Translate

Sabtu, 20 Juli 2013

Upaya Hukum Jika Korban Tidak Puas dengan Putusan Hakim

Pertanyaan:
Apa yang harus ditempuh oleh seorang korban jika dalam putusan Hakim dalam perkara pidana yang menimpa dirinya dirasa tidak puas atas vonis itu dan jaksa tidak melakukan banding atau upaya hukum lainnya? Terima kasih atas pencerahannya.
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4d37c414e08df/lt4fa7a38cd5387.jpg
Memang pada dasarnya negara memberikan wewenang untuk melakukan penuntutan atas suatu tindak pidana ada pada penuntut umum (jaksa). Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (6)UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
a.      Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.      Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Menyitir pendapat Andrew Ashworth dalam “Victim Impact Statements and SentencingThe Criminal Law Review, (hlm. 503) yang dikutip oleh Dr. Lilik Mulyadi S.H., M.H.  dalam tulisannya “Upaya Hukum yang Dilakukan Korban Kejahatan Dikaji Dari Perspektif Sistem Peradilan Pidana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia” yang dimuat dalam laman badilum.info, dikatakan bahwa kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana maupun dalam praktik peradilan relatif kurang diperhatikan karena ketentuan hukum Indonesia masih bertumpu pada perlindungan bagi pelaku (offender orientied) (hal. 2).
Hal ini tampak dalam Pasal 1 angka 12 KUHAP yang berbunyi: “Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa publik (korban) belum diberikan akses terhadap upaya hukum pidana karena posisi korban digantikan oleh penuntut umum/jaksa. Hal ini terjadi karena belum diterapkannya pendekatan restorative justice dalam sistem pemidanaan di Indonesia. Lebih jauh mengenai pendekatan restorative justice, simak artikel berikut:
-         Pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Pidana Indonesiaoleh Jecky Tengens, S.H..
Mengenai upaya hukum yang mungkin diupayakan oleh korban, Peneliti Lembaga Kajian untuk Advokasi dan Independensi Peradilan (LeIP), Arsil berpendapat bahwa bila jaksa tidak mengajukan banding, korban dapat melakukan upaya tuntutan ganti rugi terhadap pelaku tindak pidana yaitu melalui ranah perdata. Lebih jauh, simak Bagaimana Cara Menuntut Ganti Rugi Jika Menjadi Korban Tindak Pidana?
Selain itu, bila jaksa tidak mengajukan banding sedangkan putusan hakim tidak sampai dua pertiga dari tuntutan terutama bila kasus tersebut menyangkut kepentingan publik. Jaksa yang terbukti tidak mengajukan banding, dapat terancam sanksi disiplin. Lebih jauh, simak Sanksi untuk Jaksa yang Tidak Mengajukan Banding.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:

Sumber : BUNG POKROL

Peran Jaksa dalam Proses Hukum Perdata dan Pidana

Pertanyaan:
Sesuai dengan UU Kejaksaan, peran jaksa sebagai penuntut dan pelaksana ketetapan pengadilan. Apakah peranan tersebut berbeda jika tiap proses peradilan hukum pidana dan perdata?

Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4fbded50bf741/lt4fcc5e79a314b.jpg
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”), jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan kewenangan jaksa dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan antara lain:
a.    melakukan penuntutan;
b.    melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.    melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d.    melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e.    melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
 
Jadi, tugas dan kewenangan jaksa adalah sebagai penuntut umum dan pelaksana (eksekutor) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Untuk perkara perdata, pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah juru sita dan panitera dipimpin oleh ketua pengadilan (lihat Pasal 54 ayat [2] UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
 
Kemudian, apa kewenangan jaksa di bidang perdata? Hubungan perdata merupakan hubungan antar-anggota masyarakat yang biasanya didasarkan pada perjanjian. Jaksa dapat berperan dalam perkara perdata apabila Negara atau pemerintah menjadi salah satu pihaknya dan jaksa diberikan kuasa untuk mewakili. Hal tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan yang berbunyi:
 
“Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.”
 
Jadi, peran jaksa berbeda dalam ranah pidana dan perdata. Dalam perkara pidana, jaksa berperan sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap. Sedangkan dalam perkara perdata, jaksa berperan sebagai kuasa dari Negara atau pemerintah di dalam maupun di luar pengadilan mengenai perkara perdata.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:

Sumber : BUNG POKROL

Arti Pidana Bersyarat dan Pembebasan Bersyarat

Pertanyaan:
Apakah yang dimaksud dengan pidana bersyarat dan pembebasan bersyarat ?

Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4f8d4110c2ca1/lt4f8ed0a9ae02a.jpg
Terima kasih atas pertanyaan Saudara.
 
Pertama, kami akan menjelaskan mengenai Pidana Bersyarat terlebih dahulu.Pidana bersyarat adalah Pidana dengan syarat-syarat tertentu, yang dalam praktik hukum disebut dengan pidana/hukuman percobaan. Pidana bersyarat adalah suatu sistem penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya bergantung pada syarat-syarat tertentu atau kondisi tertentu.
 
Dalam buku “Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya” (Kanter E.Y & S.R. Sianturi, 2002, Storia Grafika) dijelaskan bahwa pidana bersyarat adalah “Sekedar suatu istilah umum, sedangkan yang dimaksud bukanlah pemidanaannya yang bersyarat, melainkan pemidanaannya pidana itu yang digantungkan pada syarat-syarat tertentu.”
 
Pidana bersyarat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”) pada Pasal 14 a yang berbunyi:
 
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu.
 
