Translate

Senin, 11 Maret 2013

Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
Sedangkan pengertian menurut ahli-ahli yang lain adalah sebagai berikut :
1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :
   Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
2. Menurut R. Terry :
   Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
   pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai
   sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
3. Menurut James A.F. Stoner :
   Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan sumberdaya organisasi
   lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan.
4. Menurut Lawrence A. Appley :
   Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.
5. Menurut Drs. Oey Liang Lee :
   Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan
   pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Teori Asal Usul Negara II

From : S. N. Dubey.
By : M. Tasar Karimuddin


Jika pada bab teori asal usul Negara pertama menerangkan bahwa dasar negara terjadi dari sifat ketuhanan dan kekuatan, maka pada bab kedua ini kita akan membahas teori asal usul negara dari segi pandangan yang berbeda yaitu negara tercipta dari teori perjanjian sosial ( social Contract ).

Sebagian besar orang terkenal yang menerangkan teori ini adalah Hobbes, Locke dan Rousseau. Thomas Hobbes ( 1588- 1679 ) seorang pria Inggris dia mengemukakan idenya dalam Leviathan, dimana diterbitkan pada tahun 1651. John Locke ( 1632- 1704 ) juga seorang Kelahiran Inggris dia mempersembahkan dua risalat pemerintahan ditahun 1690. Sedangkan Rousseau ( 1712- 78 ) mengembangkan teori perjanjian sosialnya yang terbit ditahun 1762.

Hal pokok dari teori perjanjian sosial adalah Negara terbentuk dari manusia dengan memakai teori ini. Memang telah ada masa dimana negara pada saat itu belum muncul terbentuk, dan juga tidak ada manusia yang menciptakan hukum. Manusia pada dasarnya mendiami suatu negara secara alami dan mengatur segala kelakuannya sesuai dengan lingkungan yang ada alias mengikuti hukum yang telah terbentuk oleh sifat alam.

Akan tetapi tidak ada seorangpun perantara dimasa itu maju untuk menyelenggarakan dan membentuk suatu hukum secara sifat dasar. Lazimnya manusia disuatu masa akan menghadapi beberapa permasalahan dalam sifat alami negara, dari situ pula mereka berpikir untuk menyelesaikan bahkan ada juga yang meninggalkannya, dari sinilah mereka bergabung dalam suatu persetujuan dan mulai menciptakan negara.

Teori yang dikemukakan oleh Hobbes, Locke dan Rousseau:
Bagaimana manusia bisa hidup dalam dasar negara? mengapa jelas mereka meninggalkannya? Siapakah yang terlibat ikut serta dalam pesta perjanjian? Apa yang menjadi istilah dari perjanjian? Negara apa yang muncul olehnya?, dari pertanyaan yang tersebut diatas akan dikupas dengan opini yang berbeda mereka seperti, Hobbes, Locke dan Rousseau, dimana letak perbedaan tersebut memiliki keseragaman dimana negara itu dibentuk oleh manusia dengan jalan perjanjian.

Sifat Dasar atau Sifat Alami Manusia:
Hobbes memulai analisanya dari sifat dasar manusia. Menurut Hobbes sifat dasar manusia itu terkesan egois, sifat keramahan, cinta, simpati kebaikan, semangat kerja sama dan berkorban tidaklah terdapat dalam unsur- unsur utama dari sifat dasar. Pada Dasarnya kelakuan manusia itu ditentukan oleh nafsu untuk mendapat kesenangan dan menjauhi kesakitan. Manusia maju beraktifitas tidak didasari oleh intelektual atau pertimbangan akal yang sehat, akan tetapi didasari oleh nafsu yang besar.

Sedangkan disisi lain Locke's menberikan pandangan yang berbeda dari Hobbes. Locke's tidak sependapat dengan pernyataan dimana pada dasarnya manusia itu egois. Dia percaya bahwa secara dasar manusia itu makhluk sosial, dan tentu saja memiliki dorongan untuk hidup bersama layaknya suami dan istri. Manusia itu cinta damai dan juga memiliki perasaan respek terhadap keadilan orang lain dan ini natural dalam setiap insan.

Menurut Rousseau, sifat dasar manusia itu tercipta atas dua elemen:
Naluri menjaga diri, dan simpati terhadap yang lain. Walaupun manusia memiliki sifat egois, namun tidak ada manusia yang sanggup melihat penderitaan orang lain. Rousseau tidak percaya bahkan tidak masuk akal kalau manusia memilki sifat dasar yang sama layaknya binatang. Basis umum dari keramahan tidaklah lahir dari suatu pertimbangan akal yang sehat akan tetapi didorong atau lahir dari perasaan yang halus ataupun naluri.

PEMBENTUKAN DASAR NEGARA


Pancasila sebagai dasar negara RI yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Nila yang terkandung pada Pancasila berupa nilai adat istiadat, kebudayaan dan religius. Nilai-nilai tersebut sudah melekat serta teramalkan sebagai pandangan hidup bangsa. Proses perumusan materi pancasila secara formal dilakukan pada sidang BPUPKI pertama,sidang panitia 9, dan sidang BPUPKI kedua. Pada akhirnya pancasila disahkan secara yuridis sebagai dasar filsafat negara. Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan. Dalam kenyataan secara objektif telah dimiliki sebelum negara Indonesia didirikan. Proses terbentuknya negara Indonesia melalui suatu sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu kemudian timbul kerajaan dan dasar-dasar kebangsaan.
Pada abad XX dipanggung politik internasional terjadilah pergolakan kebangkitan dunia timur, di Indonesia kebangkitan nasional(1908) dipelopori oleh dr.Wahidin Sudirohusodo dengan Budi Utomo. Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Oktober 1908 merupakan pelopor pergerakan nasional, setelah itu munculah Sarekat Dagang Islam(1909), kemudian diganti dengan Sarekat Islam(1911)di bawah H.O.S. Cokroaminoto, Indische Partij(1913),yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu: Douwes Deker, Ciptimangunkusumo, KI Hajar Dewantoro Pada tahun 1927 munculahPartai Nasional Indonesia yang dipelopori oleh Soekarno, Ciptomangunkusumo, Sartono, dan tokoh lainnya. Perjuangan kesatuan nasional kemudian diikuti dengan Sumpah Pemuda tanggal 20 Oktober 1928, yang isinya satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air Indonesia.
Fasis jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia. Pemerintah Jepang bersikap bermurah hati kepada bangsa Indonesia, yaitu menjanjikan Indonesia akan merdeka. Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang beliau memberikan hadiah kepada bangsa Indonesia yaitu kemerdekaan tanpa syarat. Untuk mendapatkan simpati dandukungan dari bangsa Indonesia maka dibentuklah suatu badan yang menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan PenyelidikUsaha Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritu Zyumbi Tioosakai yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, dan beranggotakan 60 orang yang berasal dari pulau Jawa,Sumatra, Maluku, Sulawesi danbeberapa orang peranakan Eropa, Cina dan Arab.

SIDANG BPUPKI PERTAMA
Sidang BPUPKI pertama terdapat usulan-usulan sebagai berikut: 
a) Mr. Muh.    Yamin             (29 Mei            1945)
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara sebagai berikut :I. Peri kebangsaan II.Peri kemanusian III. Peri Ketuhanan IV. Peri kerakyatan (permusyawaratan, peerwakilan, kebijaksanaan) V. Kesejahteraan rakyat (keadilan social). Selain usulantersebut pada akhir pidatonya Muh. Yamin menyerahkan naskah sebagai lampiran yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan Undang Undanmg Dasar RI
b) Prof. Dr. Supomo (31 Mei 1945)
Dalam pidatonya Prof. Dr. Supomo mengemukakan tepri-teori negara sebagai berikut: 1. Teori negara perseorangan(individualis) 2. Paham negara keras(class theory) 3. Paham negara integralistik. Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan hal-hal mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, keadilan rakyat.
c) Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Dalam hal ini Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang rumusanya yaitu: 1. Nasionalisme(kebangsaan Indonesia) 2. Internasionalisme (peri kemanusiaan) 3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesahteraan social 5. Ketuhanan yang Maha Esa. Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
SIDANG BPUPKI KEDUA (10 - 16 JULI 1945)
Dalam sidang ini dibentuk panitia kecil yang terdiri dari 9 orang dan popular disebut dengan “panitia sembilan” yang anggotanya adalah sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno            6.         Mr.      Soebarjo
2. Wachid Hasyim      7.         Kyai    Abdul Kahar Muzakir
3. Mr. Muh. Yami       8.         Abikoesmo      Tjokrosoejoso
4. Mr. Maramis            9.         Haji     Agus    Salim
5.Drs.Moh.Hatta
Panitia sembilan ini mengadakan pertemuan secara sempurna dan mencapai suatu hasil baik yaitu suatu persetujuan antara golongan islam dengan golongan kebangsaan. Adapun naskah preambule yang disusun oleh panitia sembilan tersebut pada bagian terakhir adalah sebagai berikut :
“…………maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu nwgara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sreta dengan mewujudkan suatu keadilan sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Dalam sidang BPUPKI kedua inipemakaian istilah hukum dasar diganti dengan istilah undang-undang dasar. Keputusan penting dalam rapat ini adalah tentang bentuk negara republik dan luas wilayah negara baru . tujuan anggota badan penyelidik adalah menghendaki Indonesia raya yang sesungguhnya yang mempersatukan seamua kepulauan Indonesia. Susunan Undang Undang Dasar yang diusulkan terdiri atas tiga bagian yaitu (a). pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan dimuka dunia atas Penjajahan Belanda, (b). Pembukaan yang didalamnya terkandung dasar negara Pancasila. (c). Pasal-pasal Undang Undang           Dasar.

