami.
Beberapa kesalahan umum yang sering muncul ketika kita menganalisa sebab dan
akibat dari suatu permasalahan , yaitu :
- Menyarankan pemecahan yang tidak relevan dengan masalahnya.
- Mendiskusikan apa yang seharusnya dikerjakan pada masa yang silam dan
bukannya apa yang bisa dikerjakan saat ini.
Membicarakan keuntungan dan kerugian suatu pemecahan sebelum setiap orang
telah mendapat kesempatan untuk memberikan saran pemecahan.
- Memusatkan pada pemecahan-pemecahan yang telah di gunakan pada masa
sebelumnya tanpa suatu usaha menciptakan cara-cara pemecahan yang baru.
Peran pemimpin sebaiknya mendorong para anggota yang takut atau segan
untuk memberikan sumbangan-sumbangan ide serta membantu anggota
kelompok untuk menghindarkan kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan
pada tahap masalah ini.
Pemimpin seharusnya menghindarkan sikap yang menunjukkan kesukaan terhadap
pemecahan masalah anggota tertentu, dan seharusnya tidak mengusulkan jawaban
pemecahannya sendiri hingga anggota kelompok telah mengakhiri pemberian
saran pemecahannya. Jika tidak, pemimpin akan memberikan pengaruh yang
berlebihan dan akan membatasi rentang pemecahan yang dipertimbangkan.
Contoh penganalisaan suatu masalah :
Mengapa terjadi kekurangan dana rekreasi kepantai pasir putih? padahal waktu
keberangkatan yang di rencanakan sudah dekat. Apakah akibatnya jika dana yang
dibutuhkan tidak terkumpul sesuai dengan jadwal?
MENGHIMPUN ALTERNATIF PEMECAHAN
Kegiatan berikutnya ialah menghimpun atau mengumpulkan alternatif -alternati
pemecahan pemecahan, yaitu berbagai kemungkinan yang dapat dipilih untuk di
laksanakan sebagai jalan keluar dari masalah yang di hadapi.
Setiap alternatif harus dikaji faktor-faktor pendukung dan faktor penghambat yang
ada dalam setiap alternatif. Keuntungan apakah yang akan di peroleh apabila
alternatif tersebut menjadi filihan atau sebaliknya kerugian/ resiko apa yang akan
muncul apabila alternatif tersebut menjadi pilihan. Disamping itu juga harus
diperhitungkan kekuatan kemauan dan kemampuan untuk melaksanakannya untuk
menghindari munculnya masalah baru, dan masalah ini lebih sulit di pecahkan dari
pada masalah aslinya.
Cukup membantu pula memberikan sejumlah ramalan tentang kemungkinan
keberhasilannya dari setiap alternatif pemecahan yang di usulkan serta
mangadakan perbandingan mengenai keuntungan - keuntungan dan biayanya.
Pemimpin sebaiknya mendorong untuk menggunakan metode peramalan serta
analisis keuntungan secara kwantitatif bila tampak lebih di sukai penilaian –
penilaian yang subyektif.
Kesalahan – kesalan umum yang di lakukan kelompok selama menghimpun
berbagai alternatif pemecahan , meliputi :
- Kegagalan mencurahkan perhatian yang lebih memadai untuk meramalkan
berbagai akibat dari pemecahan suatu masalah.
- Mengalihkan ramalan tentang suatu akibat pemecahan serta perkiraan
kemungkinan kepada usaha mendukung suatu pemecahan yang “faforit”.
- Melakukan serangan lisan kepada anggota lain ketimbang membatasi
pembicaraan pada pemecahan masalah itu sendiri.
- Tergesa – gesa melakukan pilihan sebelum pemecahan itu di atasi dengan baik.
Disini pemimpin dapat memainkan peran pentingnya dalam membantu kelompok
untuk menghindari kesalahan-kesalahan di atas.
MEMILIH ALTERNATIF YANG PALING TEPAT/ PEMILIHAN JAWABAN
PEMECAHAN.
Setelah kita menghimpun beberapa alternatif pemecahan masalah di evaluasi
secara terpisah, kelompok seharusnya membandingkan diantara hasil evaluasi dan
berusaha memilih alternatif pemecahan yang terbaik. Terkadang pilihan akan di
tentukan lebih dahulu sebelum tahap menghimpun alternatif pemecahan, bila
kelihatanjelasbahwa suatu pemecahan lebih unggul dalam segala aspeknya.