Pidana bersyarat pernah kita dengar pada suatu kasus yang terkenal yakni pemidanaan Rasyid Amrullah Rajasa. Dalam kasus ini, majelis hakim menerapkan Pasal 14 a KUHP yang bertujuan sebagai wujud pencegahan agar tidak melakukan hal yang sama. Ketua Majelis Hakim yang menjatuhkan vonis, Suharjono, berpandangan bahwa telah terwujud prinsip teori hukum restorative justice dalam putusan hakim sehingga setimpal dengan perbuatan Rasyid. Selain itu, Suharjono juga mengatakan “Terdakwa berlaku sopan, tidak mempersulit persidangan, masih muda, dan keluarga bertanggung jawab. “ Baca berita selengkapnya disini.
 
Penjelasan lain yang dapat melengkapi jawaban atas pidana bersyarat ini adalah artikel jawaban Sdr. Anggara yang berjudul Pidana Bersyarat.
 
Kedua, mengenai Pembebasan Bersyarat. Pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Pengertian ini terdapat dalam Penjelasan Pasal 12 huruf k UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan..
 
Mengenai prosedur dan syarat suatu Pembebasan Bersyarat, dapat dilihat pada artikel jawaban dari Sdri. Diana Kusumasari yang berjudul Syarat dan Prosedur Pengajuan Pembebasan Bersyarat.
 
Terima kasih, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:

Sumber : LEGAL 1O1

Adakah Ukuran Kelalaian dalam Hukum Pidana?

Pertanyaan:
Apa ukuran pasti dalam hal kelalaian dalam hukum pidana?

Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt506aec66ed27e/lt506bc9aa28ce7.jpg
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahankurang hati-hati, atau kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan R. Soesilo mengenai Pasal 359 KUHP, dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang mengatakan bahwa “karena salahnya” sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian.
 
Pasal 359 KUHP:
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
 
Dalam hukum pidana, kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan disebut dengan culpaProf. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 72) mengatakan bahwa arti culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
 
Sedangkan, Jan Remmelink dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana (hal. 177) mengatakan bahwa pada intinya, culpa mencakup kurang (cermat) berpikir, kurang pengetahuan, atau bertindak kurang terarah. Menurut Jan Remmelink, ihwal culpa di sini jelas merujuk pada kemampuan psikis seseorang dan karena itu dapat dikatakan bahwa culpa berarti tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih dahulu kemungkinan munculnya) akibat fatal dari tindakan orang tersebut – padahal itu mudah dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.
 
Mengenai ukuran kelalaian dalam hukum pidana, Jan Remmelink (Ibid, hal. 179) mengatakan bahwa menurut MvA (memori jawaban) dari pemerintah, yang menjadi tolak ukur bagi pembuat undang-undang bukanlah diligentissimus pater familias (kehati-hatian tertinggi kepala keluarga), melainkan warga pada umumnya. Syarat untuk penjatuhan pidana adalah sekedar kecerobohan serius yang cukup, ketidakhati-hatian besar yang cukup; bukan culpa levis (kelalaian ringan), melainkan culpa lata (kelalaian yang kentara/besar).
 
Hal serupa juga dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro (Ibid, hal. 73), yaitu bahwa menurut para penulis Belanda, yang dimaksudkan dengan culpa dalam pasal-pasal KUHP adalah kesalahan yang agak berat. Istilah yang mereka pergunakan adalahgrove schuld (kesalahan besar). Meskipun ukuran grove schuld ini belum tegas seperti kesengajaan, namun dengan istilah grove schuld ini sudah ada sekedar ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman.
 
Lebih lanjut, dikatakan bahwa untuk culpa ini harus diambil sebagai ukuran bagaimana kebanyakan orang dalam masyarakat bertindak dalam keadaan yang in concreto terjadi. Jadi, tidaklah dipergunakan sebagai ukuran seorang yang selalu sangat berhati-hati, dan juga tidak seorang yang selalu serampangan dalam tindak tanduknya.
 
Pada akhirnya, Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa dengan demikian seorang hakim juga tidak boleh mempergunakan sifatnya sendiri sebagai ukuran, melainkan sifat kebanyakan orang dalam masyarakat. Akan tetapi, praktis tentunya ada peranan penting yang bersifat pribadi sang hakim sendiri. Hal ini tidak dapat dielakkan.
 
Jadi, pada dasarnya yang dijadikan tolak ukur adalah ukuran kehati-hatian yang ada di masyarakat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hakim juga berperan serta dalam menentukan hal tersebut.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
1.    Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama.
2.    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia.
3.    Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana. PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumber : BUNG POKROL

Perbuatan Pidana (Mengintip Orang Mandi)

Pertanyaan:
Apakah perbuatan seseorang yang mengintip orang yang sedang mandi ataupun orang yang sedang berada dalam kamar dapat dituntut pidana, mengingat perbuatan ini dapat mengganggu serta membuat malu orang yang diintip tersebut? Terima kasih atas jawabanya
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4b710bde88c68/lt4f82a0e3362a1.jpg
Bila merujuk ke Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tak ada ketentuan yang secara spesifik mengatur perbuatan mengintip. Namun, pasal 167 ayat (1) KUHP mengatur perbuatan memasuki rumah atau pekarangan orang lain dengan melanggar hukum. Ketentuan itu berbunyi:
 
Barangsiapa dengan melawan hak orang lain masuk dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan, yang dipakai oleh orang lain, atau sedang ada di situ dengan tidak ada haknya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500,-.” (KUHP terjemahan R. Soesilo).  
 
Dari pertanyaan Anda, kami berkesimpulan bahwa perbuatan mengintip tersebut dilakukan di dalam rumah atau minimal masuk ke pekarangan orang yang diintip. Lalu, bagaimana bila perbuatan mengintip tersebut dilakukan dari luar rumah atau pekarangan orang yang diintip, misalnya melalui teropong?
 