Proklamasi Kemerdekaan dan siding PPKI
Kemenangan sekutu dalam perang dunia membawa hikmahbagi bangsa Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945 Jendral Terauci memberukan tiga cap kepada Ir. Soekarno yaitu
1.                  Soekarno diangkat sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan, Moh. Hatta sebagai Wakil Ketua, Radjiman sebagai anggota .
2. Panitia persiapan sudah mulai bekerja pada tanggal 9Agustus1945.
3. Cepat atau tidak pekerjaan panitia diserahkan sepenuhnya oleh panitia.

Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritu Zyunbi adalah sebagai berikut :

1. Ir. Soekarno                                    12.       Dr.       Mohammad     Amir
2. Drs. Moh. Hatta                              13.       Mr.      Abdul Abbas
3. dr. Radjiman Wediodiningrat         14.       Dr.       Ratulangi
4. Ki Bagus Hadikusumo                    15.       Andi    Pangerang
5. Oto iskandardinata                                     16.       Mr.      Latuharhary
6. Pangeran Purbojo                            17.       Mr.      Pudja
7. Pangeran Soerjohamodjojo             18.       A.H.Hamidan
8. Soetarjo Kartohamidjojo                 19.       R.P.Soeroso
9. Prof. Dr. Soepomo                          20.       Abdul Wachid            Hasyim
10. Abdul Kadir                                  21.      Mr.      Mohammad     Hasan
11. Drs. Yap Tjawn Bing
Panitia persiapan kemerdekaan menyelenggarakan Undang Undang Dasar Negara republik Indonesia dan memilih presiden dan wakil presiden yang pada hakekatnya sebagai komite nasional memiliki sifat representatif, sifat perwakilan seluruh rakyat Indonesia. Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia merupakan badan bentukan Jepang, setelah Jepang jatuh badan berubah menjadi badan nasional.
a)         Proklamasi       Kemerdekaan 17 Agustus      1945
Perbedaan pendapat antara golonga tua dan golongan muda membuat diamankannya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok, agar tidak dapat pengaru dari Jepang. Setelah diadakan prtemuan di Pejambon Jakarta pada tanggal 16Agustus 1945 diperoleh kepastian bahwa Proklamasi kemerdekaan akan tetap dilaksanakan di Jakarta, untuk mempersiapkan proklamasi tersebut Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda untuk merumuskan naskah proklamasi dan pada akhirnya konsep Soekarnoyang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik. Kemudian pada tanggal 17Agustus 1945di Pegangsaan timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at legi jam 10.00 WIB, Bung Karno dengan didampingi oleh Bung Hatta membacakan   naskah Proklamasi sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hai-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat – singkatnya.
Jakarta, 17       Agustus           1945
Atas     Nama   Bangsa Indonesia

Soekarno         Hatta

SIDANG PPKI
(1).       Sidang PPKI   pertama           (18       Agustus           1945)
Pada sidang pertama ini PPKI menghasilkan suatu kesepakatan tentang naskah pembukaan Undang Undang Dasar 194, memilih presiden dan wakil presiden pertama .
(2).       Sidang PPKI   kedua (19 Agustus     1945)
sidang PPKI yang kedua menentukan tentang daerah propinsi dengan pembagiandareah propinsi Jawa, Sumatra, Borneo, Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil. Dalam sidang tersebut dibentuk kementrian atau Departemen yang meliputi :
Departemen     Dalam Negeri             Departemen     Sosial
Departemen     Luar     Negeri             Departemen     Pertahanan
Departemen     Kehakiman      Departemen     Penerangan
Departemen     Kemakmuran   Departemen     Perhubungan
Departemen     Kesehatan       Departemen     Pekerjaan         Umum
Departemen     Keuangan        Departemen     Pendidikan     Kebudayaan


(3). Sidang ketiga (20 Agustus 1945)
Pada sidang ketiga PPKI dilakukan pembahasan terhadap agenda tentang Badan Penolong Korban Perang. Adapun keputusan yang dihasilkan adalah terdiri atas delapan pasal, salah satu dari delapan pasal tersebut yaitu : pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut Badan Keamanan Rakyat (BKR).
(4). Sidang keempat (22 Agustus1945)
Pada sidang keempat PPKI membahas agenda tentang Komite Nasional Partai Nasional Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.

Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata bangsa Indonesia masih menghadapi kekuatan sekutu yang berupaya untuk menanam kembali kekuasan Belanda di Indonesia. Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat :
(1). Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar biasa dari presiden sebelum waktunya (seharusnya belaku 6 bulan ). Kemudian memberikan kekuasaan MPR danDPR yang semula dipegang Presiden kepada KNIP
(2). Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang penbentukan partai politik yang sebanyk-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan pada saat itu bahwa salah satu cirri demokrasi adalah multi partai. Maklumat juga sebagai upaya agar dunia Barat menilai bahwa Negara Proklamasi sebagai negara Demokratis.
(3). Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat ninimengubah system Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer berdasarkan         asas     demokrasi        liberal.
Sebagai hasil Konfrensi Meja Bundar (KMB) maka ditanmdatangani suatu persetujuan (Mantelresolusi) oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemeritah RI di kota Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlakulah konstitusi RIS             antara lain :
a). Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federasi) yaitu 16 negara bagian      (pasal   1 dan   2).
b). Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas demokrasi liberal dimana manteri-menteri brtanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen.
c). Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan UUD ’45, Proklamasi Kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
Sebelum persetujuan KMB bangsa Indonesia sudah mempunyai kedaulatan, oleh karena itu prsetujuanitu bukanya penyerahan kedaulatan melainkanpemulihan kedaulatan atau pengakuan kedaulatan . Terbentuknya negara Republik Indonesia tahun 1950 berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan dengan Konstitusi sementara yang barlaku sejak 17 Agustus 1950. Walaupun UUDS 1950 merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD’45, kenyataanya masih beorientasi kepada pemerintah yang berasas demokrasi liberal . Hal ini disebabkan oleh            :
a). Sistem multi partai dan kabinet parlementer berakibat silih berganti kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 bulan. Hal berakibat tidak mempunyai pemerintah untuk menyusu program serta tidak tidak mampu menyalurkan dinamika m asyarakat ke arah pembangunan, bahkan menimbulkan, petentangan, gangguan keamanan serta penyelewengan dalam masyarakat.
b). Secara ideologis mukadimah konstitusi sementara 1950, tidak berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD’45 yang dikenal sebagai Declaration of Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan , namun bagaimanapun juga UUDS 1950 adalah suatu strategi kearah negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.
Pada pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dzpat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada politik, social ,ekonomi, dan hankam. Hal ini disebabkan oleh konstituante yang seharusnya membuat UUD negara RI ternyata membahas kembali dasar negara, maka presiden sebagai badan yang harus bertanggung jawab mengeluarkan dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli 1959, yang isinya :
I.          Membubarkan             Konstituante
II. Menetapkan kembali UUDS ’45 dan tidak berlakunya kembali UUDS ‘50
III. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di negara Republik Indonesia hingga sat ini. Dekrit adalah suatu putusan dari orang tertinggi(kepala negara atau orang lain) yang merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan bila negara dalam keadaan darurat, keselamatan bangsa dan negara terancam oleh bahaya. Landasan mukum dekrit adalah ‘Hukum Darurat’yang dibedakan atas dua macam yaitu :
Hukum Tatanegara Darurat Subjektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberi wewenang kepada orang tertinggi untuk mengambil tindakan-tindakan hukum.
Hukum Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberikan wewenang kepada organ tertinggi negara untuk mengambil tindakan-tindakan hukum, tetapi berlandaskan konstitusi yang berlaku.
Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959 keadaan tatanegara Indonesia mulai stabil, keadaan ini dimanfaatkan oleh kalangan komunis dengan menanamkan ideology belum selesai. Ideology pada saat itu dirancang oleh PKI dengan ideology Manipol Usdek serta konsep Nasakom. Puncak peristiwa pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk merebut kekuasaan yang sah negara RI, pemberontakan ini disertai dengan pembunuhan para Jendral yang tidak berdosa. Pemberontakan PKI tersebut berupaya untukmenggabti secara paksa ideology dan dasar filsafat negara Pancasila dengan ideology komunis Marxis. Atas dasar tersebut maka pada tanggal 1Oktober 1965 diperingati bangsa Indonesia sebagai ‘Hari    Kesaktian        Pancasila’.
Setelah meletusnya G 30 S PKI sampai saat ini disebut sebagai ‘Orde Baru’, yaitu suatu tatanan masyrakat dan pemerintahan yang menutut dilaksanakannya Pancasila dan UUD ’45 secara murni dan konsekuen. Muncilnya orde baru diawali dengan aksi-aksi dari sluruh masyarakat antara lain : Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia(KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia(KAMI), Kesatuan Aksi guru Indonesia(KAGI), dan lainnya. Aksi tersebut menuntut denga tiga tuntutan atau yang dikenal dengan ‘Tritura’, adapun isi tritura tersebut sebagai berikut :
1). Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
2). Pembersihan kabinet dari   unsure G 30 S PKI    
3). Penurunan  harga
Karena orde lama tidak mampu menguasai pimpinan negara, maka Panglima tertinggi memberikan kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto dalam bentuk suatu surat yang dikenal dengan ‘surat perintah 11 Maret 1966’(Super Semar). Tugas pemegang super semar yaitu untuk memulihkan keamanan dengan jalan menindak pengacau keamanan yang dilakukan oleh PKI. Orde Baru berangsur-angsur melaksanakan programnya dalam upaya merealisasikan pembangunan nasional sebagai perwujudan pelaksanaan Pancasila dan UUD’45 secara murni dan konsekuen.
KOMENTAR SAYA TENTANG USULAN PARA PENDIRI BANGSA TENTANG DASAR NEGARA :
a) Mr. Muh.    Yamin             (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara sebagai berikut :I. Peri kebangsaan II.Peri kemanusian III. Peri Ketuhanan IV. Peri kerakyatan (permusyawaratan, perwakilan, kebijaksanaan) V. Kesejahteraan rakyat (keadilan sosial). Selain usulan tersebut pada akhir pidatonya Muh. Yamin menyerahkan naskah sebagai lampiran yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan Undang Undang Dasar RI.
Komentar : Pada usulan Mr. Muh Yamin bahwa dasar Negara memang harus mengedepankan rakyatnya yaitu rakyat Indonesia. Selain itu juga beliau meletakkan peri kebangsaan pada nomor satu mungkin dengan tujuan supaya kita selalu ingat akan bangsa tercinta Indonesia ini, yang selanjutnya bahwa di dalam bangsa ini ada rakyat yang perlu diperhatikan kesejahteraannya. Juga sangat terinci pada akhir pidato melampirkan usulan sementara rumusan UUD RI. Kemudian beliau juga tidak lupa menerkaitkan bahwa kita semua tidak lepas dari kuasa Tuhan, maka didalamnya terdapat rumusan peri ketuhanan yang itu bias mengingatkan bahwa kesejahteraan, keadilan, musyawarah, kebijaksanaan harus selalu mengikuti aturan Tuhan Yang Maha Esa.

b) Prof. Dr. Supomo (31 Mei 1945)
Dalam pidatonya Prof. Dr. Supomo mengemukakan tepri-teori negara sebagai berikut: 1. Teori negara perseorangan (individualis) 2. Paham negara keras(class theory) 3. Paham negara integralistik. Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan hal-hal mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, keadilan rakyat.
Komentar : Dalam usulan Soepomo ini lebih singkat tetapi ketika dicari maknanya akan lebih luas. Karena bias saja satu kata ditafsirkan berbeda – beda oleh setiap orang. Misalnya saja kekeluargaan ini sangatlah dalam maknanya yang ini bias saja diartikan bahwa tidak ada yang namanya perbedaan suku, rasa tau apapun di Indonesia, yang namanya Indonesia itu tetap satu tumpah darah Indonesia, dll. Selanjutnya  Keseimbangan Lahir batin ini bias juga kita tidak boleh memenuhi kebutuhan lahir (duniawi) saja namun kita harus ingat ada yang menciptakan kita yaitu Tuhan yang batin kita dipenuhi dengan wisata rohani untuk investasi akhirat.

c) Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Dalam hal ini Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang rumusanya yaitu: 1. Nasionalisme(kebangsaan Indonesia) 2. Internasionalisme (peri kemanusiaan) 3. Mufakat atau Demokrasi 4. Kesahteraan social 5. Ketuhanan yang Maha Esa. Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Komentar : sebenarnya hamper semua usulan itu mengedepankan kesejahteraan rakyat. Ini menjadi harapan besar bagi para pendiri bangsa (founding father) setelah disahkan sebuah dasar Negara haruslah yang diutamakan adalah kesejahteraan rakyat terlebih dahulu. Bias dilihat dalam urutannya bahwa Soekarno sama seperti Muh. Yamin yang meletakkan peri kebangsaan pada awal supaya cinta akan bangsa ini muncul pada hati kita setelah itu ingat akan rakyat yang harus diayomi, dan memusyawarahkan terlebih dahulu dalam mengambil kebijakan untuk menuju Indonesia yang makmur dan sejahtera. Soekarno menaruh Ketuhanan Yang Maha Esa paling belakang, inilah jawaban yang belum pernah saya ketahui. Tetapi guru sejarah SMA saya dulu memberi jawaban meletakkan Ketuhanan Yang Maha Esa paling belakang karena kondisi bangsa ini ingat Tuhan pada saat susah saja, tidak tau apakah itu benar.

Komentar secara umum :
Pada umumnya semua usulan dari para pendiri Negara sangatlah mengutamakan kesejahteraan rakyat yang itu bias diwujudkan dengan cinta bangsa sendiri terlebih dahulu dan dimusyawarahkan baru dilaksanakan bersama. Maka pada piagam Jakarta yang itu hasil dari musyawarah mufakat yang benar – benar menjadi dasar Negara sangatlah adil untuk diambil. Pada sial pertama yang mulanya didikuti kalimat “…….menjalankan syariat Islam bagi pemeluk – pemeluknya” telah diambil kebijakan dernagn pemikiran bersama dengan pertimbangan bahwa bangsa Indonesia ada beragam kepercayaan maka diubah menjadi “ Ketuhanan Yang maha Esa “ . SELESAI