Namun lebih banyak kasus dimana ditemukan beberapa pemecahan yang baik
serta masuk akal, tetapi masing-masing kejelasan jelas kebaikan dan
keburukannya.Ukuran alternati yang paling tepat dapat di lihat dari segi biaya,
waktu, sarana, kemampuan dalam melaksanakan. Dengan kata lain apakah
alternatif pemecahan yang di pilih dapat mempermudah tercapainya tujuan, dapat
mengurangi kerugian, dapat mengurangi konflik dengan orang lain, dapat
memberikan kepuasan, dapat atau mampu melaksanakannya dan sebagainya.
Prosedur pemilihan alternatif yang di ketahui yang terbaik dari kelompok adalah
“konsensus” dan “ketentuan mayoritas”. Bila keputusan di buat dengan ketentuan
mayoritas, biasanya yang terbesar adalah golongan mayoritas atau kualisi akan
memaksakan sesuatu keputusan sebelum pembicaraan mendapatkan waktu
memadai. Bila suatu kelompok di tuntut untuk mencapai konsensus, maka sedikit
kemungkinan mendapatkan keputusan yang terburu-buru atau memilih alternatif
yang sangat bertentangan. Dipihak lain mencapai konsensus mungkin memerlukan
waktu yang sangat panjang. Lebih dari itu keputusan konsensus mendorong kearah
pemecahan kompromi yang di rancang sesuai dengan pendapat setiap anggota,
dan jenis pemecahan ini kadang-kadang bukan kepentingan jangka panjang yang
terbaik dari kelompok.
Kesalahan umum yang di buat pada tahap pilihan ini adalah konsensus “palsu”. Bila
setiap anggota memperjuangkan secara gigih alternatif pemecahan dan anggota
lain diam dapat menunjukkan paham persetujuan. Untuk menghindarkan
konsensus palsu, setiap anggota sebaiknya di dorong kecendrungannya dan ikut
serta dalam pembuatan pemilihan kelompok. Kartu rahasia mungkin di perlukan
dallam beberapa kasus dimana para anggota kelompok enggan menyatakan
secara terbuka ketepatan pilihannya. Kasus dari kelompok yang sangat
terjalin,sangatlah sulit mendapatkan anggota yang tidak setuju dengan pendapat
mayoritas.
Biasanya menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok untuk menjalin bahwa
setiap orang berpartisifasi dan menentukan prosedur pemilihan yang sesuai.
Misalnya, pemimpin terlebih dahulu berusaha untuk mengawali pencapaian
konsensus. Bila hal ini tidak mungkin, lantas pemimpin dapat berusaha untuk
mengikuti keputusan mayoritas atau menyarankan bahwa kelompok sebaiknya
menghasilkan keputusan tambahan.
MELAKSANAKAN PILIHAN TINDAKAN DALAM BENTUK KEGIATAN TERENCANA.
Langkah terakhir dalam pembuatan keputusan adalah bagaimana keputusan itu
akan di tetapkan dalam suatu tindakan atau kegiatan terencana. Langkah-langkah
tindakan yang terinci serta metode monitoring dan evaluasi kemajuannya
seharusnya dikembangkan. Keputusan yang baik menjadi gagal hanya karena tidak
ada orang yang tidak mau memperhatikan bagaimana langkah ini di laksanakan.
Bila keputusan diambil oleh orang yang tidak terlibat dalam pembuatan keputusan,
maka orang tersebut tidak mungkin mengerti jawaban tertentu yang menjadi
pilihan. Akibatnya mungkin saja mereka menolak keputusan atau menolak
melaksanakan keputusan, atau juga mau melaksanakan keputusan tetapi tanpa
antusias yang nyata. Cara terbaik untuk menghindarkan jenis kegagalan ini ialah
menyertakan sejumlah atau semua personalia pelaksana untuk berfartisifasi dalam
pembuatan keputusan. Jika cara ini tidak mungkin, orang-orang yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaannya diberikan keterangan tentang apa yang telah di
bicarakan dalam setiap langkah dalam proses pembuatan keputusan serta alasanalasan
untuk samapai pada pilihan terakhir.
Pada akhirnya keputusan yang diambil akan dapat berfungsi memecahkan
masalah apabila dapat di laksanakan Oleh karena itu harus disusun rencana ke
giatan pelasanaknya. Keputusan yang diambil oleh perorangan untuk mengatasi
masalah perorangan tetap memerlukan rencana kegiatan pelaksanaannya, apalagi
keputusan yang di ambil oleh organisai untuk keperluan memecahkan masalah
organisasi yang pelaksanaannya melibatkan banyak orang, memerlukan
koordinasi, pengawasan,dan penggunaan biaya sangat perlu adanya rencana
kegiatan yang matang agar masalah dapat terpecahkan dan tidak muncul /
mengurangi munculnya masalah baru yang rumit.
Langganan:
Postingan (Atom)