Dalam doktrin ilmu hukum dikenal penafsiran ekstensifikasi yang berarti memperluas makna. Menurut pendapat kami, perbuatan mengintip melalui teropong ini masih dapat dikenakan pasal 167 ayat (1) KUHP karena pelaku ‘seolah-olah’ hadir di rumah atau pekarangan korban. Salah satu contoh penggunaan penafsiran ekstensifikasi yang terkenal adalah dalam kasus pencurian listrik. Pencurian listrik, jika menganut aturan materiil, tidak masuk unsur kejahatan sebab pengertian barang hanya sebatas barang berwujud dan berpemilik. Namun, hakim menemukan hukum dengan memperluas definisi barang mencakup barang tidak berwujud dan tak berpemilik.
 
Pada sisi lain, belum lama ini Pengadilan Negeri Jambi menyidangkan kasus di mana seorang oknum jaksa memasuki rumah tetangganya dan mengintip tetangga wanitanya sedang mandi. Perbuatan pelaku tersebut juga disaksikan oleh anak korban (lihat beritanya di sini atau di sini). Dalam kasus itu yang bersangkutan dituntut jaksa penuntut umum dengan menggunakan pasal 281 ke-1 KUHPyaitu kejahatan terhadap kesusilaan:
 
“Dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500,-: barangsiapa sengaja merusak kesopanan di muka umum.” (KUHP terjemahan R. Soesilo). 
 
R. Soesilo menjelaskan pasal tersebut sebagai berikut:
 
“’Kesopanan’ di sini dalam arti ‘kesusilaan’ (zeeden, eerbaarheid),perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelaminmisalnya bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan kemaluan wanita atau pria, mencium dsb.”
 
Pasal 281 ke-1 KUHP lebih menekankan pada kejahatan terhadap kesusilaan di muka umum seperti dijelaskan R. Soesilo.
 
Jadi, hemat kami, dengan kondisi-kondisi dan kasus sebagaimana kami uraikan di atas, ada dua pasal dalam KUHP yang potensial menjerat pelaku perbuatan mengintip orang yang sedang mandi. Ancaman hukuman yang diatur dalam masing-masing pasal tersebut berbeda. Ancaman hukuman terhadap pelanggaran pasal 281 ke-1 KUHP lebih berat (pidana penjara maksimal 2 tahun) dibandingkan pasal 167 ayat (1) KUHP (pidana penjara maksimal 9 bulan).
 
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732)

Sumber : BUNG POKROL

Hukum Masuk Rumah Orang Lain Tanpa Izin

Pertanyaan:
Apakah ada sanksi apabila kita masuk rumah orang lain yang kunci rumahnya kita miliki yang sebelumnya? Kami sudah saling bertukar kunci rumah untuk antisipasi apabila terjadi sesuatu dan tidak ada orang di rumah.

Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt506aec66ed27e/lt506bc9aa28ce7.jpg
Dalam hal ini, kami berasumsi bahwa izin yang diberikan dari si pemilik rumah adalah boleh memasuki rumah jika terjadi sesuatu dan di rumah tersebut tidak ada orangnya.
 
Ini berarti jika si pemegang kunci memasuki rumah tersebut dengan maksud selain yang telah diperbolehkan oleh si pemiliki rumah, maka orang tersebut (pemegang kunci) dapat dijerat dengan Pasal 167 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
 
“Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lima sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
 
R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa kejahatan yang dimaksud dalam pasal ini biasanya disebut “huisvredebreuk” yang berarti pelanggaran hak kebebasan rumah tangga.
 
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah:
1.    Dengan melawan hak masuk dengan paksa ke dalam rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya;
2.    Dengan melawan hak berada di rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya,tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak.
 
R. Soesilo mengatakan “masuk begitu saja” belum berarti “masuk dengan paksa”. Yang artinya “masuk dengan paksa” ialah “masuk dengan melawan kehendak yang dinyatakan lebih dahulu dari orang yang berhak”.
 
Pernyataan kehendak ini bisa terjadi dengan jalan rupa-rupa, misalnya: dengan perkataan, dengan perbuatan, dengan tanda tulisan “dilarang masuk” atau tanda-tanda lain yang sama artinya dan dapat dimengerti oleh orang di daerah itu. Pintu pagar atau pintu rumah yang hanya ditutup begitu saja itu belum berarti bahwa orang tidak boleh masuk. Apabila pintu itu “dikunci” dengan kunci atau alat pengunci lain atau ditempel dengan tulisan “dilarang masuk”, maka barulah berarti bahwa orang tidak boleh masuk di tempat tersebut. Seorang penagih utang, penjual sayuran, pengemis dan lain-lain yang masuk ke dalam pekarangan atau rumah orang yang tidak memakai tanda “dilarang masuk” atau pintu yang dikunci itu belum berarti “masuk dengan paksa”, dan tidak dapat dihukum. Akan tetapi jika kemudian orang yang berhak lalu menuntut supaya mereka itu pergi, mereka harus segera meninggalkan tempat tersebut. Jika tuntutan itu diulangi sampai tiga kali tidak pula diindahkan, maka mereka itu sudah dapat dihukum.
 
Jadi jika kehendak awal dari si pemilik rumah adalah memperbolehkan si pemegang kunci masuk jika terjadi sesuatu dan tidak ada orang di rumah, maka selain dari hal tersebut, si pemegang kunci tidak berhak untuk masuk ke dalam rumah itu.
 
Demikian pendapat kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia – Bogor.

Sumber : BUNG POKROL

Keseimbangan Ekonomi Tiga Sektor

Keseimbangan Ekonomi Tiga Sektor

PEMBAHASAN

KESEIMBANGAN EKONOMI TIGA SEKTOR

Perekonomian tiga sektor adalah perekonomian yang terdiri dari sektor-sektor yang berikut: rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Dengan demikian dalam menganalisis perekonomian tiga sektor pada hakikatnya akan diperhatikan peranan dan pengaruh pemerintah keatas kegiatan dalam sesuatu perekonomian.