Pendorong Terbentuknya Negara yang Maju dan Kuat


Adam Guntara: Pendorong Terbentuknya Negara yang Maju dan Kuat

Umur suatu negara ternyata tidak menentukan tingkat kemajuan negara tersebut. Buktinya, India dan Mesir yang merupakan negara dengan peradaban yang telah lama hidup dan berkembang sejak 2000 tahun silam. Keadaan di sana sekarang masih ditemukan banyak orang miskin dengan fenomena keterbelakangan budaya.
Sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara juga tidak menjamin bahwa negara tersebut akan sejahtera. Contohnya, sejumlah negara di benua Afrika dan Amerika Latin memiliki kekayaan alam melimpah dalam wujud barang tambang dan hasil hutan, namun kondisinya amat memprihatinkan. Sebaliknya, Jepang yang merupakan negara miskin” dari segi sumber daya alamnya, karena sebagian besar daratannya hanya ditutupi pegunungan, sekarang telah berubah menjadi sebuah negara adidaya dari segi ekonomi. Bahkan, Jepang dijuluki “pabrik terapungdi Asia Timur yang membeli semua bahan baku dari luar negeri dan kemudian menjualnya dalam bentuk produk jadi ke hampir semua negara di dunia.
Aspek kecerdasan rasional dari penduduk suatu negara tidak pula menjamin negara tersebut akan tumbuh menjadi modern dan berteknologi canggih. Lihat saja, kurikulum pendidikan yang padat dan rumit di negara terbelakang seperti Indonesia tidak lebih baik dalam menghasilkan lulusan berkualitas dibanding negara maju yang hanya memiliki kurikulum pendidikan yang sederhana dan terarah.
Faktor warna kulit dan tempat asal dari penduduk dari suatu negara sudah pasti tidak menentukan kehebatan dari negara tersebut. Karena, para imigran yang dianggap pemalas di negara asalnya banyak yang berubah menjadi warga yang sukses menjalani hidupnya yang menyenangkan di negara barunya.
Dari semua fakta di atas, dapat disimpulkan ada faktor lain yang sejatinya mempengaruhi perbedaan antara negara maju dan terbelakang. Faktor tersebut tiada lain adalah prinsip dasar kehidupan (belief system) yang selalu melekat pada diri masing-masing warga negara tersebut. Faktor itu nyaris tak berubah, hanya kadang-kadang menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada.
Menurut sebuah penelititan, prinsip dasar kehidupan yang rata-rata berkembang di negara maju adalah pertama, mereka selalu menjadikan etika sebagai dasar dalam perilaku kehidupannya sehari-hari. Kedua, mereka memiliki tingkat kejujuran dan integritas yang tinggi dalam pergaulan sosial dengan lingkungannya. Ketiga, mereka memiliki rasa tanggung-jawab yang tinggi, baik pada dirinya pribadi, keluarga, dan lingkungan sekitarnya.
Selanjutnya, keempat, warga bangsa yang maju senantiasa menghormati aturan dan hukum yang ada di masyarakat, sehingga hak-hak orang lain pun tidak terabaikan dan tetap dihargai. Kelima, mereka cinta pada pekerjaan dan selalu berusaha keras untuk menabung dan berinvestasi. Hal ini disertai dengan sifat yang mau bekerja keras dan memiliki budaya tepat waktu.
Dari situ kita dapat membandingkan dengan kondisi kita di Indonesia yang masih berkembang, bukan karena kurang sumber daya alam dan manusia. Indonesia merupakan negara yang dijuluki “Zamrud Khatulistiwa” karena keindahannya membentang dari Sabang sampai Merauke dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Indonesia juga merupakan negara dengan penduduk melimpah lebih dari 220 juta jiwa.
Namun, harus kita akui, Indonesia dalam beberapa aspek masih terbelakang karena tidak adanya kemauan yang kuat dari warganya sendiri untuk mengoptimalkan segenap sumber daya yang dimilikinya, baik alam maupun manusianya. Prinsip kehidupan dan budaya yang diterapkan sebagian besar warga Indonesia belum mencerminkan sikap positif dan cocok dengan perkembangan zaman. Padahal, itu kunci menuju kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Penulis ingin menekankan, jika Indonesia ingin menjadi negara yang maju dan kuat, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah membenahi kembali sistem masyarakat yang ada pada kita. Bersihkan dari segala budaya negatif yang bermunculan, lalu mencoba untuk membangun kembali budaya-budaya positif yang membangkitkan spirit masyarakat. Penyempurnaan pemahaman terhadap agama yang dipeluk masyarakat mungkin dapat dijadikan salah satu solusi dalam mengatasi hal ini. Karena semua agama, terutama Islam, tidak mengajarkan fatalisme, namun mendorong perbaikan diri secara individual maupun kolektif.
*) Peserta PPSDMS Angkatan IV dari Regional 5 Bogor.

ETIKA PROFESI DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI

Pengertian Profesi dan Pelaksanaan

Profesi

Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksaan, dan penguasaan teknik intelektual yang merupakan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Adapun hal yang perlu diperhatikan oleh para pelaksana profesi.

1. Etika Profesi

Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek). Dengan kata lain orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan mudahnya disalahgunakan oleh seseorang seperti pada penyalahgunaan profesi seseorang dibidang komputer misalnya pada kasus kejahatan komputer yang berhasil mengcopy program komersial untuk diperjualbelikan lagi tanpa ijin dari hak pencipta atas program yang dikomesikan itu. Sehingga perlu pemahaman atas etika profesi dengan memahami kode etik profesi.

2. Kode Etik Profesi

Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana seseorang sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :
Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja (kalanggan social).
Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.

3. Penyalahgunaan Profesi

Dalam bidang computer sering terjadi penyalahgunaan profesi contohnya penjahat berdasi yaitu orang-orang yang menyalahgunakan profesinya dengan cara penipuan kartu kredit, cek, kejahatan dalam bidang komputer lainnya yang biasa disebut Cracker dan bukan Hacker, sebab Hacker adalah Membangun sedangkan Cracker Merusak. Hal ini terbukti bahwa Indonesia merupakan kejahatan komputer di dunia diurutan 2 setelah Ukraine. Maka dari itu banyak orang yang mempunyai profesi tetapi tidak tahu ataupun tidak sadar bahwa ada kode Etik tertentu dalam profesi yang mereka miliki, dan mereka tidak lagi bertujuan untuk menolong kepentingan masyarakat, tapi sebaliknya masyarakat merasa dirugikan oleh orang yang menyalahgunakan profesi.

4. Kesimpulan

Kesadaran itu penting dan lebih penting lagi kesadaran itu timbul dari Diri kita masing - masing yang sebentar lagi akan menjadi pelaksana profesi di bidang komputer disetiap tempat kita bekerja, dan selalu memahami dengan baik atas Etika Profesi yang membangun dan bukan untuk merugikan orang lain.

SOSIOLOGI HUKUMAN MATI*


Oleh
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H**


Optik sosiologis selalu melihat sesuatu tampil secara alami, tanpa
intervensi pendapat. Cara seperti ini lazim disebut sebagai empirik.
Sumbangan yang diberikan oleh optik yang demikian itu adalah dengan
memberikan penjelasan terhadap subyek yang diamati. Demikian pula pada
waktu dihadapkan kepada masalah pidana mati. Ia ingin melihat lebih dulu
bagaimana pidana mati itu muncul, mencari latar belakang dan sebabsebabnya,
sehingga diperoleh pemahaman sebaik -baiknya.

Hukuman mati sudah dikenal sejak ribuan tahun usia sejarah
peradaban manusia. Pemahaman sosiologis melihat sekalian hal, lembaga,
proses dalam masyarakat itu dalam konteks sosial tertentu. Demikian pula pada
waktu dihadapkan kepada masalah pidana mati. Membicarakan pidana mati
secara sosiologis dilakukanjuga dengan cara seperti itu. Masalah pidana mati
adalah pidana mati dalam konteks sosial tertentu dan tidak pernah diluarkonteks.


Pembicaraan mengenai hukuman mati dewasa ini tidak dapat dilakukan seperti
waktu kita membicarakannya sekian ribu tahun yang lalu. Ia kita bicarakan
"hie et nunc", "sekarang dan disini". Perubahan dan perkembangan masyarakat
dunia membawa kita kepada masalah "pidana mati dalam konteks dunia abad
ke-21".

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim


2


Jauh di waktu lampau, segalanya tampak sederhana, seperti rumus
"nyawa dibalas nyawa". Dalam konteks sosial seperti itu, hukuman mati tidak
banyak dipermasalahkan. Tetapi sekarang keadaan tidak lagi dapat difahami
dengan cara yang sederhana seperti itu. Perkembangan peradaban membawa
kita kepada peradaban yang sangat rentan (delicate), khususnya pada waktu
membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan manusia. Banyak ajaran,
doktrin, lembaga, diciptakan untuk menjaga kemuliaan manusia.

Dalam sejarah, berapa banyak sudah orang-orang dijatuhi pidana
mati, digantung, dipancung, ditebas oleh guilotine, ditembak dan disuntik.
Orangorang terkenal tidak terkecuali dari eksekusi, mulai Raja Louis XVI,
permaisuri Marie Antoinette, Robespierre, Kaisar Rusia Nicholas, sampai ke
Herman Goring serta sejumlah petinggi Nazi Jerman di akhir Perang Dunia
Ke-dua dan yang paling akhir Saddam Hoesein.

Kumandang hukuman mati itupun tidak kunjung padam sampai hari
ini. Demi memberantas korupsi di negerinya, seorang pemimpin Cina tidak
segansegan memesan seratus peti mati buat para koruptor, termasuk satu buat
sang pemimpin apabila melakukan kejahatan itu.

Zaman berputar dan sejarah memasuki era peradaban bam.
Peradaban manusia semakin kaya dengan berbagai pertimbangan, pemikiran
dan kehadiran lembaga-Iembaga yang ingin memuliakan nyawa manusia. Ada
hak asasi manusia, ada konvensi-konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tentang larangan perlakuan terhadap rrianusia secara kasar dan merendahkan
martabat ("cruel and degrading punishment") dan lain-lain lagi.