Campur tangan pemerintah dalam perekonomian menimbulkan dua perubahan penting dalam proses penentuan keseimbangan pendapatan nasional, yaitu:

Pungutan pajak yang dilakukan pemerintah akan mengurangi pengeluaran agregat melalui penguranga atas konsumsi rumah tangga.

Pajak memungkinkan pemerintah melakukan perbelanjaan dan ini akan menaikkan perbelanjaan- perbelanjaan agregat.

Perubahan-perubahan ini penting pengaruhnya kepada penetuan keseimbangan pendapatan nasional.

Perekonomian tiga sektor disebut juga perekonomian tertutup. Karena ketiadaan perdagangan luar negeri.

Aliran Pendapatan Dan Syarat Keseimbangan

Aliran pendapatan dan pengeluaran

Campur tangan pemerintah dalam perekonomian akan menimbulkan tiga jenis aliran baru dalam sirkulasi aliran pendapatan. Tiga jenis aliran yang baru tersebut adalah :

Pembayaran pajak oleh rumah tangga dan perusahaan kepada pemerintah. Pembayaran pajak tersebut menimbulkan pendapatan kepada pihak pemerintah. Ia merupakan sumber pendapatan pemerintah yang terutama.

Pengeluaran dari sektor pemerintah ke sektor perusahaan. Aliran ini menggambarkan nilai pengeluaran pemerintah keatas barang-barang dan jasa yang diproduksikan oleh sektor perusahaan.

Aliran pendapatan dari sektor pemerintah sektor rumah tangga. Aliran itu timbul sebagai akibat dari pembayaran keatas konsumsi faktor-faktor produksi yang dimiliki sektor rumah tangga oleh pemerintah.

Dengan adanya tiga aliran tersebut corak aliran pendapatan dalam perekonomian tertutup adalah seperti yang ditujukan dalam gambar 5.1. Dari gambar itu dapat dilihat bahwa dalam suatu perekonomian tertutup ciri-ciri pokok dari aliran-aliran pendapatan dan pengeluarannya adalah sebagai berikut:

Gambar 5.1

Sirkulasi aliran pendapatan perekonomian tiga sektor.

Pembayaran oleh sektor perusahaan sekarang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pembayaran kepada sektor rumah tangga sebagai pendapatan kepada faktor-faktor produksi dan pembayaran pajak pendapatan perusahaan kepada pemerintah.

Pendapatan yang diterima rumah tangga sekarang berasal dari dua sumber: dari pembayaran gaji dan upah, sewa, bunga dan utang oleh perusahaan dan dari pembayaran gaji dan upah oleh pemerintah.

Pemerintah menerima pendapatan berupa pajak dari perusahaan dan rumah tangga. Pendapatan tersebut akan digunakan untuk membayar gaji dan upah pegawai-pegawai dan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa.

Pendapatan yang diterima rumah tangga (Y) akan digunakan untuk memenuhi tiga kebutuhan: membayar dan membiayai pengeluaran konsumsi (C), disimpan sebagai tabungan (S) dan membayar pajak pendapatan rumah tangga (T). Dalam persamaan:

Dalam gambaran tersebut tetap dimisalkan bahwa tabungan rumah tangga dipinjamkan oleh lembaga-lembaga keuangan kepada para pengusaha yang menanam modal.

Pengeluaran agregat (AE) telah menjadi banyak jenisnya, yaitu disamping pengeluaran konsumsi (C) dan investasi (I) sekarang termasuk pula pengeluaran pemerintah (G). Dalam persamaan:

Syarat Keseimbangan

Dalam suatu perekonomian keseimbangan pendapatan nasional akan dicapai apabila: penawaran agregat adalah sama dengan pengeluaran agregat. Keseimbangan ekonomi makro untuk perekonomian tertutup dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan:

Titik E adalah titik keseimbangan ekonomi makro, dimana YD (permintaan negatif agregatif) sama dengan YS (penawaran agregatif). Pada titik E, keluaran riil keseimbangan sebesar YE dan harga barang domestik keseimbangan sebesar P_D^E

Dalam perekonomian yang tidak melakukan perdagangan luar negeri, penawaran agregat adalah sama dengan pendapatan nasionalnya (Y), yaitu sama dengan nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam perekonomian dalam suatu periode tertentu. Pengeluaran agregat atau pengeluaran yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam perekonomian tersebut, meliputi tiga jenis perbelanjaan: konsumsi rumah tangga (C), investasi perusahaan (I) dan pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa (G). Dengan demikian keadaan yang menciptakan keseimbangan dalam perekonomian tiga sektor adalah:

Penawaran agregat = pengeluaran agregat

Atau

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga tersebut akan digunakan untuk tiga tujuan: membiayai konsumsi (C), ditabung (S) dan membayar pajak. Dengan demikian berlaku persamaan:

Dalam keseimbangan berlaku kesamaan berikut: Y = C + I + G sedangkan pada setiap tingkat pendapatan nasional berlaku kesamaan: Y = C + S + T. Dengan demikian pada keseimbangan PN berlaku kesamaan berikut:

Apabila C dikurangi dari setiap ruas maka:

Dalam perekonomian tiga sektor I dan G adalah suntikan kedalam sirkulasi aliran pendapatan, sedangkan S dan T adalah kebocoran. Dalam keseimbangan ekonomi tiga sektor juga berlaku keadaan:

Sebagai kesimpulan dapatlah dirumuskan bahwa dalam perekonomian tiga sektor yang mencalpai keseimbangan akan berlaku keadaan yang berikut:

Y = C + I + G dan

I + G = S + T



Jenis-Jenis Pajak

Pajak langsung dan pajak tak langsung

Secara garis besarnya berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan kepada dua golongan, yaitu pajak langsung dan pajak tak langsung.

Pajak langsung

Pajak langsung berarti jenis pungutan pemerintah yang secara langsung dikumpulan dari pihak yang wajib membayar pajak.

Pajak tak langsung

Pajak tak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dipindahkan kepada pihak lain. Salah satu jenis pajak tak langsung yang penting adalah pajak impor. Biasanya, pada akhirnya yang akan menanggung pajak tersebut adalah para konsumen.

Bentuk-bentuk pajak pendapatan

Pajak regresif

Sistem pajak yang persentasi pungutan pajaknya menurun apabila pendapatan yang dikenakan pajak menjadi bertambah tinggi.

Pajak proposional

Persentasi pungutan pajak yang tetap besarnya pada berbagai tingkat pendapatan, yaitu dari pendapatan yang sangat rendah kepada yang sangat tinggi.

Pajak progresif

Sistem pajak yang persentasinya bertambah apabila pendapatan semakin meningkat.

Efek Pajak Ke Atas Konsumsi Dan Tabungan

Dalam perekonomian yang telah mengenakan pajak, perhubungan diantara pendapatan disposebel dan pendekatan nasional dapat dinyatakan secara persamaan berikut:

Yaitu pendapatan disposebel (Yd) adalah sama dengan pendapatan nasional (Y) dikurangi oleh pajak (T).

Penurunan pendapatan disposebel akan mengurangi konsumsi dan tabungan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibayarkannya mengurangi kemampuannya untuk melakukan pengeluaran konsumsi dan menabung. Berdasarkan kepada sifat pengaruh pajak kepada pendapatan disposebel, pengeluaran konsumsi dan tabungan secara umum dapat dirumuskan:

Pajak yang dipungut akan mengurangi pendapatan disposebel sebanyak pajak yang dipungut tersebut dalam persamaan:

Penurunan pendapatan disposebel menyebabkan pengeluaran konsumsi dan tabungan rumah tangga akan berkurang pada berbagai tingkat pendapatan.

Walau apapun bentuk sistem pajak, yaitu pajak tetap atau pajak proporsional, pemungutan pajak akan mengakibatkan konsumsi dan tabungan rumah tangga berkurang sebanyak yang ditentukan oleh persamaan berikut:

ΔC = MPC x T

ΔS = MPS x T

Efek Pajak :Analisis Aljabar Dan Grafik

Pendekatan Aljabar

Efek pajak tetap

Terlebih dahulu akan dibuat analisis yang bersifat umum mengenai efek pajak keatas konsumsi dan fungsi tabungan. Misalkan fungsi efek pajak adalah: C = a + bY dan pajak adalah T (pajak tetap). Pajak sebanyak T menurunkan konsumsi sebanyak ΔC = bT. Dengan demikian fungsi konsumsi sesudah pajak (C1) adalah:

Fungsi tabungan asal adalah ΔS = -a + (1-b) Y. Pajak sebanyak T menurunkan tabungan sebanyak ΔS = - (1-b). Dengan demikian fungsi tabungan sesudah banyak (S1) adalah:

Pengaruh pajak proporsional

Pajak proporsional sebanyak tY menurunkan konsumsi sebanyak: ΔC = -b. tY. Apabila fungsi konsumsi asal adalah: C = a + bY maka fungsi konsumsi yang baru (C1) adalah:

Misalkan fungsi tabungan asal adalah S = -a + (1 – b) Y dan pajak tersebut akan menurunkan fungsi tabungan sebanyak ΔS = (1 – b) tY, maka fungsi tabungan yang baru (S1) adalah:

S1 = -a + (1 – b) Y – (1 – b) tY

S1 = a + {(1 – b) – (1 – b) t} Y

S1 = -a + (1 – b) (1 – t) Y

Pendekatan Grafik

Secara grafik dengan jelas boleh ditunjukkan akibat pungutan pajak keatas fungsi konsumsi dan fungsi tabungan. Dua pasang grafik dibuat untuk menunjukkan akibat pajak keatas fungsi konsumsi dan tabungan.

Persamaan umum, gambar 5.2 terbagi kepada dua bagian. Grafik (a) menunjukkan efek pajak tetap dan pajak proporsional keatas fungsi konsumsi. Sebelum pajak, fungsi konsumsi adalah C = a + bY. Pajak tetap mengurangi konsumsi sebanyak ΔC = -bT dan menyebabkan fungsi konsumsi bergeser kepada C1 = -bT + a + bY, yaitu pengurangan sebanyak –bT = -MPC.T.

Pajak proporsional akan mengurangi konsumsi dari C = a + bY menjadi : C1 = a + bY – btY atau C1 = a + bY – MPC.T yaitu pengurangan sebanyak MPC.T perlu diingat bahwa nilai btY = MPC.T adalah semakin besar apabila Y meningkat karena T = tY maka ΔC = -btY. Dengan demikian fungsi konsumsi (C1) berubah menjadi:

Efek pajak teap dan proporsional terhadap tabungan ditunjukkan dalam grafik (b). Pajak tetap menyebabkan fungsi tabungan asal, yaitu S = -at (1 – b) Y berubah menjadi S1 = - (1 – b) T – a + (1 – b) Y. Pajak proporsional menyebabkan fungsi tabungan berubah dari S = -a + (1 – b) Y menjadi S1 = -a + (1 – b) (1 – t) Y.