Sebagian bangsa-bangsa di dunia menerapkan ancaman pidana mati
dan sebagian lagi sudah menghapuskannya. Bahkan dalam satu negara federal,

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim


3


negara-negara bagiannya juga menerapkan politik pernidanaan yang
berbedabeda. Muncul gerakan-gerakan abolisi atau penghapusan pidana mati.
Konvensi HakAsasi Manusia PBB di Wina, tahun 1993, juga masih tetap
menghormati kedau1atan hukum negara-negara di dunia ini untuk menentukan
politik hukum yang ingin ditempuhnya. Sekali suatu negara menentukan
hukumnya, termasuk politik terhadap pidana mati, maka dunia hams
menghormati hukum negara tersebut.

Resolusi PBB tahun 1996/15 juga masih bersikap toleran terhadap
negara-negara yang masih memuat ancaman hukuman mati dalam hukum
positifnya. Badan dunia itu hanya berpesan, "to effectively apply the
safeguards guaranteeing protection of the rights of those .... " dan "to ensure
that each defendant facing a possible death sentence is given all guarantees to
ensure a fair trial ... ".

Kata "pembalasan" akan dijumpai dalam semua kamus di dunia dan
kehadirannya tidak dapat dihapus, karena hanya akan menipu kita dengan
mengatakan, bahwa perilaku yang namanya pembalasan itu tidak ada.
Pembalasan dan melakukan pembalasan itu ada secara nyata dalam masyarakat
clan merupakan satu dati sekian banyak watak dan perilaku manusia. Kita juga
dapat mengatakan, bahwa pembalasan itu merupakan perilaku alami manusia
dalam interaksinya dengan anggota masyarakat lain. Khasanah bahasa dan
kultur juga menyediakan ungkapan untuk itu, seperti bahasa Belanda "oog om
oog', "tand om tand”'. Orang Jawa akan mengatakan, "utang nyawa dibayar
nyawa". Di Sulawesi Selatan ada siri ' di Madura ada carok dan seterusnya.
Hal-hal tersebut semakin "mengukuhkan" semaeam hak seseorang atau
kelompok untuk melakukan pembalasan.

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim


4


Pembalasan dan melakukan pembalasan tampil, baik seeara
individual maupun kolektif atau sosial. Kita sekarang sudah sampai kepada
titik perjalanan peradaban, dimana manusia mengendalikan naluri pembalasan
tersebut. Peradaban manusia berusaha untuk mengendalikan dan menjinakkan
tabiat tersebut dengan berbagai cara.

Hukum, pengadilan, penjara, merupakan lembaga publik yang
disediakan untuk menyalurkan dan mengendalikan naluri untuk melakukan
pembalasan tersebut. Sekalian perilaku balas-membalas didorong masuk ke
dalam koridor hukum dengan harapan dapat dilakukan dengan lebih lunak dan
beradab.

Pembalasan yang menghasilkan kematian itu dapat dilakukan seeara
telanjang (brute force) maupun terkendali melalui proses hukum.
Bagaimanapun, melalui proses hukum atau tidak, keduanya tetap
menghasilkan kematian seseorang. Hanya saja, dengan melalui koridor hukum,
mulai dari legislasi sampai ke peradilan, manusia dapat dengan lega
mengatakan, bahwa segala sesuatunya telah dilakukan dengan beradab, halus,
terkendali, tidak membabi-buta.

"Main hakim sendiri", "eigenrichting", adalah tindakan yang,
menurut ajaran hukum yang sudah menjadi semakin humane itu, tidak boleh
dilakukan. Sekalipun akhimya seseorang itu dihukum mati, tetapi kalau itu
dilakukan oleh pengadilan dan tidak melalui "street justice", itu diperbolehkan.
Dilihat secara sosiologis, maka hukum itu temyata menyimpan kemunafikan.
Statistik kematian karena pembalasan tidak berubah, yang berubah hanya earaeara
menghasilkan kematian tersebut.

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim


5


Indonesia masih meneantumkan aneaman hukuman mati sebagai
salah satu bentuk ancaman hukuman dalam hukum positifuya. Oleh sebab itu
maka hukuman mati merupakan satu bentuk hukuman yang seeara
perundangundangan masih sah dilakukan di negeri ini.

Hukuman mati berbicara mengenai suatu cara penghukuman yang
mengakibatkan matinya seseorang. Maka disini persoalan kematian menjadi
sentral. Pertama, kematian lazim diterima sebagai suatu peristiwa fisiko
Bagaimana cara menjalankan hukuman itu dan kapan terpidana itu dinyatakan
telah mati, semua ditentukan oleh batasan kematian fisiko Biasanya seorang
dokter hadir pada saat pelaksanaan hukuman mati tersebut dan ialah ahli yang
menentukan, bahwa terpidana mati akhimya sudahmeninggal. Bentuk
hukuman mati sebagai pidana fisik itulah yang sudah terpatri dalam pikiran
orang, manakala berbicara tentang hukuman mati.

Apabila kita menggunakan optik sosiologis, maka kita akan tergoda
untuk mempertanyakan kemungkinan-kemungkinan adanya kematian
yangtidak hanya fisik, melainkanjuga sosial. Dari optik sosiologis, seseorang
dapat disebut masih hidup secara fisik, tetapi sekaligus mengalami kematian
sosial. Hal itu teIjadi apabila seseorang berada dalam kondisi sosial sedemikian
rupa, sehingga kebebasannya lUltuk melakukan aktivitas sosial dirampas
habis.

Dihadapkan kepada kematian sosial tersebut, kita juga tergoda untuk
bertanya,"adakah bentuk pidana mati sosial ?" Adakah bentuk pidana lain yang
"setara" dengan pidana mati secara fisik itu ? Seorang yang dijatuhi hukuman
dua kali seumur hidup tanpa kemungkinan keringanan atau parole memang
bukan dipidana mati secara fisik, sebab orang itu memang secara fisik masih
hidup. Belum lagi orang yang dibuangke Siberia tanpa tiket untuk kembali.

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim


6


Sekalian orang yang dijatuhi pidana demikian itu, kendatipun secara fisik
masih hidup, tetapi mungkin penderitaan yang dialaminya adalah lebih berat
dan panjang, terutama dari segi penderitaan sosial. Terpidana ini terisolasi dari
mtinitas kehidupan sosialnya dan itu sungguh suatu pukulan yang sangat berat,
belurn lagi dipisahkan dati keluarga dekatnya selama ini. Saya tidak tahu,
apakah pidana kematian sosial seperti itu lebih ringan daripada dipidana mati
secara fisik.

Dalam hukum sudah lama dikenal istilah "kematian perdata"
(burgerlike dood). Konon kematian seperti itu pemah menimpa sejumlah orang
pada masa pemerintahan otoriter yang lalu. Karena dianggap membahayakan
penguasa maka, tanpa melalui proses peradilan, mereka dimatikan secara
perdata. Orang yang terkena kematian perdata itu masih hidup dengan segar
bugar, tetapi jaringan kehidupan sosialnya banyak yang dimatikan, misalnya ia
tidak dapat lagi melakukan usaha bisnisnya seperti biasa dan demikian juga
dengan pembatasan terhadap berbagai aktivitas sosialnya.

Apakah penjatuhan hukuman mati melalui peradilan menjamin
kebersihan dalam menjatuhkan pidana itu ? Jawaban dari optik sosiologis
adalah, tidak juga. Kalau dikatakan, bahwa melalui perundang-undangan
segalanya sudah diselesaikan dan dikendalikan, maka itu adalah barn sebagian
dari potret sesungguhnya. Potret penerapan perundang-undangan di
masyarakat tidak hitam-putih, melainkan berwama-wami, tergantung dari
politik penegakan hukum dan ideologi di belakangnya. Tidak hanya itu,
melainkan juga ditentukan oleh sosiologi penegakan hukum yang dilakukan
oleh para aparat penegak hukum. Kita misalnya berbicara mengenai sosiologi
penahanan (the sociology of arrest). Dalam kepustakaan sosiologi hukum
dikenali banyak faktor yang mengintervensi tindakan (course of action) yang

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim


7


dilakukan oleh polisi. Bagi polisi, penahanan merupakan suatu putusan, bukan
hal yang bersifat masinal. Dalam putusan itu terkandung pilihan-pilihan, dapat
ya dan dapat tidak.