Pengeluaran Pemerintah

Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan pemerintah. Dinegara-negara yang sudah sangat maju. Pajak adalah sumber utama dari pembelanjaan pemerintah, sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai administrasi pemerintah an sebagian lainnya adalah untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan, membayar gaji pegawai-pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan rakyat, membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata dan membiayai berbagai jenis infrastruktur yang penting artinya dalam pembangunan adalah beberapa bidang penting yang akan dibiayai pemerintah. Pembelanjaan-pembelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi negara.

Penentu-penentu pengeluaran pemerintah

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung kepada banyak faktor. Yang penting diantaranya adalah: jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi jangka pendek dan pembangunan ekonomi jangka panjang dan pertimbangan politik dan keamanan.

Proyeksi jumlah pajak yang diterima

Salah satu faktor penting yang menentukan besarnya pengeluaran pemerintah adalah jumlah pajak yang diramalkan. Dalam penyusunan anggaran belanjanya pemerintah harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang akan diterimanya. Makin banyak jumlah pajak yang dapat dikumpulkan, makin banyak pula pembelanjaan pemerintah yang akan dilakukan.

Tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai

Faktor yang lebih penting dalam penentuan pengeluaran pemerintah adalah tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai pemerintah. Beberapa tujuan penting dari kegiatan pemerintah adalah mengatasi masalah pengangguran, menghindari inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Untuk mengatasi pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, misalnya: pemerintah perlu membiayai pembangunan infrastruktur – irigasi, jalan-jalan, pelabuhan dan mengembangkan pendidikan. Usaha seperti itu memerlukan banyak uang dan pendapatan dari pajak saja tidak cukup untuk membiayainya. Maka untuk memperoleh dana yang diperlukan pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang.

Pertimbangan politik dan keamanan

Pertimbangan-pertimbangan politik dan kestabilan negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam penyusunan anggaran belanja pemerintah. Kekacauan politik, perselisihan diantara berbagai golongan masyarakat dan daerah sering berlaku diberbagai negara di dunia. Keadaan seperti itu akan menyebabkan kenaikan pembelanjaan pemerintah yang sangat besar, terutama apabila operasi militer perlu dilakukan.

Fungsi pengeluaran pemerintah

Dari uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah diatas, dapat disimpulkan bahwa PN tidak memegang peranan yang penting dalam menentukan pembelanjaan pemerintah. Dengan perkataan lain, pengeluaran pemerintah pada suatu periode tertentu dan perubahannya dari satu periode ke periode lainnya tidak didasarkan kepada tingkat pendapatan nasional dan pertumbuhan pendapatan nasional. Dalam masa kemunduran ekonomi, misalnya pendapatan pajak berkurang. Tetapi untuk mengatasi pengangguran itu pemerintah perlu melakukan lebih banyak program-program pembangunan, maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah. Sebaliknya, pada waktu inflasi dan tingkat kemakmuran tinggi, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pembelanjannya, harus dijaga agar pengeluaran pemerintah tidak memperburuk keadaan inflasi yang berlaku.

Berdasarkan kepada alasan yang baru diterangkan diatas, fungsi pembelanjaan pemerintah adalah seperti yang digambarkan dalam gambar 5.4, yaitu ia sejajar dengan sumbu datar dan dengan demikian besarnya tidak tergantung kepada pendapatan nasional. Ini berarti, seperti dengan sifat pengeluaran untuk investasi pembelanjaan pemerintah adalah pembelanjaan otonomi, perubahan-perubahan pembelanjaan pemerintah digambarkan dalam bentuk perpindahan fungsi pengeluaran pemerintah keatas atau kebawah. Sebagai contoh, misalkan dalam suatu periode tertentu pengeluaran pemerintah adalah sebanyak G rupiah. Maka dalam grafik, fungsi pengeluaran pemerintah adalah seperti ditunjukkan oleh fungsi G. Pada periode berikut misalkan berlaku pengangguran yang sangat buruk dan untuk mengatasinya pemerintah melakukan pembelanjaan yang lebih banyak, yaitu sebanyak G1. Langkah ini memindahkan fungsi G keatas. Sebaliknya, apabila ekonomi menghadapi masalah inflasi, pemerintah berusaha menurunkan pengeluarannya dan perubahan ini digambarkan oleh perpindahan fungsi pembelanjaan pemerintah dari G menjadi G2.

Gambar. 5.4

Fungsi pengeluaran pemerintah

Keseimbangan Dalam Perekonomian Tiga Sektor

Uraian mengenai keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian tiga sektor akan dibedakan dalam dua keadaan yaitu:

Dalam perekonomian dimana sistem pajaknya adalah sistem pajak tetap.

Dalam perkonomian dimana sistem pajaknya adalah proporsional.

Pajak tetap dan keseimbangan pendapatan

Untuk menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian dimana sistem pajaknya adalah pajak tetap, digunakan pemisalan-pemisalan dibawah ini:

Jumlah pajak dan sifat hubungan diantara pendapatan nasional, kosumsi dan tabungan adalah seperti dalam tabel 5.1. Dengan demikian fungsi konsumsi adalah C = 60 + 0.75Y (fungsi konsumsi sesudah pajak) dan fungsi tabungan adalah S = -100 + 0.25Y. Pajak adalah T = 40

Investasi sektor perusahaan adalah I = 120 (triliun rupiah) dan pengeluaran pemerintah adalah G = 60 (triliun rupiah)

Dengan pemisahan-pemisahan diatas dapatlah ditunjukkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian tiga sektor.

Pajak proporsional dan keseimbangan pendapatan

Untuk menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian yang menggunakan sistem pajak proporsional digunakan pemisalan-pemisalan dibawah ini:

Presentase (kadar) pajak dan sifat hubungan diantara pendapatan nasional, konsumsi dan tabungan.

Investasi perusahaan adalah I = 150 (triliun rupiah) dan pengeluaran pemerintah G = 240 (triliun).

Model Keseimbangan Perekonomian Tertutup Tiga Sektor

Model ekonomi tiga sektor memasukkan sektor pemerintah, yang dimiliki oleh pengeluaran pemerintah (G) .

Output keseimbangan

Dengan demikian pengeluaran agregat menjadi:

AE = G + I + G

= C0 + bY + I0 + G0

= C0 + I0 + G0 + bY

= A + bY

Dimana A sekarang terdiri atas (C0 + I0 + G0).

Sama halnya dengan model dua sektor, dalam model tiga sektor output keseimbangan dapat dihitung dengan menyamakan Y dan AE.

Dampak perubahan pengeluaran pemerintah

Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat output keseimbangan dengan menambah atau mengurangi pengeluarannya. Besarnya efek perubahan pengeluaran pemerintah adalah sama dengan pengaruh perubahan investasi (I0) atau konsumsi (G0) sehingga dampak perubahan pengeluaran pemerintah terhadap perkonomian dapat ditulis sebagai berikut:

Multiplier Dalam Perekonomian Tiga Sektor

Seperti yang berlaku dalam perekonomian dua sektor, dalam perekonomian tiga sektor perubahan-perubahan perbelanjaan agregat akan menimbulkan perubahan dalam pendapatan nasional sebanyak beberapa kali lebih besar dari perubahan perbelanjaan agregat yang asal.

Multiplier investasi

Untuk menghitung nilai multiplier investasi. Dimisalkan nilai invetasi bertambah dari I menjadi I1 dan pertambahannya adalah ΔI .

Sistem pajak tetap

Pertambahan investasi sebesar ΔI akan menambah pendapatan nasional dari:

Y= 1/(1-b ) (a-〖bT〗_x+ I+G)

Menjadi:

Y= 1/(1-b ) (a-〖bT〗_x+ I+ CI+G)

Dengan demikian proses multiplier menambah pendapatan nasional sebesar seperti yang dinyatakan persamaan berikut:

ΔY=Y_1- Y= 1/(1-b) ΔI

Dari persamaan ini dapat disimpulkan bahwa dalam perekonomian tiga sektor dengan pajak tetap, pertambahan investasi sebanyak ΔI akan menambahkan PN sebanyak (1/(1-b)) kali pertambahan invetasi. Dengan demikian nilai multiplier yaitu ΔY / ΔI, adalah:

Multiplier investasi (pajak tetap)= 1/(1-b)

Sistem pajak proporsional

Pertambahan PN (ΔY) yang akan terwujud dalam perekonomian tiga sektor dengan sistem pajak proporsional adalah (1/(1-b + bt )) kali lipat dari pertambahan investasi (ΔI) yang berlaku. Berarti nilai multiplier adalah:

Multiplier investasi (pajak proporsional)= 1/(1-b+bt )= 1/(1-b (1-t))

Multiplier pengeluaran pemerintah

Sistem pajak tetap

Dalam perekonomian yang menggunakan sistem pajak tetap, nilai multiplier pengeluaran pemerintah adalah 1/(1-b) dan kenaikan pendapatan nasional (ΔY) dapat dihitung dengan persamaan:

ΔY= 1/(1-b) ΔG

Sistem pajak proporsional

Dalam perekonomian yang menggunakan sistem pajak proporsional, nilai multiplier pengeluaran pemerintah adalah 1/(1-b+bt) dan kenaikkan pendapatan ΔY dapat dihitung menggunakan persamaan:

ΔY= 1/(1-b+bt) ΔG

Multiplier pajak

Sistem pajak tetap

Pengurangan pajak sebanyak ΔI akan menambah PN (ΔY) sebanyak b/(1-b) dikali dengan pengurangan pajak yang dilakukan. Dalam pajak tetap nilai multiplier perubahan pajak (MT) adalah:

M_T= ΔY/ΔT= b/(1-b )

Sistem pajak proporsional

Pertambahan dalam pendapatan nasional (ΔY = Y2 – Y) dapat ditentukan dengan menggunakan formula:

ΔY= 1/(1-b+bt) (tΔT)

atau

ΔY= b/(1-b+bt) (ΔT)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa pengurangan pajak sebanyak ΔT akan menaikkan pendapatan nasional sebanyak b/(1-b+bt) dikali dengan pengurangan pajak yang berlaku.

Angka pengganda Perekonomian Tiga Sektor

Angka pengganda untuk pajak yang bersifat tetap

Y = C0 + C (Y – Tx + Tr) + I + G

Y = C0 + CY – CTx + CTr + I + G

Y – CY = C0 – CTx + CTr + I + G

(1 – C)Y = C0 – CTx + CTr + I + G

Y = (C_0-〖CT〗_x+〖CT〗_r+ I+G )/(( I-G))

Y = 1/((1-C)) (C_0- 〖CT〗_x+ 〖CT〗_r+ I+G

Angka pengganda pengeluaran adalah:

KE = 1/((1-C))

Angka pengganda untuk pajak yang bersifat proporsional

TX = T0 – tY

Yd = Y – T0 – tY + Tr

Y = C0 + C ( Y – T0 – tY + Tr) + I G

Y = C0 + CY – CT0 – CtY + CTr + I + G

Y – CY + CtY = C0 – CT0 + CTr + I + G

(1 – C + Ct) Y = C0 – CTX + CTr + I + G

Y = (C_(0 )- 〖CT〗_0+ 〖CT〗_r+ I+G)/(( 1-C+Ct))

Y = 1/((1-C-Ct) ) (C_0- 〖CT〗_0+ 〖CT〗_r+ I+G

Perubahan pendapatan nasiona sebagai akibat dari perubahan pengeluaran secara total adalah:

KE= ΔY/ΔE

KE= 1/((1-C+Ct))

Masalah Makro Ekonomi Dan Kebijakan Fiskal

Langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjannya dengan maksud unttuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi dinamakan kebijakan fiskal . Dalam suatu perekonomian tertutup, yaitu perekonomianyang tidak menjalankan kegiatan perdagangan luar negeri. Dua masalah makro ekonomi yang utama adalah pengangguran dan inflasi.