Statistik pidana mati diAmerika Serikat memberi tabu kepada kita,
bahwa penggunaan pidana mati itu tidak beIjalan secara linier dan matematis,
melainkan penuh dengan intervensi ideologis. Penelitian sosiolog hukum
Donald Black1 ingin mengatakan kepada kita, bahwa penegakan hukum di
Amerika Serikat didasari oleh ideologi keunggulan ras putih. Apabila terjadi
pembunuhan oleh warga kulit putih terhadap kulit hitam, maka risiko
dijatuhkannya pidana mati mendekati nol. Di Ohio, selama kurun waktu 5
tahun tertentu, 47 orang kulit putih yang membunuh kulit hitam, tidak ada
yang dijatuhi pidana mati; di Georgia hanya dua dari 71; di Florida dari 80
tidak ada yang dijatuhi hukuman mati dan di Texas tidak ada seorangpun dari
142 orang kulit putih yang membunuh kulit hitam dijatuhi hukuman mati.

Bagi orang yang sudah dijatuhi pidana mati dan eksekusi sudah
dilaksanakan, tidak ada sesuatu apapun yang dapat diperbaiki, apabila temyata
di belakang hari terjadi kekeliruan. Orang bersangkutan tetap mati, sekalipun
temyata bukan dia yang melakukan perbuatan yang didakwakan. Ia tak dapat
lagi dihidupkan, kendatipun nama baiknya dapat dipulihkan. Inilah yang
mengganggu kita pada waktu mendiskusikan masalah penerapan pidana mati.

Orang yang dibuang ke Siberia masih dapat dipulangkan ke
rumahnya, apabila temyata terdapat kekeliruan dalarn memutus. Tetapi itu
tidak berlaku bagi orang yang sudah terlanjur mati dieksekusi. Sengkon dan
Karta masih hidup di penjara, waktu ada seorang yang kemudian mengaku
me1akukan pembunuhan yang didakwakan kepada kedua orang tersebut.
1 Donald Black, Sociological Justice, N.Y. : Oxford University Press, 1998

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim


8


Penghukuman terhadap Sengkon dan Karta tidak dilakukan olehmassa yang
marah, melainkan melalui proses peradilan biasa, yang mengikuti sekalian
persyaratan yang dibutuhkan, sebelum menjatuhkan hukuman. Sebagaimana
diuraikan di muka, penghukuman mati merupakan cara untuk menyalurkan
keguncangan emosi para pihak yang dekat dengan korban kejahatan. Hukum
adalah salah satu eara untuk melakukan pembalasan (retaliation) terhadap
pelaku kejahatan, atau penyaluran naluri melakukan pembalasan yang ada pada
manusia.

Penelitian mahasiswa pada program doktor hukum Universitas
Diponegoro, menunjukkan pentingnya para penegak hukum menjalankan
tugasnya dengan jujur dan beramanah. Cara menjalankan tugas seperti ini akan
mencegah rakyat untuk melakukan pembalasan sendiri. Tetapi, seperti
penelitian di berbagai wilayah di Sulawesi Selatan, rakyat sulit ditahan untuk
tidak melakukan pembalasan dengan bertindak sendiri (selfhelp), apabila
perbuatan para penjahat telah begitu merajalela, sedang para penegak hukum
kurang mampu bertindak. Kepercayaan rakyat yang sudah menjadi tipis
memaksa mereka untuk melakukan pembalasan sendiri terhadap para penjahat.

Indonesia merupakan bangsa yang sangat majemuk. Banyak
faktoryang menyumbang kepada kemajemukan tersebut, salah satunya adalah
keragaman etnis yang cukup tinggi. Keragaman tersebut juga membawa
kemajemukan nilai-nilai serta tradisi. Kita bukan bangsa yang monolitik,
padahal pada saat yang sama kita menjadi satu bangsa, yaitu nasion Indonesia.
ltu berarti, bahwa pada waktu yang sarna, di atas basis kemajemukan itu kita
dituntut untuk membuat satu putusan.

Kemajemukan atau keragaman juga merambah ke ranah pendidikan
dan kemajuan. Saya tidak tahu bagaimana peta situasinya secara kuantitatif,

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim


9


tetapi diperkirakan wilayah yang sudah bersifat urban jauh lebih kecil daripada
yang bersifat pedesaan atau rural. Penduduk di wilayah perkotaan memperoleh
kelebihan untuk menggunakan teknologi informasi dunia mutakhir, termasuk
konsep-konsep modem di bidang sosial, politik dan hukum. Dengan demikian
mereka juga akan memperoleh informasi jauh lebih banyak dan lebih mutakhir
daripada bangsa Indonesia yang tinggal di wilayah pedesaan. Saya kira
keadaan tersebut berpengaruh besar terhadap pandangan tentang pidana mati.

Demikian ulasan terhadap masalah pidana mati dari optik sosiologi
hukum. la tidak ingin mengintervensi permasalahan, melainkan hanya
melakukan pengamatan (observe), mendeskripsikannya. Sosiologi hukum
bukan suatu ilmu yang menghukumi sesuatu (normerende wetenschap).
Berdasarkan hal-hal yang dapat diamati tersebut sosiologi hukum berusaha
untuk mencari dan membuat penjelasannya. Ia merupakan ilmu yang
menjelaskan (verklarende wetenschap). Dengan situasi yang demikian itu,
maka ia menyediakan bahan bagi pembuat hukum pada waktu akan
memutuskan tentang pidana mati itu. Para pengambiI putusan boleh
mengambilnya atau tidak sebagai bahan untuk menentukan apa yang akan
dilakukan oleh hukum Indonesia mengenai pidana mati itu.

* Sumber dari Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No. 4, Desember 2007 :36-42.
Direktoral Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM
RI, Jakarta
**Anggota Komnas HAM, 1993-2001 ; Anggota Tim Gabungan Pemberantasan
Korupsi Tindak Pidana Korupsi, 2000-2001 ; Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia.

JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim



KONSEP RISIKO

Risiko adalah ketidakpastian tentang kejadian di masa depan. Beberapa definisi tentang risiko, sebagai berikut:
1.    Risk is the change of loss, risiko diartikan sebagai kemungkinan akan terjadinya kerugian,
2.    Risk is the possibility of loss, risiko adalah kemungkinan kerugian,
3.    Risk is Uncertainty, risiko adalah ketidakpastian,
4.    Risk is the dispersion of actual from expected result, risiko merupakan penye-baran hasil actual dari hasil yang diharapkan,
5.    Risk is the probability of any outcome different from the one expected, risiko adalah probabilitas atas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan.
Dari beberapa definisi diatas, maka risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut “kondisi yang tidak pasti” itu timbul karena berbagai sebab, antara lain; jarak waktu dimulai perencanaan, keterbatasan informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan pengambil keputusan dan sebagainya.
Konsep lain yang berkaitan dengan risiko adalah Peril, yaitu suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya suatu kerugian, dan Hazard, yaitu keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu peril.
Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
1.    Physical Hazard, suatu kondisi yang bersumber pada karakteristik secara fisik dari obyek yang dapat memperbesar terjadinya kerugian.
2.    Moral Hazard, suatu kondisi yang bersumber dari orang yang berkaitan dengan sikap mental, pandangan hidup dan kebiasaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril.
3.    Morale Hazard, suatu kondisi dari orang yang merasa sudah memperoleh jaminan dan menimbulkan kecerobohan sehingga memungkinkan timbulnya peril.
4.    Legal Hazard, suatu kondisi pengabaian atas peraturan atau perundang-undangan yang bertujuan melindungi masyarakat sehinga memperbesar ter-jadinya peril.
Kejadian sesungguhnya terkadang menyimpang dari perkiraan. Artinya ada kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan maupun merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka dikatakan risiko itu bersifat spekulatif. Sebaliknya, lawan dari risiko spekulatif adalah risiko murni, yaitu hanya ada kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan keuntungan. Manajer risiko utamanya menangani risiko murni dan tidak menangani risiko spekulatif kecuali jika adanya risiko spekulatif memaksanya untuk menghadapi risiko murni tersebut.
Menentukan sumber risiko adalah penting karena mempengaruhi cara penanganannya. Sumber risiko dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi.
Biaya-biaya yang ditimbulkan karena menanggung risiko atau ketidak-pastian dapat dibagi sebagai berikut:
1.    Biaya-biaya dari kerugian yang tidak diharapkan.
2.    Biaya-biaya dari ketidakpastian itu sendiri.
MENGIDENTIFIKASI RISIKO
Pengidentifikasian risiko merupakan proses analisa untuk menemukan secara sistematis dan berkesinambungan atas risiko (kerugian yang potensial) yang dihadapi perusahaan. Karenanya diperlukan checklist untuk pendekatan yang sistematik dalam menentukan kerugian potensial. Salah satu alternatif sistem pengklasifikasian kerugian dalam suatu checklist adalah; kerugian hak milik ( property losses), kewajiban mengganti kerugian orang lain ( liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses). Checklist yang dibangun sebelumnya untuk menemukan risiko dan menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh sesuatu perusahaan.
Perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan dinamis, maka diperlukan metode yang lebih sistematis untuk mengeksplorasi semua segi. Metode yang dianjurkan adalah;
1.    Questioner analisis risiko (risk analysis questionnaire).
2.    Metode laporan Keuangan (financial statement method).
3.    Metode peta-aliran (flow-chart).
4.    Inspeksi langsung pada objek.
5.    Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan.
6.    Catatan statistik dari kerugian masa lalu.
7.    Analisis lingkungan.
Dengan mengamati langsung jalannya operasi, bekerjanya mesin, peralatan, lingkungan kerja, kebiasaan pegawai dan seterusnya, manajer risiko dapat mempelajari kemungkinan tentang hazard. Untuk itu keberhasilannya dalam mengidentifikasi risiko tergantung pada kerjasama yang erat dengan bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan.
Manajer risiko dapat menggunakan tenaga pihak luar untuk proses meng-identifikasikan risiko, yaitu agen asuransi, broker, atau konsultan manajemen risiko. Hal ini tentunya punya kelemahan, dimana mereka membatasi proses hanya pada risiko yang diasuransikan saja. Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen untuk menentukan metode atau kombinasi metode yang cocok dengan situasi yang dihadapi.