Pada hakekatnya kebijakan fiskal tersebut merupakan kebijakan T (mengubah tarif-tarif pajak) dan kebijakan G (mengubah pengeluaran pemerintah) dengan tujuan untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian yang bersangkutan sesuai dengan sasaran-sasaran yang digariskan oleh pemerintah yang bersangkutan .

Masalah pengangguran dan inflasi

Tingkat kegiatan ekonomi negara yang wujud pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk salah satu dari tiga keadaan berikut:

Mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh

Menghadapi masalah pengangguran

Menghadapi masalah inflasi

Peranan kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal memegang peranan yang cukup penting dalam menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi dan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi kearah tingkat yang dikehendaki.

Jurang deflasi, jurang inflasi dan kebijakan fiskal

Dengan menggunakan kebijakan fiskal pemerintah dapat mempengaruhi besarnya jurang deflasi atau jurang inflasi yang wujud dalam perekonomian. Apabila terdapat jurang deflasi tingkat kegiatan ekonomi belum mencapai potensinya yang maksimal dan pengangguran wujud. Dalam hal ini pengeluaran agregat perlu dinaikkan. Kebijakan pemerintah itu akan menaikkan tingkat kegiatan ekonomi dan mengurangi pengangguran.

Kebijakan anggaran belanja defisit adalah satu langkah pemerintah yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi dan pengangguran.

Didalam masa dimana jarang inflasi wujud, yaitu pengeluaran agregat melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksikan barang-barang dan jasa-jasa, kebijakan anggaran belanja surplus perlu dilakukan.

Akibat kebijakan fiskal ke atas kegiatan ekonomi

Akibat jangka panjang dari langkah-langkah pemerintah yang baru diterangkan diatas untuk menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi. Pengaruh kebijakan fiskal ke atas naik turunnya tingkat kegiatan ekonomi dalam jangka panjang.

Apabila pemerintah secara aktif menggunakan kebijakan anggaran belanjanya sebagai alat untuk mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi maka:

Masalah depresi dan pengangguran

Masalah inflasi dapat dikurangi keseriusannya dan

Gerak naik turun siklus perusahaan dapat diperkecil. Berarti kegiatan eonomi negara berjalan dengan lebih stabil.

Bentuk kebijakan fiskal diskresioner

Kebijakan fiskal yang terutama akan digunakan pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang sedang dihadapi dinamakan kebijakan fiskal diskresioner (discretionary fiscal policy). Ia dapat dapat diartikan sebagai langkah-langkah pemerintah untuk mengubah pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan untuk:

Mengurangi naik turun tingkat kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan

Menciptakan suatu tingkat kegiatan ekonomi yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja yang tinggi, tidak menghadapi masalah inflasi dan selalu mengalami pertumbuhan yang memuaskan.

Kebijakan fiskal diskresioner dapat dibedakan dalam tiga bentuk:

Membuat perubahan keatas pengeluaran pemerintah

Membuat perubahan keatas sistem pemungutan pajak

Secara serentak membuat perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan sistem pemungutan pajak.

Pengangguran dan kebijakan fiskal

Ad tiga faktor yang akan menentukan besarnya perubahan dalam anggaran belanja untuk mengatasi masalah pengangguran atau inflasi yang dihadapi yaitu:

Besarnya perbedaan antara PN yang sebenarnya dicapai dengan PN yang akan tercapai pada konsumsi tenaga kerja penuh

Bentuk kebijakan fiskal diskresioner yang akan dilaksanakan

Besarnya kecondongan marjinal pendapatan nasional (MPCy)



KESIMPULAN

Ekonomi tiga sektor adalah perekonomian yang meliputi dalam sektor perusahaan, rumah tangga dan pemerintah.

Pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan berbagai cara. Cara yang pertama adalah membedakannya sebagai berikut: pajak langsung dan pajak tak langsung. Cara lain adalah pajak regresif (contoh: pajak tetap), pajak proporsional dan pajak progresif.

Keseimbangan PN dapat ditunjukkan melalui dua pendekatan yaitu:

Pendekatan pengeluaran agregat – penawaran agregat dan

Pendekatan suntikan – bocoran.

Multiplier dalam ekonomi tiga sektor dapat dibedakan kepada dua jenis yaitu multiplier dalam sistem pajak tetap dan multiplier dalam sistem pajak proporsional.

Jenis-jenis penstabilan otomatik yang utama adalah:

Pajak proporsional dan pajak progresif

Program asuransi pengangguran

Sistem harga minimum

Kebijakan fiskal diskresioner dilakukan dengan:

Menambah pengeluaran agregat pada waktu pengangguran

Mengurangi pada waktu inflasi



DAFTAR PUSTAKA

Sukirno, Sadono, “Makro Ekonomi Teori Pengantar”, edisi ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2008

Nisjar, Karhi, Winardi, “Ilmu Ekonomi Makro (Suatu Pengantar)”, Mandar Maju. Bandung. 1997

Insukindro, “Keseimbangan Ekonomi Makro Untuk Perekonomian Tertutup Dan Terbuka”, BPFE. Yogyakarta. 1985

Suparmono, “Pengantar Ekonomi Makro”, AMPYKPN. Yogyakarta. 2002

Rahardja, Prathama, “Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar”, Edisi kedua. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. 2004