UUD 45 (Asli) Tolak Demokrasi Liberal

KOMPAS
Selasa, 18 Juli 2006


AMIN ARYOSO

Wacana tentang ditegakkannya lagi UUD 1945 kini bagai gayung bersambut, setelah
beberapa ormas memperingati HUT ke-47 Dekrit Presiden Soekarno kembali ke UUD
1945 di Pelataran Tugu Proklamasi dan di Perpustakaan Nasional, 5 Juli 2006.

Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Jusuf Kalla, Gubernur
Lemhannas Muladi, Ketua DPR Agung Laksono, dan Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud
bereaksi dengan opininya, Adnan Buyung Nasution "nimbrung"dengan artikel
Kembali ke UUD 45, Antidemokrasi (Kompas, 7/7).

Meski tidak secara spesifik menuduh tokoh yang ingin ditegakkannya UUD 1945
sebagai "antidemokrasi", judul tulisan Buyung pada dasarnya menjurus ke sana.

Manipulasi hukum

Pertama, kami tidak menyatakan kembali ke UUD 1945. Keputusan MPR 1999-2004
secara prosedural tidak membatalkan Dekrit 5 Juli 1959, dan menurut ketentuan
hukum, UUD 1945 masih berlaku. Sedangkan UUD 1945 yang diamandemen empat kali
diberlakukan secara politis, padahal perubahannya menyimpang dari tata tertib
yang ditetapkan MPR, apalagi tidak dicantumkan dalam Lembaran Negara.

Kedua, UUD 1945 amandemen, oleh MPR dinamakan UUD Negara Republik Indonesia
1945. Istilah itu sama sekali tidak dikenal karena namanya tidak sesuai Dekrit
Presiden dan telah diberlakukan MPRS melalui TAP MPRS No X/MPRS/1966 dan No
XX/MPRS/1966. Lalu MPR dalam Pasal 115 TAP MPR No I/ MPR/1978 menyatakan MPR
tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan atas UUD 1945. Melalui TAP
No III/MPR/ 2000 tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan, MPR menyatakan, UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis
negara RI.

Dengan nama itu, MPR melakukan manipulasi hukum yang merupakan hasil konspirasi
asing bekerja sama dengan eksponen tertentu di dalam negeri. Sebenarnya UUD
1945 amandemen lebih tepat disebut UUD 2002.

Ketiga, persoalan utama yang ingin dikemukakan bukan untuk mendekritkan kembali
UUD 1945 (asli), tetapi menegakkan konstitusi karena dilakukan empat kali
perubahan, dibuat melalui prosedur yang salah, karena itu batal demi hukum.

Dari segi substansi, "UUD 2002"bermuatan gagasan neoliberalisme yang terbukti
menghancurkan tatanan sosial politik dan sosial ekonomi sejumlah negara
berkembang, terutama Indonesia. Selain itu dengan amandemen, Indonesia tidak
memiliki lagi GBHN sehingga arah dan konsep pembangunan tidak jelas. Karena itu
kami mendukung pendapat Rektor UGM Prof Dr Sofian Effendi yang menyebut,
andaikata Presiden SBY mau mendekrit, yang didekritkan bukan kembali ke UUD
1945 (asli), tetapi membatalkan "UUD 2002"atau melalui referendum, sebab MPR
sekarang bukan lagi referensi rakyat karena statusnya tidak Lembaga Tertinggi
Negara.

Keempat, demokrasi Indonesia berdasar UUD 1945 (asli) bertentangan dengan
demokrasi liberal karena demokrasi Indonesia menganut sosio demokrasi, yaitu
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi sehingga para penganut UUD 1945 (asli)
tidak benar jika disebut antidemokrasi. Para pendukung UUD 1945 (asli) jelas
antidemokrasi liberal.

Kelima, seperti dikatakan Prof Mr Soepomo, demokrasi Indonesia berbeda dengan
demokrasi Barat. Bagi bangsa Indonesia, individu tak lepas dari masyarakat.
Maka hak dan kewajiban yang dimiliki terkait fungsi di masyarakat. Berarti
bertentangan dengan individualisme Demokrasi Barat, yang tidak mengenal asas
kekeluargaan dan gotong royong demi keadilan sosial.

Bukan lagi sementara

Keenam, lebih dari itu, empat perubahan UUD 1945 bertentangan dengan Pembukaan,
Batang Tubuh UUD 1945 (asli), selanjutnya dengan menghapuskan Penjelasan
sehingga benar-benar merupakan penerapan neoliberalisme. Artinya, "UUD 2002"
menghapus peran golongan fungsional dan utusan daerah dalam MPR, padahal
golongan fungsional merupakan 90 persen rakyat Indonesia (petani, buruh,
nelayan, guru, pemuda, agamawan, TNI/Polri, cendekiawan, wartawan, dan
lainnya). Apalagi dalam pengambilan keputusan, demokrasi Indonesia menekankan
musyawarah dan mufakat untuk mencapai keadilan sosial, sedangkan demokrasi
Barat selalu berpegang pada voting, di mana pemilik modal dengan mudah
mengalahkan rakyat kecil (the winners get all, the loosers get nothing). Hal
seperti itu jelas menimbulkan kemiskinan struktural.

Ketujuh, UUD 1945 (asli) adalah UUD sementara dan dapat diubah seperti
dikatakan Bung Karno, 18 Agustus 1945. Namun, Bung Karno menginginkan perubahan
melalui suara rakyat/pemilu. Bung Karno menginginkan pemilu bukan hanya untuk
memilih anggota parlemen, tapi juga anggota konstituante yang bertugas
menetapkan UUD. Kenyataannya Konstituante gagal menetapkan UUD sehingga untuk
mencegah kemungkinan perpecahan antarbangsa, atas nama rakyat Indonesia,
Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang mendekritkan kembali ke UUD 1945,
sekaligus dibuat Keppres No 150/1959 dan dicantumkan dalam Lembaran Negara No
75/1959. Maka UUD 1945 tidak lagi berstatus sementara.

Jika Dekrit 5 Juli 1959 disebut "permainan"sisa-sisa militer pendukung
Soekarno, pantas juga ada pertanyaan, bagaimana dengan amandemen UUD 1945
(asli) yang tergambar demi kepentingan asing?

Kedelapan, hal itu membuktikan Bung Karno amat demokratis dan tidak otoriter
sebagaimana dituduhkan pihak asing dan pihak-pihak tertentu di dalam negeri.

Kesembilan, kembali ke UUD 1945 (asli) tentu tak dapat dikatakan setback karena
sejarah UUD 1945 (asli) ditetapkan 1945 (abad ke-20), sedangkan demokrasi Barat
bersumber paham liberalisme. Artinya, dibanding dengan konstitusi negara mana
pun di dunia, menurut ahli hukum tata negara Prof Dr ASS Tambunan SH, UUD 1945
(asli) adalah paling modern.

Kesepuluh, khusus mengenai hak-hak asasi manusia (HAM) sudah dicantumkan dalam
Pembukaan UUD 1945 (asli), tercermin dengan kalimat, "Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan", yang dijabarkan rinci Pasal 27 dan 33, diperkuat sila kedua
Pancasila sebagai dasar negara. Sementara "UUD 2002"mengutip Deklarasi HAM PBB
yang dikeluarkan tahun 1948, berarti UUD 1945 (asli) sudah mendahului
menetapkan HAM pada tahun 1945.

H Amin Aryoso
Mantan Ketua Komisi II DPR 1999-2002 yang saat sidang MPR menentang amandemen;
Aktivis Yayasan Kepada Bangsaku; Alumnus GMNI


Golongan Teori Asal- usul Negara

BY: S. N. Dubey.

Golongan teori asal- usul negara adalah teori kekuatan yang berlainan. Karl marx dan Friedrich Engels, adalah orang yang mengemukakan teori ini. Sedangkan para pemikir Anarkis yang mendukung teori ini adalah, Petter Kropotkin dan Micheal Bakunin. Berikut pokok dari teori ini:

Dasar negara tidaklah lahir dari teori ketuhanan ataupun terbentuk dari teori perjanjian yang medium. Marx dan Engels mengatakan, bagaimanapun negara itu tidaklah hidup dimasa awalnya manusia ada. Menurut mereka, negara itu terbentuk dari hasil perkembangan masyarakat.

Mark dan Engels merujuk pada kondisi mula dimana masyarakat hidup dalam sistem primitip komunal. Dimasa ini hasil penyesuaian alat dan bahan- bahan lainnya terkesan simple ( sederhana ). Barang yang dipakai merupakan produksi masyarakat itu sendiri, dan rakyatpun bekerja secara gotong royong.

Alat- alat batu, busur, anak panah yang dahulunya terkesan dipakai untuk berburu, Mengumpulkan buah- buahan dari hutan, menangkap ikan , membangun tempat tinggal merupakan tradisi dimasa itu. Jaman primitip komunal ini masyarakat hidup dengan kerja sama, jika tidak maka mereka akan mati kelaparan ataupun tewas dimangsa binatang buas.

Pekerjaan yang dilakukan bersama tersebut memimpin mereka untuk adil, layaknya buah-buahan yang dipetik, binatang buruan dan lainnya, selalu dinikmati bersama. Disini terbukti konsep dari hidup sendiri dan memiliki suatu benda pribadi tidaklah hidup dimasa itu. Disana tidak ada esploitasi, golongan, negara, dan hidup dalam keterpaksaan. Dimasa ini masyarakat tidak bernegara.

Masyarakat primitip komunal berakhir selama 1000 tahun. bagaimanapun secara berangsur- angsur produktip mereka mulai berganti. Sebagai pengganti peralatan batu dan pemburuan masyarakat mulai bertani dan hasilnya memuaskan, disana telah lahir cara penggarapan tanah, keterampilan tangan dan divisi buruh diantara berbagai cabang produksi.


Profesional dan Etika Profesi


Kewajiban bekerja
Secara syar’i seorang mukmin dituntut untuk bekerja memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Seorang mukmin harus memiliki kekuatan, merasa cukup dengan yang halal serta menjaga dirinya dan keluarganya dari meminta-minta. “Sungguh seseorang yang berangkat ke gunung, membawa tambangnya, lalu memikul seonggok kayu bakar diatas punggungnya, lalu dijualnya, yang dengannya Allah menjaga wajahnya, adalah jauh lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang lain, mereka memberi atau menolaknya”. HR Bukhari dari Jubeir.
Dan jika seseorang mempunyai tingkat kesejahteraan hidup yang sangat baik, sehingga merasa tidak perlu bekerja, maka hendaknya dia bekerja untuk kepentingan masyarakat sekitarnya. Sesungguhnya dari masyarakat dia telah mendapatkan sesuatu maka semestinyalah dia memberikan sesuatu kepada masyarakat itu. Inilah nilai-nilai Islam dalam hal hubungan sosial antara individu-individu dengan masyarakatnya. “… Saling tolong-menolonglah kamu sekalian atas dasar kebaikan dan taqwa…” Al Maidah:2.
Profesionalitas
Nilai penting dalam bekerja adalah ihsan (baik) dan jihad (bersungguh-sungguh). Islam tidak hanya memerintahkan bekerja tetapi bekerja dengan sebaik-baiknya. Maka sepatutnya seorang muslim selalu ihsan dalam bekerjanya dan dilakukan dengan penuh kesungguhan, mengerahkan segala kemampuannya untuk hasil yang terbaik dan menjaga kualitas proses atau cara mencapainya. Dalam penggalan dialog yang termasyhur antara Rasulullah saw dengan Jibril ketika ditanya tentang ihsan “… engkau beribadah seolah-olah engkau melihat Allah, dan jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihatmu”. Dan dalam sabda beliau yang lain “Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang melakukan suatu pekerjaan hendaknya dilakukannya secara itqon (profesional)”. HR Baihaqi dari Siti Aisyah ra.
Dalam dunia kerja, profesional yang ihsan dengan jiwa jihad mempunyai moto always deliver the best for his/her employer. Dalam pergaulan di masyarakatpun, profesional akan selalu aktif berkontribusi kepada masyarakat sekitarnya.
Landasan Akhlak Profesional
Seorang profesional berkeyakinan dalam bekerja dan berusaha adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibadahnya. Agar suatu pekerjaan atau usaha mempunyai nilai ibadah, setelah berniat (ihsan dan jihad) maka landasan akhlak dalam melakukannya adalah suatu keharusan. Inilah yang disebut etika profesi yang bersifat universal, berlaku sepanjang jaman, dalam jenis pekerjaan atau usaha apapun, dalam masyarakat manapun, sehingga tidak hanya milik umat Islam saja tetapi milik seluruh umat manusia. Dalam Islam, etika profesi ini terkumpul dalam 5 akhlak pokok: Shiddiq, Istiqomah, Fathonah, Amanah dan Tablig. Kelima hal tersebut harus ada dalam diri seorang profesional dalam bentuknya yang paling sempurna.
Shiddiq (Honest) artinya mempunyai kejujuran dan selalu melandasi keyakinan, ucapan dan perbuatan dengan nilai-nilai kebenaran. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan yang disengaja antara ucapan dan tindakan. Dalam dunia kerja dan usaha, kejujuran akan tampil dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan itqon) berupa ketepatan waktu, janji, pelayanan, laporan, mengakui kelemahan diri sendiri untuk diperbaiki serta tidak berbohong dan menipu.
Istiqomah (Consistency) artinya konsisten dalam nilai-nilai kebaikan meskipun menghadapi godaan dan tantangan. Istiqomah dalam dunia kerja akan tampil dalam bentuk kesabaran, keteguhan dan keuletan sehingga menghasilkan suatu karyayang optimal. Profesional yang istoqomah akan mendapatkan ketenangan dalam bekerja dan berkarya sehingga lebih mudah mendapatkan solusi dari persoalan yang dihadapi.
Fathonah (Competency) artinya mengerti, memahami dan menghayati segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Profesional dengan etika fathonah memiliki kreativitas yang tinggi dan mampu menelurkan inovasi. Kreativitas dan inovasi tersebut adalah buah manakala profesional tersebut selalu berusaha menambah pengetahuan dalam berbagai bidang, tidak terbatas dalam bidang kerja/usahanya saja tetapi dalam lingkup yang lebih luas.
Amanah (Accountability) artinya bertanggungjawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban yang diemban. Seorang profesional yang amanah akan berprinsip bahwa setiap jabatan yang diembannya dan setiap assignment yang diberikan kepadanya nantinya akan dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada atasan atau pemegang saham perusahaan tetapi juga kepada Allah SWT kelak.
Tablig (Teach by Role Model) artinya memberi panutan sekaligus mengajak lingkungan kerjanya (peer group dan subordinate) dalam melaksanakan tugas selalu mempraktekkan nilai-nilai kebenaran. Profesional yang bertablig dengan cara memberikan contoh yang baik ini akan membentuk suatu tim yang solid dibawah koordinasinya. A tim building process will only be successful if the leader act as the best role model.
_____________
Daftar Pustaka:
1. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, DR. Yusuf Qordhowi.
2. Islam Aplikatif, DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc.